3. Ditempa

968 62 5
                                    

Undangan perlombaan telah datang, berikut beberapa lembar lampiran mengenai aba-aba yang harus kami laksanakan dalam sepetak lapangan. Mungkin sekitar 74 gerakan, baik gerakan dasar, gerakan perubahan arah, gerakan berhenti ke berjalan, berjalan ke berjalan, dan berjalan ke berhenti.

Kini menjadi awal langkah kami menentukan pilihan, apakah akan menyerah atau bekerja keras melanjutkan tradisi juara? Pilihan itu ada di kami dan keinginan saja tidak cukup. Harus ada kemauan bersama dengan tekad dalam memilih. Ucapan? Heh, mereka yang berkuasa tidak mempercayai ucapan melainkan tindakan.

Jika perlombaan telah menjadi sebuah wacana yang akan terlaksana, maka itu artinya kami siap untuk ditempa di tanah lapang bersiap ke medan perang. Itu artinya pula, badai seleksi alam yang sesungguhnya telah dimulai. Bagaimana kuatnya kami bertahan akan diuji.

Ditempa yang pertama ialah kami akan bekerja keras lebih dari biasanya. Tangan yang mengayun lebih banyak dari biasanya, kaki yang menghentak lebih keras dari biasanya, badan yang memutar lebih banyak dari biasanya, mulut yang terkunci lebih banyak dari biasanya. Semua lebih dari biasanya.

Dimulai dengan lari kecil mengelilingi lapangan tenis 3 kali, dilanjut dengan lari sprint. Setelahnya kami harus melakukan push up sebanyak 20 kali, sit up dengan jumlah yang sama, back up juga dengan jumlah yang sama. Biasanya pemanasan tidak sepanas itu. Belum lagi harus jalan kepiting, jalan jinjit dan yang lainnya.

Diantara kalian pasti berpikir, itu menyiksa sekali. Awalnya bagi kami yang tidak pernah bekerja keras memang iya, berat sekali. Minggu pertama badan kami rasanya segera patah dan roboh. Otot lengan terbentuk, sakitnya minta ampun. Otot kaki dari telapak hingga paha semua terbentuk, mengeras. Sakit sudah di sekujur tubuh kami.

Lantas Minggu kedua, kami mulai terbiasa, Minggu ketiga dan selanjutnya, kami akan semakin menikmatinya. Jika kalian mengeluh dengan apa yang kami lakukan, kalian hanya orang-orang lemah yang tidak pernah bergerak. Sama seperti saat kami yang mengeluh untuk pertama kalinya. Pada akhirnya, kalian akan menjadi orang yang kuat.

Latihan intensif dimulai pukul 12.30 hingga pukul 17.00 WIB, itu akan berlangsung selama dua Minggu, lantas selanjutnya latihan akan dimulai dari pukul 07.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB. Seterusnya sampai masa perang itu datang. Inilah yang namanya ditempa dan seleksi alam yang sesungguhnya.

Kami yang sampai di masa ini, hanya berduapuluh sudah cukup hebat, tapi akan lebih hebat lagi jika kami mampu melewati masa ini hingga menjadi senior di masa yang akan datang dalam keadaan yang utuh.

Timbul sebuah lagu yang kurang lebih semacam  ini, penyemangat kami saat lelah menghampiri.

"Saya tahan sakit, sakit, sampai masuk rumah sakit. Saya tahan menderita siang malam ku ditempa. Walau diriku ditempa hatiku slalu gembira, gembira, gembira selamanya."

Hanya berduapuluh dan ditambah lagi dengan senior kelas XI sudah ada 30 orang. Itu artinya akan membuang banyak orang untuk menentukan 20 orang sebagai calon juara. Hanya dibutuhkan 17 orang dalam pasukan, 1 orang Danton, 2 orang cadangan.

Namun, tidak akan perlu membuang orang sebanyak itu jika dalam waktu ditempa banyak yang memutuskan untuk menyerah. Sepertinya tidak ada sebab semua ingin mendapat nama, tapi hanya sebagian yang ingin merubah dirinya. Niat yang salah diantara kami.

