6. Kami adalah Penjuru Besar

597 32 0
                                    

Kami datang sebagai orang-orang yang diidamkan calon mertua. Tidak, tidak, yang diidamkan semua orang.  Tubuh tinggi, tegap, tapi tetap hitam legam akibat panas matahari. Kaki kami pun jenjang, sangat pantas berada di pasukan Patriakara, Pasukan Ksatria Bagaskara yang notabene calon-calon Pembaris Muda.

Sayangnya, kami tidak sementereng itu, atau kami memang tidak mau dianggap sesempurna itu. Sebab dari kisah ini, kalian akan mengetahui betapa banyaknya kekurangan kami. Kata orang bijak, Kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Maka ketika kami datang dengan kelebihan, kami juga membawa kekurangan.

Kami berada di barisan terdepan, tiga orang berbaris, menjadi panutan saat kami di depan dan mengatur tempo. Katakan kami bergantian dengan penjuru kecil. Kalian tahu, penjuru kecil itu ada sebab kami terlalu melampaui batas.

Seringkali, posisi kami sebagai penjuru, meski yang sebenar-benarnya penjuru adalah yang paling depan yang paling kiri. Tapi kami acuan ritme gerakan dalam sebuah pasukan. Semua berjalan lancar ketika kami di depan, langkah kami sama, ritme kami pas, mereka yang di tengah hanya menurut pada kami. Sungguh menyenangkan bagi kami. Itulah keegoisan pikiran kami.

Pada nyatanya, tidak ada kata egois dalam Pasukan Ksatria Bagaskara. Kami ini pasukan bertujuh belas, bukan hanya kami 3 orang saja. Sekalinya kami tidak peduli dengan yang di belakang kami, pasukan akan bubar jalan meski tanpa aba-aba dari Danton.

Misalkan begini, akibat jenjangnya kaki kami, kami terbiasa melangkah dengan ukuran kaki kami. Sementara kami bertujuh belas datang dengan ukuran kaki yang berbeda. Ketika langkah kami lebih panjang, maka langkah orang lain belum tentu sepanjang kami. Katakan kami harus memikirkan langkah orang-orang yang lebih pendek dari kami. Oh, bukan bermaksud merendahkan, tapi saking dekatnya kami, berkata jujur dan saling memahami adalah tradisi.

Ketika kami melangkah dengan jarak langkah kami, maka di bagian belakang as known as penjuru kecil, tidak akan bisa mengikuti langkah kami. Langkahnya terkesan kecil sementara kami besar. Maka perbedaan jarak langkah mempengaruhi kerapian barisan. Pembaris Muda pasti tahu soal itu, terlebih jika barisannya macam grafik keuangan sebuah perusahaan. Dari bawah terus naik ke atas, posisinya miring.

Maka, bukankah egois bila kami tetap mengacu pada langkah kami? Jelas, kami akan merusak barisan jika berlaku egois.

Katakan kekurangan kami yang pertama adalah lebihnya ukuran kaki bila dibarengi dengan tingkat keegoisan yang tinggi akan berakibat fatal, sangat fatal.

"Yang penjuru besar dengarkan!" Mereka yang berkuasa berteriak lagi dan lagi di tepi lapangan. Sudah biasa, itu artinya mereka memperhatikan kami. Salah ketika mereka tidak berteriak dari tempatnya, itu artinya mereka tidak fokus pada kami.

Maka, pesan terbaik dari kami penjuru besar, jika ada orang yang meneriakimu tentang keburukan sejatinya mereka adalah orang yang paling memperhatikanmu.

"Kalian itu jangan egois! Kalau habis belok kanan, langkahnya dipersempit tapi jangan terlihat ditahan! Pikirkan penjuru kecil, langkah mereka jadi melebihi batas karena kalian terlalu egois!"

