4. Little Girl, Marsya

Bắt đầu từ đầu
                                    

Sesekali Harris melirik Erika. Ada kerinduan yang juga ia pendam untuk istrinya. Erika terlihat lebih cantik. Dia masih lembut seperti dulu. Tapi hatinya dingin. Mungkin sudah nyaris membeku. Terlalu dingin untuk di sentuh.

Sambil menggendong Marsya, Harris duduk di sofa. Ia ingin mencoba mencairkan suasana.

"Tehnya, Mas. Mumpung masih hangat." ujar Erika sambil merapikan toples kue di atas meja.

"Makasih, sayang. Pasti teh buatan kamu enak banget ." jawab Harris seperti sebelum-sebelumnya.

Sebenarnya Harris tipe suami romantis. Namun sayang, romantisnya bukan hanya ke istrinya. Ke perempuan lain juga. Dan itu sangat menyedihkan bagi Erika. Hanya Harris sendiri yang tahu, sebenarnya sikap romantis yang tulus itu hanya untuk siapa.

Erika tetap memasang wajah dengan ekspresi datar. Senyum yang sangat tipis. Seperti hampir senyum tapi tidak jadi.

"Erika, aku sudah banyak berubah sekarang.  Maafkan aku. Aku tidak tahu kesalahan mana, yang telah membuatmu marah." Harris berusaha membuka pembicaraan yang serius dengan hati-hati.

"Sudahlah, Mas. Sulit untuk dijelaskan. Sepertinya lebih baik kita berpisah saja." Jelas Erika langsung pada poinnya.

"Kesalahan besar apa yang aku lakukan? Sampai sebesar itu bencimu padaku, Erika!" Harris mulai emosi.

"Cukup, Mas! Kita sudah sering bahas sebelumnya. Tapi selalu berakhir dengan pertengkaran. Kamu benar-benar egois, Mas. Makanya aku malas berdebat denganmu!" Jawab Erika langsung berdiri untuk menahan rasa marahnya.

Harris kacau sekali. Dia merasa Erika terlalu membesar-besarkan masalah. Tapi ada benarnya juga, dari dulu mereka sering gagal membuat kesepakatan. Tak pernah diskusi enak dan berakhir nyaman. Seandaianya memilih suatu keputusan, bukan karena hasil pembicaraan. Tapi karena mengalah salah satunya. Dan itu menyisakan kegundahan di hati mereka.

Mungkin sudah tertimbun lama. Semakin menumpuk. Akhirnya Erika tak punya ruang untuk menyimpan kegundahan hatinya.

Harris mulai berpikir untuk berhenti bertanya. Mungkin saatnya Harris interospeksi diri.

"Maafkan Aku. Aku mungkin bukan lelaki sempurna seperti harapanmu. Tapi lihat Marsya, dia butuh kita?" pinta Harris lagi.

"Marsya  baik-baik saja, Mas. Sejak kapan mas begitu perduli. Bukankah selama ini juga dia sering jauh darimu. Kami baik-baik saja." Jelas Erika tanpa perduli Harris marah atau tidak.

Harris menarik napas panjang kembali. Dia merasa kesulitan mencari celah untuk melelehkan kebekuan hati Erika.

"Ok, aku coba memahamimu sekarang. Tapi izinkan aku membawa Marsya satu hari saja. Aku janji, besok sore akan mengantarnya lagi padamu." ujar Harris dengan nada memohon.

Erika diam sambil menatap Harris. Sepertinya ia tidak rela. Namun melihat Marsya yang selalu memeluk Harris, akhirnya Erika menyerah.

"Baiklah. Tapi janji, besok sore Marsya harus pulang." jawab Erika.

Harris mengangguk. Marsya bersorak gembira karena akan jalan bersama papanya. Marsya yang masih tiga  tahun itu, belum mengerti apa yang terjadi dengan kedua orangtuanya. Yang ia tahu, selama ini papanya bekerja di luar kota.

Erika menyiapkan pakaian dan keperluan Marsya. Sementara itu Harris makan siang bersama anaknya. Harris menyuapi Marsya dengan sabar.

Harris tidak habis pikir, sebenarnya ia sangat menginginkan keluarga kecilnya bisa bersatu lagi. Namun karena cintanya pada Erika, Harris tidak mungkin memaksakan kehendaknya jika Erika tidak bahagia.

Heart BreakerNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