Dalam masa ditempa ini, mereka memilih siapa diantara kami yang pantas. Bukan hanya soal gerakan, tapi soal etika kami pada mereka. Memang siapa senior masa kini yang mau melatih juniornya tetapi sang junior tidak pernah menghargainya? Tidak ada.

Mereka, para senior kelas XII itu bukan dukun tapi mereka bisa tahu mana yang tulus dan mana yang tidak. Mereka seolah diberkahi bekal hebat oleh Tuhan. 

Selain mereka yang memilih, datang pula alumni dari berbagai lintas generasi. Para alumni itu ikut menentukan, siapa saja yang pantas masuk ke dalam barisan. Hebatnya PATRIAKARA ialah semua generasi masih saling berkomunikasi. Bahkan dari lulusan tahun 2012 masih dekat dengan kami.

Terlepas dari itu, sudah kami katakan bahwa masa satu bulan mendekati lomba ialah seleksi alam yang paling berat dan sesungguhnya. Sebab di sini hanya akan dipilih 20 orang dan membuang sisanya. Maka sisa dari yang terbuang akan diseleksi oleh alam. Apakah kami yang terbuang masih bisa bertahan hingga menjadi seorang senior? Ataukah kami memilih menyerah sebab kami tidak terpilih masuk dalam barisan?

Untuk kami yang tidak terbuang, ada pula seleksi yang alam lakukan. Apakah kami akan terbuai dan cukup puas dengan hasil? Atau kami masih mau menularkan ilmu di kemudian hari? Sebab yang terjadi di sini, banyak orang terbuai oleh semilir angin di puncak. Mereka akan terus berada di puncak dan tidak mau berbagi dengan yang di bawah.

Bahasa kasarnya begini, hari ini kami masuk tim inti, tim utama, lantas kami juara entah berapapun angkanya. Selanjutnya kami akan ikut seleksi paskibraka kabupaten ataupun provinsi. Dan kekuatan kami terbuai dari angin diuji. Setelah mendapat semua hal yang mentereng, akankah kami tersenyum dan berbangga, ataukah kami ikut prihatin untuk kelangsungan Paski Patriakara selanjutnya?

Seleksi alam seteleh pemutusan tim inti masih ada lagi, saat seleksi paskibraka kabupaten atau provinsi, alam akan menyeleksinya lagi. Setelah itu kembali ke sekolah, ataukah memilih menjadi bagian dari Paski Patriakara atau anggota murni Purna Paskibraka Indonesia (keluar dari Paski Patriakara sebab telah mendapatkan mimpinya). Selanjutnya dan selanjutnya.

Toh seleksi alam tetap terjadi sampai kami mati. Menjadi alumni pun kami akan tetap diseleksi oleh alam, sadar atau tidak begitulah nyatanya keluarga kami. Hanya alam yang mampu menyeleksi kami.

Selama satu bulan, ini kami masih bertigapuluh, 20 adalah kami dan 10 kelas XI yang bergabung. Jangan dihitung banyaknya, hitung saja nanti yang tersisa. Dengan ditempa dan seleksi alam lanjutan siapa yang bisa bertahan. 

Kelak, dua Minggu yang akan datang, nama kami yang siap terbang akan disebutkan. Hanya 20 orang terpilih, maka kami harus menunjukkan yang terbaik. Sakit dalam masa tempa, lupakan saja, kami harus bisa menembus seleksi dari mereka, bukan dari alam.

Sebagai penutup pada bab ini, marilah ikut bersorak bersama kami.

"Tiap hari dibina dan ditempa di tanah lapang, kulempar ke medan perang. Ksatria Bagaskara, itulah lambang kebanggaan kita. Mari kawan, kita semua kobarkan api perjuangan."

Hanyalah semangat kami ditempa baik mental dan fisik, semangat kami pula ketika alam mulai menyeleksi kami. Menjadi yang terkuat untuk mimpi-mimpi kami.

🚶🚶🚶🚶🚶

Ketika kami memutuskan untuk bermimpi, kami tidak peduli lelah-letih dapat menumbangkan tubuh kami
-Ksatria Bagaskara-

PATRIAKARAWhere stories live. Discover now