Bagian Ke - 2

60 4 0
                                    

"Bapak seharusnya tidak boleh seperti itu," kataku.

“Iya aku mengakui kesalahan itu setelah pak polisi menjelaskan."
Pak Ma'sum masih melanjutkan ceritanya,

"Kemudian aku mendekati perempuan tersebut, yang tidak lain adalah ibu dari temanku yang bernama Rian. Beliau sedang berada di rumah tetangganya, sementara di rumahnya sendiri, sedang banyak petugas dari kepolisian yang entah sedang apa di sana. Suasana saat itu, begitu mengharukan sekali, aku yang tidak tahu apa-apa, ikut terbawa suasana. Ibu Rian, yang ketika aku melihat selalu mengusap air matanya, kini makin menjadi, riuh histeris seorang ibu-ibu menangis tak terbendung, suara tangisannya mungkin saja sampai terdengar ke jalan raya, membuat orang yang di luar semakin penasaran,"

"Dari cerita ibunya, Rian telah meninggal akibat menenggak racun serangga. Aku yang mendengar itu juga tidak begitu percaya akan perkataan ibunya. Namun, rasa penasaran itulah yang terus membawaku untuk mengetahui lebih dalam tentang sebab kematian Rian. Hingga akhirnya aku menanyakan kepada adiknya, yang bernama Fera."

“Fera, tolong ceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada kakakmu itu?” Ucap Pak Ma'sum mencoba menirukan perkataanya saat itu.

“Tentu Mas, tapi sebelumnya, Fera minta maaf karena belum sempat memberitahukan kabar ini ke Mas Ma’sum,”

“Oh, tidak apa-apa Fer, aku tahu,”

“Begini, jadi sekitar pukul 08.00 pagi tadi. Kakakku baru pulang kerja, Dia tampak kesal dan marah-marah tidak jelas di depan rumah kemudian masuk ke dalam dengan pintu ditutup sekeras-kerasnya hingga terdengar sampai kebelakang."

"Sebentar-sebentar," aku memotong,

"Bapak sempat menanyakan dengan siapa Rian marah-marah saat itu?" Pak Mas'um menggelengkan kepalanya. Ia masih melanjutkan ceritanya yang masih berbicara dengan Fera, adiknya Rian itu,

"Hari ini Kak Rian libur kerja dan dari pagi dia di kamar terus. Aku coba membangunkan kakaku untuk menawarkan makanan sekitar pukul 10.00 tapi tidak ada balasan juga, berkali-kali mengetuk pintu tetap juga tidak dibuka, sampai akhirnya aku kesal dan kemudian meminta duplikat kunci rumah yang ada pada ibu. Dan saat aku membukanya, kakaku sudah terbujur kaku di atas tempat tidur dengan mulut berbusa. Aku berteriak histeris melihat pemandangan itu, kemudian ibuku datang mencoba membangunkannya tapi tetap saja tidak bergerak sama sekali. Aku yang tidak tega melihat kondisinya seperti itu, langsung memanggil Mantri langganan kami. Tapi, setelah Mantri itu datang ia mengatakan bahwa kondisi kakakku sudah terlambat untuk ditolong. Mantri itu menyarankan memanggil polisi untuk melakukan autopsi dengan dokter yang lebih profesional supaya dapat diketahui lebih jelas apa penyebab kematian kakak. Sampai saat ini polisi masih menyelidikinya setelah mayat kakaku di bawa ke rumah sakit,” jelas Pak Ma'sum yang sudah tidak tahan lagi ingin meneteskan air mata.

“Begitulah, Riz keadaanya waktu itu,” Pak Ma'sum mengambil secarik tisu dan menyeka air mata yang diam-diam keluar. Aku menunggu, beberapa menit untuk jeda dari ceritanya, kemudian aku mengajukan beberapa pertanyaan ringan,

“Lantas bantuan apa yang ingin Pak Ma’sum harapkan sehingga datang ke tempat ini dan satu lagi, apa yang membuat bapak penasaran dengan kematian Rian?” kataku.

