Auriga mendongak, "Boleh. Jam berapa?"

"Jam tujuh gimana?"

Semuanya mengangguk setuju, kecuali Azura. Ia mempunyai firasat tidak enak, entah itu apa. Tapi sekarang Azura benar-benar takut. Ia menatap lekat-lekat Auriga yang ada di depannya. Apa Auriga akan terus selalu bersama untuk menemaninya?

Di tempat lain, Putu bersama ketiga pria yang duduk di hadapannya sudah merencanakan sesuatu.

"Beres!"

Putu tersenyum puas saat rencananya nanti malam akan terlaksana. Ia tadi tidak sengaja mendengar percakapan Azura dan Auriga lewat telepon. Katanya, mereka dan teman-temannya akan mengunjungi kafe Andromeda untuk sekedar berkumpul.

Putu kembali menatap ketiga pria berbadan kekar itu, "Gue pengen Azura ngeliat sendiri. Jangan sampai semuanya gagal. Soal uang, udah gue urus."

Ketiga pria itu tersenyum puas. Kini mereka hanya menunggu untuk malam nanti tiba. Malam dimana semuanya akan berakhir.

ΦΦΦ

"Ra."

Azura menoleh pada Auriga yang dari tadi sudah menggenggam tangannya dengan erat. Seolah takut ditinggal jauh oleh dirinya sendiri. Auriga sangat senang melihat Azura dari tadi tersenyum menatap sahabat-sahabat lainnya yang mengobrol diiringi tawa renyah dari lainnya.

"Iya?"

"Seneng banget ya malam ini?"

"Pasti dong! Kan ada elo sama semuanya. Paket komplit buat ngumpul terakhir kali," jawab Azura tanpa melepas tatapan pada sahabatnya.

"Azura," panggil Auriga lagi.

Kali ini Azura menoleh sepenuhnya pada Auriga yang menatapnya serius. Ia menaikkan kedua alisnya ketika Auriga melepas kaitan jarinya dan mengeluarkan sepucuk kertas yang sudah dilipat rapi itu. Auriga memberikan kertas itu dengan senyuman hangatnya.

"Jangan dibaca dulu kalo ada gue," ucapnya.

"Kenapa?"

"Ya nggak papa. Pokoknya kalo ada gue, jangan dibaca."

Azura tersenyum dan kembali mengaitkan jarinya ke sela-sela jari Auriga. Ia menatap gadisnya itu dengan sendu. Auriga hanya takut, jika ini terakhir kalinya Ia melihat Azura tersenyum bahagia. Tanpa sadar, jari-jari Auriga sudah menelusuri wajah cantik milik Azura itu.

"Gue cuma takut, Ra," ujar Auriga masih sibuk menyentuh pipi Azura.

Azura kembali menghadap Auriga, dahinya berkerut karena bingung dengan ucapan Auriga. Ia bertambah erat memegangi tangan cowoknya itu.

"Gue takut kalo gue nggak bisa liat lo senyum lagi," lanjutnya.

Azura mengeluarkan satu tetes air matanya. Ia menggigit bibir bawah, karena dirinya sendiri juga sangat takut jika ini terakhir kalinya Ia melihat Auriga.

"Jangan nangis, sayang."

Azura menahan tangisnya dan segera mengalihkan pandangan ke sahabatnya yang lain. Mereka semua sudah bersiap keluar dari kafe. Azura dan Auriga juga mengikutinya keluar setelah Tarendra membayar semua pesanan di meja mereka.

Game Over (Completed)Where stories live. Discover now