Prolog (1)

25 1 0
                                    

"Ternyata hidupnya orang dewasa gak semudah yang selama ini aku bayangkan."

-Anya Meirissa-

"Anya, lo denger gue ga sih?" Terdengar suara nyaring dari salah satu meja. "Lo lagi mikirin apa sih Nya? Udah kaya ngomong sama tembok nih gue."

***

Pagi ini udara terasa begitu menyegarkan sehingga membuat siapa saja yang merasakannya ingin berlama lama berada di luar ruangan. Sama halnya dengan Anya yang sekarang sedang menghabiskan waktu sarapannya disebuah kafe bernuansa pink.

Kafe yang berada tepat di tengah tengah pusat pembelanjaan terbuka kota ini didominasi oleh warna pink. Konsepnya pun dibuat seolah berada di istana putri putri kerajaan dalam dongeng yang biasanya menjadi pengantar tidur anak anak.

Demi merasakan kesiur angin yang amat menenangkan, Anya memilih meja yang berada di tempat terbuka, masih dengan miniatur Barbie yang terdapat di atas setiap mejanya.

Anya membiarkan kulit putihnya dibelai oleh kesiur angin sambil memejamkan mata. Akhir akhir ini pikirannya sedang banyak banyaknya. Biarlah untuk hari ini saja dia ingin bernapas dengan lega.

"Anya!" Kali ini Anya benar benar memusatkan pandanganya pada wanita muda di depanya.

"Kenapa sih Dokter Gita? Jangan dijelek jelekin mukanya ih, ntar dedek bayinya ikutan jelek lo"

Kini mimik wajah Gita berubah drastis dari yang awalnya tampak mencebikkan bibir menjadi seulas senyum yang dibuat sangat manis, seolah kata kata Anya barusan akan benar benar menjadi kenyataan.

"Nah gitu dong. Masa temen gue cantik gini maju majuin bibir sih"

"Amit amit deh kalo sampe kejadian." Kini tangan kanannya mengelus pelan perutnya yang sudah kelihatan agak buncit dan tangan yang satunya lagi mengetuk meja dan kepalanya secara bergantian dengan terus melafalkan kata 'Amit amit'

"Lagian lo lagi mikirin apa si Nya? Kalo lo diem aja gini percuma dong gue ngajakin lo kesini" 

Sambil menegakkan posisi duduknya, Anya menyeruput segelas Hot Chocolatte yang tersaji dengan gelas berlogo salah satu tokoh Disney yang Anya tidak yakin namanya.

"Kerjaan gue lagi ga bagus Git." Kini Anya menggenggam cangkir cantik itu dengan kedua tangannya seakan itu dapat menyalurkan rasa hangat dari isinya. Matanya menatap kosong pada cangkir itu.

"Loh? Naskah yang kemaren gagal juga Nya?" Pandangan Anya beralih menatap miris Gita. Gita yang menyadari dirinya salah ucap segera memperbaiki posisi duduk sambil mengambil tangan Anya.

"Maksud gu-"

"Lo bener kok Git. Naskah yang itu gagal lagi. Lagi dan lagi. Sekarang kayanya gue mulai ga yakin sama pilihan gue." Anya balas menggenggam tangan Gita erat.

"Diusia yang udah gak muda lagi gue masih belum jadi siapa siapa Git. Ga kayak lo. Udah jadi dokter, punya suami dokter lagi. Iri banget gue sama lo Git." Anya memasang wajah menyedihkan andalannya. Membuat Gita semakin merasa bersalah. "Bagi bagi Mas Adit sama gue dong ya?"  Seringai nakal dari wajah Anya membuat Gita melepaskan genggamanya.

Sejurus kemudian Gita langsung menoyor kepala Anya dengan tangannya beberapa saat setelah Anya menyebut ingin membagi suaminya, Mas Adit. Terdengar kekeh Anya sambil memegangi kepalanya yang baru saja dijamah Gita.

"Becanda doang kali Git. Yakali gue mau sama Mas Adit. Gak tipe gue banget." Anya masih melanjutkan tawanya, kali ini lebih keras karena melihat ekspresi kesal pada wajah sahabatnya.

Beautiful My LoveWhere stories live. Discover now