“Perlu kamu tau Riz, Rian adalah sahabat baikku dan aku benar-benar tidak menyangkanya bahwa dia akan melakukan hal semacam itu untuk mengakhiri hidupnya. Ada sesuatu yang mengganjal dipikiranku tentang kematiannya dan aku benar-benar membutuhkan bantuanmu untuk mengetahui masalah ini lebih jelas lagi sebelum sesuatu yang buruk terjadi padaku.”

"Maksudnya? Tolong jangan sampai obrolan ini berhenti sampai di sini?" aku mengancam.

"Maafkan Aku, Riz. Aku benar-benar takut jika kematian Rian ada sangkut pautnya dengan tragedi di masa lalu,"

"Apakah ada orang yang tidak suka dengan tindakan kalian di masa lalu?" ia terdiam.

“Bukankah kasus ini sudah berada di tangan kepolisian, dan lagipula tidak ada bukti yang mengarah ke situ, dari setiap penuturan yang Bapak sampaikan?” lanjutku.

“Memang benar, Riz, tapi aku memiliki pendapat yang lain,”

“Apa itu?”

“Saat itu, setelah selesai evakuasi TKP oleh kepolisian, aku menunggu kepastiannya selama beberapa hari. Setelah beberapa waktu akhirnya pihak kepolisian memberikan jawabannya. Dan apa yang disampaikan oleh polisi, itu sungguh sangat jauh berbeda dengan apa yang aku pikirkan Riz, aku tidak berani berkata apa-apa kepada polisi akan kekhawatiranku ini, karena aku takut salah. Namun setelah aku pikirkan, memendam hal seperti ini akan membuatku semakin terpuruk pada akhirnya, terlebih lagi pihak keluarganya yang tidak tau apa-apa mengenai cerita yang sebenarnya. Untuk itu, sebelum aku mengkonsultasikannya kepada polisi, aku mendatangimu untuk lebih meyakinkan apa yang aku pikirkan ini benar."

Pak Mas'um masih melanjutkan ceritanya,

"Di samping itu polisi mengatakan bahwa penyebab kematian Rian hanyalah murni karena kecelakaan biasa yang diakibatkan oleh rasa frustasinya di tempat kerja. Meminum racun dan akhirnya dia menghempaskan nafas terakhir. Menurutku, itu adalah kecerobohan yang mengada-ada, Riz,” sambung Pak Ma'sum.

“Lantas mengapa berpikiran seperti itu Pak?”

“Bagaimana tidak,” ia melemparkan tanganya ke depan, ia seperti tidak percaya dengan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh polisi.

Hal ini sangat wajar, mengingat pergaulannya sehari-hari selalu berhadapan dengan oknum-oknum polisi yang selalu meminta jatah juru parkir di pasar. Itu tidak bisa dihindari, meskipun banyak juga anggota polisi yang jujur dan setia menjunjung institusi Kepolisian Republik Indonesia, hal tersebut tidak lantas menjadikannya POLISI sebagai pelaku kejahatan. POLISI hanyalah wadah dan orang-orang di dalamnya bagaimanapun adalah manusia biasa yang juga sama seperti kita.

“Rian adalah orang yang baik, dan ramah terhadap semua orang, dia gigih dalam bekerja dan tidak pernah berkeluh kesah, Rian juga termasuk orang yang sangat mencintai pekerjaannya. Aku tidak sependapat dengan mereka yang menyatakan bahwa kematian Rian itu akibat depresi berat akibat pekerjaan, mereka juga menambahkan bahwa Rian selama ini menyimpan sebuah penyakit serius yaitu HIV AIDS, sehingga para keluarganya harus segera membersihkan pakaian-pakaian sisa korban termasuk barang-barang yang sering Rian kenakan agar tidak menular melalui udara. Aku benar-benar tidak terima, Fariz, terlebih lagi polisi hanya mengandalkan bukti-bukti yang bersangkutan dengan kematian Rian di sekitar TKP saja. Dan yang aku lihat tidak sedemikian itu.“

“Jangan terlalu meremehkan pekerjaan mereka Pak Mas’um. Mungkin saja itu benar,”

“Aku tidak bermaksud begitu,” sanggahnya.

"Lalu apa pendapatmu, Pak?

Misteri Kotak Impian - Oleh Fariz Edgar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang