BAB 01

1.5K 138 27
                                    

"Gimana, Gi?"

Nigi menyipitkan mata, memerhatikan dengan saksama dua sosok di depannya yang sedang asik berbincang sambil sesekali tertawa.

Sosok itu adalah Radit dan Fika, target dari klien Nigi hari ini.

"Mereka lagi deket," simpul Nigi kemudian. Mengakhiri hasil observasinya barusan.

Putri menganga. Tak percaya. "Serius?!" pekiknya histeris.

Putri bagai dipukul telak!

Sebulan penuh Radit mendekatinya, mengirim ribuan pesan berisi gombalan receh, serta rutin apel setiap malam Minggu.

Lalu sekarang, ketika akhirnya Putri luluh dan bersiap untuk membuka tangan, Radit malah asik-asikan dengan yang baru, gitu?!

Putri jelas tidak terima. Emangnya dia brosur ajakan bimbel apa, bisa dibuang gitu aja?

"Coba lo perhatiin si Radit baik-baik, Put," titah Nigi kemudian. Polahnya kelewat serius dari intel yang sedang bertugas memata-matai musuh. "Setiap dia ngomong, badannya pasti condong ke depan. Matanya juga selalu fokus ngeliat ke muka Fika, enggak jelalatan ke arah lain. Terus selama Fika ngomong, Radit pasti selalu senyum sama ketawa. Itu udah fix ciri-ciri cowok yang lagi naksir sama cewek. Atau minimal, si cowok punya rasa tertarik lah ke si cewek."

Bagai disambar petir, bola mata Putri langsung memercikan api. Tangannya perlahan terkepal. Wajahnya berubah merah padam.

"Kalau si Fika gimana, Gi?" tanya Putri kemudian.

"Fika, ya..." Nigi langsung menggeser pandangannya ke Fika, si cewek manis dengan perawakan mungil dan rambut model bobnya. "dia juga suka sama Radit."

"Keliatan dari mananya?"

"Cara makannya," jawab Nigi cepat. "Dia buka mulutnya kecil pas mau nyuap makanan. Fika jaga imej di depan Radit. Tangannya juga dikit-dikit betulin rambut. Itu sejenis gerakan enggak sadar kalau lo lagi malu-malu atau salting. Apalagi Fika juga dari tadi enggak mutus kontak mata sama Radit. 100% mereka emang lagi deket."

"Dasar brengsek!" umpat Putri menggebu-gebu. Menggebrak keras meja kantin tanpa ampun.

Diam-diam Nigi meringis. Menyayangkan dalam hati nasib seorang Radit yang ngakunya playboy kelas kakap padahal kelas cupang.

Niat gonta-ganti cewek biar dikata eksis, taunya malah berakhir tragis. Dasar Radit miris!

"Mau gue labrak aja itu orang, biar dia tau rasa!"

Putri sudah bangkit berdiri, namun Nigi dengan cepat menariknya.

"Jangan tahan gue, Gi! Biarin aja, orang kayak gitu emang perlu dihajar!"

"Bukan itu, Put."

"Terus apa?!"

Putri menoleh, mendapati Nigi tahu-tahu saja sudah menengadahkan telapak tangannya ke atas. Menatap Putir penuh maksud.

Mengerti, Putri pun langsung merogoh saku seragamnya lalu menaruh selembar uang lima puluh ribuan ke atas meja.

"Kembaliannya lo ambil."

"Wow, Put, jangan gitu, gue jadi enak..." Nigi menggeleng dramatis, pura-pura sungkan. "...tapi kalau udah rezeki, mau gimana lagi? Enggak baik kalau nolak," ujar cewek itu kemudian, dengan cepat mengambil uang lima puluh ribuan di atas meja lalu memasukannya ke dalam saku seragam sambil tercengir senang.

Putri tidak mendengarkan. Cewek itu sudah lebih dulu pergi. Jari-jari lentiknya sekarang justru tampak seperti cakar di mata Nigi. Cuma tinggal menghitung waktu sampai akhirnya Radit berakhir nahas dilibas Putri.

Paper & InkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang