ZEVANYA : Part 1

556 53 12
                                    

21 tahun berlalu, Sam terbebas dari penjara. Pria paruh baya berusia 51 tahun itu sudah di jemput oleh beberapa pria berpakaian hitam yang merupakan anggotanya.

"Bos kita langsung ke markas atau mampir dulu ke bar?" Tanya salah satu pria bernama Rangga yang merupakan anggota dari Sam.

"Kita ke bar." Jawab Sam tanpa menoleh. Untuk pertama kalinya dalam 21 tahun, pria itu menatap ramainya kota Jakarta. Wajahnya terlihat sedih namun datar.

Rangga menghembuskan nafasnya perlahan. Ia merasa iba pada atasannya itu.

21 tahun yang lalu mereka bertugas di Kandahar dan bekerja sama dengan beberapa pedagang senjata ilegal disana. Awalnya bisnis mereka berjalan lancar, tapi sayang. Bisnis itu harus hancur karena Kapten Stefan yang kini telah menjadi seorang Mayjend bekerja sama dengan Kolonel Maxime untuk menggalkan usaha mereka.
Kejadian itu berujung pada kematian tragis keluarga Sam. Rekan bisnis Sam membantai semua keluarganya termasuk anaknya yang saat itu baru saja lahir. Itu dilakukan rekannya karena Sam telah ceroboh hingga membuat mereka semua dalam keadaan berbahaya. Rekan bisnis Sam berhasil kabur dan naas bagi Sam. Ia harus mendekam di penjara selama 21 tahun dan 3 tahun yang lalu Sam berhasil menyuruh anggotanya untuk membunuh orang-orang yang telah membantai keluarganya. Kali ini giliran keluarga Stefan dan keluarga Maxime yang menjadi incarannya. Pria itu bahkan sudah mulai bergerak sejak sehari yang lalu.
Sam mengambil selembar foto berisi foto keluarga Stefan dan keluarga Maxime. Ia tersenyum sinis melihat betapa bahagianya kedua keluarga itu di foto karena merayakan kelulusan Kyle dan Zevanya setelah 4 tahun menjalani pendidikan di akademi militer.

"Sekarang kalian masih bisa tersenyum. Tapi nanti lihat saja. Senyum itu pasti akan berubah menjadi tangisan." Gumamnya lalu merobek foto itu dengan brutal.

***

Kyle dan Dzenan menuruni tangga. Kakak beradik itu sesekali mengobrol sambil tertawa entah apa yang mereka obrolkan.

"Kyle, Dzenan.."

Perhatian keduanya teralih ke depan ketika mendengar seseorang memanggil nama mereka.

"Lho ndan, sejak kapan di sini?" Tanya Dzenan sedikit terkejut karena melihat Abian, komandannya sudah bersiap-siap hendak pulang. Disana juga ada Stefan dan Yuki. Sepertinya Abian, ayah dan ibu mereka baru saja mengobrolkan sesuatu.

"Ndan udah mau pulang nih?" Giliran si bungsu Kyle yang bertanya.

Abian mengangguk mengiyakan. "Balik dulu ya. Sampai jumpa besok. Jangan lupa. Awas kalau terlambat."  Ancam Abian.

"Siap komandan." Balas Dzenan dan Kyle bersamaan, mereka memberi hormat pada Abian.

Kedua pria itu memang telah memiliki janji untuk untuk pergu nge-gym bersama Abian di tempat langganan mereka.
Sejak dulu Abian memang akrab dengan anak-anak Stefan. Ia bahkan sering menggabiskan waktu bersama kakak beradik itu yang telah di anggapnya seperti anak sendiri.

"Ndan, dok saya pamit dulu. Terimakasih atas jamuannya." Ucap Abian sopan. Pria itu berpamitan pada Yuki dan juga Stefan.

"Iya kap, makasih lho ya udah ngelatih anak-anak saya sampai mereka sesukses sekarang." Ucap Yuki tulus.

Abian tersenyum kikuk. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Saya cuma ngelatih dok. Tapi bisa atau tidaknya itu karena kemampuan mereka. Saya bangga sama mereka." Sahut Abian.

Stefan menepuk-nepuk bahu Abian, pria paruh baya yang masih terlihat tampan di usianya itu tersenyum ke arah Abian. "Pokoknya saya dan istri makasih banyak ke kamu Kap. Hati-hati jalan. Salam buat anak istri di rumah." Ucapnya.

ZEVANYAWhere stories live. Discover now