Semacam itu teriakan para senior, mereka yang berkuasa dari tepi lapangan. Sering kali telinga kami mendengar itu, sering kali pula kami memperbaiki itu. Tapi sebagai manusia biasa, rasa kesal itu terkadang ada. Orang sok suci semacam apapun masih punya rasa kesal setidaknya sekali. Tapi rasa kesal itu tidak pernah lama. Ketika kami ingat akan mimpi, hukum alam, kebersamaan, kebanggaan, juara, ingat semua teman-teman kami, semua rasa kesal itu luruh bersamaan dengan kokohnya semangat dalam berproses.

"Iya, tolong agak dipersempit sedikit ya langkahnya, okelah itu memang sudah jenjang kaki kalian yang panjang tapi masalahnya, kami memperpanjang langkahpun terkadang sulit mengimbangi langkah kalian. Alhasil jarak penjuru kecil dengan depannya satu lengan lebih dari dua kepal tangan," protes mereka para penjuru kecil.

"Maaf, akan kami perbaiki. Mari kita coba lagi," begitulah akhirnya jawaban kami. Memang apa yang bisa dilakukan seseorang yang melakukan kesalahan selain meminta maaf dan memperbaiki kesalahannya? Mau saling menyalahkan terus menerus? Tidak bisa. Hanya orang-orang yang mengaku berpendidikan yang begitu, padahal sejatinya dia hanya bersekolah.

Terutama bagi kami, pasukan Ksatria Bagaskara, kami tidak dididik untuk bersekolah, kami dididik untuk berpendidikan. Tak hanya paham teori, tapi mengerti tentang karakter, mental, tata krama dan yang pasti anti korupsi. Maka kami berjiwa besar sebab itu.

Kekurangan lain kami mungkin soal badan yang sedikit membungkuk di bagian bahu. Bukan berarti yang lain tidak membungkuk, ada beberapa yang membungkuk, tapi akan menjadi kesalahan besar ketika covernya saja sudah membungkuk. Terkadang, orang yang tinggi tidak berarti datang dengan badan bak Paspampres dari TNI AD. Beberapa dari kami, datang dengan bahu yang condong ke depan, tegap? Tidak.

Tapi kami bukan orang yang lemah, menyerah atas mimpi yang bahkan belum terjamah. Maka bagaimanapun kekurangan kami, kami akan memperbaikinya, meski tidak sempurna sebab kembali lagi bahwa hanya Allah SWT yang paling sempurna. Kami memang belum yang terbaik, tapi di sini kami diajarkan untuk berproses menjadi lebih baik.

Ini sepenggal kisah kami menuju Lomba PBB dan TUB tingkat kabupaten Karanganyar. Sepenggal cerita dari kami Penjuru Besar yang dianggap paling wah padahal sejatinya tanpa pasukan di belakang kami, kami bukan apa-apa. Layaknya pemain sepakbola pada posisi striker, sebanyak apapun dia mencetak gol dan terlihat keren di mata suporter mereka, tanpa adanya gelandang serang, gelandang bertahan, bek maupun kiper, gol itu tidak berarti apapun. Maka kami, tanpa pasukan tengah dan penjuru kecil, tiada yang namanya kekuatan, juara di pelupuk mata pun tidak bisa diraih.

H-1 Minggu dan kami masih amburadul, memperbaiki banyak hal yang kurang. Baik unsur gerakan, aba-aba ataupun kekompakan tim. Rasanya masih sangat kurang.

Hanyalah penggalan sedikit tentang kami, sebab mengenal bertujuh belas tidak akan mudah. Kini kenallah kami sebagai penjuru besar, bagian dari Paski Patriakara, kontingen SKANDAKRA (SMK Negeri 2 Karanganyar). Lebih gaul lagi, Jengglong Internasional School.

Izinkan kami berproses dulu, kenallah yang lain selain kami.

Salam Pembaris Muda, salam Ksatria Bagaskara.

🚶🚶🚶🚶🚶

Bukan menjadi yang sempurna, cukup buat mimpi itu menjadi sangat nyata
Begitulah kami biasa berkata
-Ksatria Bagaskara-

PATRIAKARAWhere stories live. Discover now