ZEVANYA : Part 9 a

166 35 15
                                    

Kandahar

Mobil yang membawa keluarga Avery dan keluarga Bouttier tiba di sebuah lorong perumahan yang lumayan padat penduduk.
Sam turun dari mobil dan langsung di sambut oleh Momen, sahabatnya. Pria itu sudah menyiapkan anggotanya. Sekilas anggota-anggota Momen terlihat seperti warga biasa namun sebenarnya mereka adalah pria-pria bersenjata yang di tugaskan untuk mengawasi keluarga Avery dan keluarga Bouttier.

Stefan dan Maxime di giring keluar dengan keadaan babak belur. Kedua pria itu di tempatkan di ruangan bawah tanah.
Anda, Yuki dan Zeva ditempatkan di ruangan paling atas di rumah itu.
Berulang kali tubuh Anda merosot hingga membuat Yuki dan Zeva dalam keadaan mata tertutup dan tangan terikat berusaha membopong tubuh Anda.
Zeva merasakan hembusan angin menerpa wajahnya, hingga membuatnya dengan mudah menebak kemana arah angin itu berada.
Kalau ia tidak salah dengar, rekan Sam menggunakan bahasa yang familiar di pendengarannya.
Zeva mempertajam pendengarannya. Diruangan itu hanya tinggal dirinya, Yuki dan Anda. Pria yang bertugas menjaga mereka ada didepan pintu.
Zeva pun mendekat ke arah Anda dan Yuki. "Mama, aunty. Kita harus saling bantu buat buka penutup kepala ini. Mama sama aunty bisa kan?" Tanyanya berbisik.

"Gimana caranya nak, tangan mama juga terikat." Ucap Anda ikut berbisik.

"Ya udah, Zeva berdiri dibelakang tante terus nunduk ya biar tante bisa gampang lepasinnya." Usul Yuki.

Zeva mengerti. Gadis itu segera menunduk dibelakang Yuki. "Aunty, aku udah siap." Bisik Zeva.

Yuki segera menggunakan jari-jarinya berusaha untuk membuka penutup kepala Zeva dan berhasil.
Zeva tampak menghirup nafas dengan bebas. Wajah cantiknya memerah karena pengap. Kali ini gilirannya membuka penutup wajah Anda dan Yuki.

***

Didalam pesawat, Dzenan, Abian dan Kyle tampak berdiskusi.

"Laporan terakhir mendaratnya helikopter ada di daerah sekitar sini." Ucap Abian sembari menunjuk sebuah kota pada peta.

"Jadi perkiraan kapten, daddy dan om Max di bawa ke sekitar Kandahar?" Tanya Kyle serius.

Abian mengangguk mengiyakan. Ia menoleh melihat Dzenan.
"Apa pendapat mu?" Tanyanya pada Dzenan.

"Ini jelas jebakan Kap. Semua yang mereka sandera, sebagai umpan untuk Dzenan dan Kyle. Setelah kita masuk dalam perangkap nyawa kita semua pasti berakhir." Sahut Dzenan serius.

"Kamu benar. Karena itu kita harus bertindak hati-hati dan cari tau keberadaan sandera yang lebih pasti." Balas Abian. Ia tampak berpikir sejenak kemudian mulai mengingat sesuatu.
"Momen.." Gumam Abian. "Pasti disana."

"Kapten ngomong apa?" Tanya Kyle bingung.
Abian tersenyum. "Kita sudah punya tujuan yang pasti." Ucapnya dengan senyum penuh arti.

***

Sam memperhatikan jam ditangannya. Pria itu tampak tak sabar menunggu kehadiran Kyle dan Dzenan.
Salah satu mata-matanya berhasil memberikan informasi bahwa Dzenan dan Kyle dibawah pimpinan Abian mulai bergerak. Mata-matanya itu bahkan berhasil menyusup menjadi anggota Abian untuk pembebasan sandera.
Senyum puas terukir diwajahnya karena sebentar lagi, dendamnya akan terbalaskan.

"Boss, kopi?" Tawar Rangga.

Sam menoleh ke arah Rangga. Senyuman masih belum pudar dari wajahnya. "Henh. Buatkan kopi satu buat saya." Ucapnya.

Rangga ikut tersenyum. Setidaknya ia merasa senang karena orang yang dulu berjasa menyelamatkan hidupnya, kini bisa kembali tersenyum. "Baik boss. Kopi segera datang." Sahut Rangga.

Sementara itu, Stefan dan Maxime tampak saling membantu untuk membuka penutup kepala mereka. Setelah berhasil Stefan beralih melepas ikatan di kaki Maxime. Sebaliknya, Maxime juga melakukan hal yang sama. Sayang, tangan mereka diborgol jadi tak akan mudah melepasnya seperti melepas tali di kaki mereka.

"Ini markasnya Momen. Daerah ini agak terpencil. Kita pasti kesusahan untuk ke kota." Ucap Maxime berbisik.

"Kita punya jalan rahasia kan? Kita akan lebih aman kalau lewat sana. Sekarang kita harus keluar dulu dari sini dan kabari anak-anak." Balas Stefan berbisik.

Maxime mendongak melihat sebuah penutup yang terbuat dari batu untuk menghalangi jalan keluar mereka dari ruang bawah tanah.
Keluar melalui jalan itu sangat berbahaya bagi mereka. Apa lagi mereka sedang tidak membawa senjata apapun. Maxime kembali menolehkan kepalanya melihat celah manapun yang bisa digunakannya sebagai jalan keluar. Pandangnya terhenti ketika melihat sebuah cerobong asap yang ukurannya lumayan bisa memuat sebesar tubuh orang dewasa. Ia berjalan mendekati cerobong itu dan tersenyum. Ternyata cerobong itu telah didesain sedemikian rupa sebagai jalan keluar yang tersembunyi.

"Kita keluar lewat sana. Bawa apapun yang bisa kita gunakan sebagai senjata." Usul Maxime. Stefan mengangguk paham. Ia mengambil dua buah tali dari sepatu yang ada disana sedangkan Maxime mengambil potongan besi kecil.

Di ruangan paling atas. Zeva berhasil membuka penutup wajah Anda dan Yuki. Gadis itu berjalan menuju jendela besar dihadapannya. Dilihatnya ke kanan dan ke kiri. Ada sebuah pijakan dari tembok yang menonjol.
Ia kembali melirik Yuki dan Anda. Mata Zeva tertuju pada jepit besi yang digunakan Anda. Ia pun meminta jepit itu dari Anda lalu membentuknya sedemikian rupa untuk membuka borgol ditangan mereka. Setelah berhasil, Zeva menyatukan borgol-borgol itu agar lebih memanjang.

"Mama sama Aunty bertahan disini. Tunggu sampai Zeva dapat bantuan." Ucap Zeva.

Anda membelalakan matanya sempurna. Ia menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak sayang. Jangan nekat. Kamu gak punya senjata dan diluar sana musuh kita bukan cuma satu." Ucap Anda dengan nada bergetar.
Zeva menggenggam tangan mamanya erat. Berusaha untuk menenangkan mamanya. "Zeva keluar lewat jendela ma. Mama jangan khawatir. Zeva harus cari bantuan. Mama dan Aunty harus bertahan. Sebentar lagi daddy sama uncle Stefan pasti selamatin mama dan aunty." Ucapnya bersungguh-sungguh.
Yuki menghela nafasnya cukup panjang. Melihat keberaniam Zeva membuatnya kembali teringat masa-masa saat ia diculik dulu. Beruntung Yuki dibantu oleh salah satu anggota Stefan. Akankah Zeva juga seberuntung nasibnya? Yuki meringis. Ia tidak tau tapi yang pasti dalam hati ia mendoakan Zeva.

Zeva sudah pergi ke arah jendela. Dengan keberanian yang ia miliki, ia mulai berjalan merambat berpegangan pada pijakan dari dinding yang menonjol. Angin berhembus kencang hingga membuat tangan Zeva gemetaran. Gadis berulang kali menghela nafasnya. Ia menyemangati dirinya kalau sebentar lagi ia akan sampai diruangan sebelah.
Beberapa menit berjalan mengadu nyali, Zeva akhirnya sampai pada sebuah ruangan kosong. Tidak ruangan itu tidak sepenuhnya kosong. Ada seorang pria tertidur dengan memeluk senjatanya.
Zeva mulai masuk ke dalam ruangan itu dengan gerakan pelan. Ia mendekati pria itu secara perlahan-lahan dan saat pria itu hendak bangun Zeva sudah lebih dulu mematahkan lehernya. Zeva membuka jaket pria itu dan menemukan sangkur serta persediaan peluru. Tak butuh waktu lama semua benda yang ada pada pria itu -benda berguna untuk melawan anak buah Sam- telah berpindah pada Zeva.
Zeva mengambil ponsel pria itu dan mencari alamat KBRI. Setelahnya ia bergegas cepat kembali berjalan melewati jendela. Ia melihat sebuah mobil dan beberapa pasukan Sam yang baru saja keluar dari sana. Ia menghela nafasnya sejenak memutar otak agar bisa mendapat cara merebut mobil itu.

***

Pasukan Abian telah tiba di Kandahar. Mereka semua telah menyamar menjadi seorang turis.
Abian memberi kode pada pasukannya agar memasuki tiap-tiap mobil yang telah disiapkan oleh pasukannya yang terbagi dalam 3 kelompok.
Dzenan dan Kyle kali ini harus berpisah.
Kyle bersama Abian, sedangkan Dzenan bersama pasukan lainnya.
Mereka semua telah memasuki mobil menuju ke tempat yang telah diberitahukan oleh Abian.

ZEVANYAWhere stories live. Discover now