Crop 4 : Kota Crolora (bagian 3)

12 1 8
                                    


               KIETTTT!!!

Setelah melintasi halaman rumah yang cukup gelap, kami pun tiba di depan pintu rumah Tertua Crolora yang sedang dibuka oleh pemiliknya. Kondisi ruangan yang berada dibalik pintu tersebut sungguh gelap! Aku benar-benar tidak bisa melihat apapun selain warna hitam yang menyelimuti seluruh ruangan.

"Ugh... maafkan atas ketidaknyamannya ini, wahai Penyihir Agung. Sudikah engkau untuk menunggu di depan rumah sampai saya selesai menerangi ruangan rumah dengan lilin-lilin yang tergantung pada dinding rumah?" tanya Tetua Crolora seraya merapatkan kedua tangan di hadapan Kakak.

"Cih! Lebih baik kamu sudahi saja tutur katamu yang terdengar begitu sopan[1], Pria Tua!" ujar Kakak seraya melewati Pria Bercodet. "Biarkan aku saja yang menerangi ruangan rumahmu. Aku benar-benar tidak suka dengan pencahayaan yang berasal dari api yang terbakar." lanjutnya seraya berdiri di depan pintu yang terbuka lebar.

Kakak berdiri tegak seraya merentangkan kedua tangannya ke depan, dengan tangan kanan yang menggenggam tongkat tersebut. Dirinya memposisikan bola kristal yang berada di ujung tongkat ke depan telapak tangan kiri yang terbuka lebar, kemudian memposisikan kaki kirinya agak di depan seraya mengucapkan rapalan sihir terdengar singkat dan jelas.

"Hmmm, hah... Bi-il!"

Sedetik kemudian, muncul cahaya putih yang bersinar terang dari dalam bola kristal. Secara perlahan, cahaya tersebut keluar dari bola kaca hitam yang berada di ujung tongkat Kakak. Rupa cahaya tersebut menyerupai bola yang sama persis dengan bola kristal, yang bersinar terang layaknya matahari berukuran kecil yang tengah melayang di hadapannya. Semakin lama, bola tersebut melayang tinggi hingga memasuki langit-langit rumah.

                SHIIIING!!!

Terdengar suara yang memekikkan telinga yang bersamaan dengan cahaya silau yang memenuhi seluruh rumah.

"W-w-wah! I-ini..." gagap Tetua Crolora setelah melihat apa yang terjadi dengan rumahnya.

Di hadapan kami, tampak seluruh bagian rumah Tetua Crolora yang tadinya gelap menjadi terang, layaknya cahaya 'matahari siang' yang memasuki jendela ruangan hingga memenuhi seluruh ruangan. Namun, ada yang aneh dengan cahaya ini. Tidak ada satupun bayangan yang membekas dari balik benda yang disinari oleh cahaya terang yang bersinar di langit-langit rumah.

"Hmp! Sempurna!" seru Kakak seraya menghentakkan tongkat ke tanah. "Hei, Pria Tua! Mari kita segera menuju ruang perjamuan rumahmu sebelum malam semakin larut!" lanjutnya seraya merapikan posisi topi yang agak miring.

"Si-siap, Penyihir Agung!!! Ruud, Joon, segera bentuk kembali posisi kalian!"

"Iya, Pak!" seru mereka serentak.

Dengan posisi seperti sebelumnya[2], kami memasuki rumah Tetua Crolora yang terlihat cukup kosong.

******************

Setelah melintasi lorong kosong yang terbuat dari papan kayu, akhirnya kami memasuki sebuah ruangan yang cukup luas. Terdapat sebuah meja persegi dengan beberapa makanan dan cangkir minum yang tersusun rapi di atasnya. Meja tersebut di apit oleh dua buah kursi kayu panjang yang saling berhadapan.

Setelah berhenti di samping meja yang memiliki tinggi selutut dengan dirinya, Tetua Crolora segera berbalik badan di hadapan kami.

"Wahai Penyihir Agung, saya persilahkan anda untuk duduk terlebih dahulu."

Dengan badan yang tertunduk, Tetua Crolora mempersilahkan Kakak untuk duduk di kursi yang terlihat cukup lebar.

"Hmp!" gumam Kakak seraya menduduki kursi kayu tersebut.

'IS' FarmWhere stories live. Discover now