2.4

28 7 0
                                    

Sandara, hara, dan Junhyung saling menatap satu sama lain. Mereka baru saja akan berdiskusi sesuatu, namun diinterupsi oleh jejak-jejak besar di depan. Makhluk itu hampir melebihi ukuran pencakar langit. Sisik-sisik hijaunya mengilap di sepanjang tubuh hingga buntutnya. Ia mengeluarkan suara yang besar dan membahana, membuat semua pejalan kaki berlari ketakutan dan memekik-mekik.

Sandara masih dalam keadaan kaget. Ia mengangga menatap makhluk besar itu. Otaknya masih macet dan belum dapat mencerna apa yang sedang dilihatnya.

"Apakah itu-?" Hara tercekat. "Dinosaurus?"

Sandara masih menatap makhluk bersisik itu dengan kaget. Namun langkah-langkah besar makhluk hijau besar itu sudah mencapai pada mereka. Sandara tersadarkan oleh gema yang diakibatkan oleh langkahnya yang memecahkan aspal jalanan.

"Lari!" Ia berteriak. Hara dan Junhyung yang ternyata juga melongo segera berlari. Mereka bertiga lari terbirit-birit, kembali pada jalanan utama.

Namun itu ide yang buruk. Jalanan utama macet. Terlalu banyak pejalan kaki dan mobil. Junhyung yang mengambil inisiatif terlebih dahulu. Laki-laki itu berlari ke salah satu mobil yang diparkir di tepi jalan – sebuah porche hiitam mentereng, dan segera berseru memanggil Sandara serta Hara. Kedua gadis itu segera masuk ke dalam mobil, sedikit kesulitan ketika menjejal koper Sandara yang sudah tidak berbentuk.

Mobil segera melaju cepat setelah ketiganya masuk. Junhyung menyetir membelok di jalanan sebaliknya yang lebih sempit, namun Sandara tahu, Dinosaurus itu pasti masih mengejar mereka. Ini plotnya bukan? Mereka berada di dunia games. Merekalah lakonnya, dan lakon selalu di kejar oleh musuh.

Sandara mengutuk. Mengapa musuhnya dinosaurus? Ini sungguh tak adil, seperti pertarungan antara semut dan manusia. Dinosaurus itu hanya perlu menggerakkan jempol kakinya untuk melumat tubuh mereka bertiga.

Porche hitam itu masih melaju dengan kecepatan gila-gilaan. Bahkan secara sadar Junhyung menabrak beberapa mobil lain dan pejalan kaki. Sandara dan Hara memekik, namun mereka tidak dapat memprotes. Hanya saja ada suara-suara yang menganggu setiap mereka menabrak sesuatu. Sandara dapat mendengarnya sebagai, "merusak mobil, minus 1," atau, "menabrak manusia, minus 5." Tapi ia toh tak peduli.

Mobil itu terus melaju dan berdecit saat berbelok. Tubuh Sandara dan Hara yang mungil terpental beberapa kali, menabrak kaca, ataupun dasbor mobil. Sandara memiliki tantangan sendiri dengan memeluk kopernya agar tidak terbanting.

Tiba-tiba mobil berdecit berhenti. Junhyung memukul setirnya dengan kesal. "Sial! Jalan buntu!"

"Kau bilang kau tahu Manhattan!" protes Hara.

Junhyung menatap Hara kesal. "Kau tinggal di Seoul bukan berarti kau tidak pernah tersesat, 'kan?"

Sandara tahu Junhyung benar. Tapi jalan buntu di saat seperti ini bukan hal yang ia sukai. Gadis itu merinding. Ia baru saja teringat keperluannya. Sial. Bibirnya mengatup tertutup, menahan setiap tubuhnya yang memberontak.

"Apa yang harus kita lakukan? Kita akan mati!" jerit Hara frustasi. Mereka bertiga mulai mendengar dentuman-dentuman itu, dentuman langkah tuan Dinosaurus.

Setelah kepergian Junhyung, Hara menoleh pada Sandara. "Bagaimana dengan kita?'

"Ikut," Sandara menggigit bibirnya, seakan tidak setuju dengan jawabannya sendiri.

"Tapi kita sendiri, kita tidak mengerti caranya bertarung – kau tahu," Hara mengangkat bahunya.

Sandara mengangguk, ia tahu itu dengan pasti. Namun Sandara lelah. Ia tahu bahwa mereka tidak dapat terus berlari. Seperti contohnya sekarang, mereka pasti akan mendapat jalan buntu suatu waktu. Lagipula, gadis itu merasakan sesuatu di dalamnya ingin berlari untuk menghajar monster yang menganggu kedamaiannya itu. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang menjalar dalam tubuhnya ini. Adrenalin? Mungkin. Atau mungkin karena ia begitu inginnya ke toilet.

The Games LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang