Chapter 4

9.8K 541 12
                                    


Ramia mematut dirinya sendiri di depan cermin. Memandang tak berkedip bayangan sempurna penuh keindahan yang baru saja ia lihat kali pertama ini di depan wajahnya. Dan lebih tepatnya, dirinya sendiri. Berdandan bak seorang bidadari turun ke khayangan, membuat Ramia akhirnya sadar akan arti wajahnya selama ini.

Wajah itu cantik. Pikirnya. Wajah itu manis. Bahkan tidak ada kecacatan sedikitpun di sana. Kulit putih mulus yang ia gunakan hanya untuk menghancurkan hubungan orang lain itu, kali ini terlihat seperti permata. Bersinar memamerkan kilaunya yang indah bagaikan sebuah batu suci yang pertama kali terlihat di depan matanya.

Avram benar-benar serius membuatnya terlihat seperti seorang putri raja.

Ramia mengedip. Menghalau genangan air mata yang tiba-tiba lancang berkumpul di pelupuk matanya. Merusak bayangan indah di depan cermin itu dari matanya. Membuyarkan keindahan yang masih ingin ia nikmati dengan cara yang menjengkelkan.

Kenapa ia harus menangis?

Kenapa tiba-tiba ia merasa sedih?

Tanpa suara, Ramia terisak pelan. Tangannya terangkat menghapus air mata yang sudah mengalir itu diam-diam. Dia tidak boleh sedih. Apalagi menyesal. Ini adalah jalan yang sudah ia pilih. Menjadi istri dari seseorang hanya untuk mendapatkan harta warisan semata, serta upayanya menyelamatkan Julia dari ganguan manusia bermuka dua seperti Avram, Ramia harus menanggung semuanya.

Tak apa... Hanya tiga tahun. Setelah itu, kau bebas, Mia... Bisik Ramia dalam hati menyemangati dirinya sendiri.

Ingin ia tersenyum mengobati beban hatinya, ketika ia melihat bayangan seorang pria tengah berdiri di belakangnya melalui cermin datar di hadapan Ramia. Seorang pria yang sangat ingin ia hindari selama yang ia mampu.

"Terlalu bahagia, sampai kau harus menangis?" sindir pria itu tajam sambil menyidekapkan kedua tangannya di dada.

Terlihat rahangnya yang tegas serta alis matanya yang selalu menungkik sinis, membuat Ramia tidak tahan untuk menelan liurnya susah payah.

Pria bernama Rafka itu benar-benar menyeramkan.

"Ternyata setelah disumpal dengan uang tiga ratus juta, mulut wanita murahan ini jadi bisu, ya?" sinis Rafka lagi mulai mendekati Ramia.

Ingin wanita itu mencabik-cabik mulut Rafka yang menurutnya kurang ajar. Namun, beberapa nasihat Avram tentang Rafka yang akan selalu mencoba mencari celah di antara mereka, membuat Ramia harus ekstra menahan sabar demi kelangsungan rencananya juga Avram.

"Hai, saudara ipar? Kenapa kau kemari?" Sapa Ramia sok ramah menutupi kekesalannya terhadap Rafka.

Namun, bukan Rafka namanya jika harus berpura-pura ramah seperti Ramia.

"Apa yang kau rencanakan sebenarnya?" Tanya Rafka sebenarnya dengan nada suara yang menyeramkan.

"Apa? Memangnya, apa yang aku lakukan?" Tanya Ramia polos sambil mengernyit menandakan kalau usaha Rafka untuk menakut-nakutinya gagal total.

"Aku membayarmu hanya unyuk menggagalkan rencana perjodohan Avram malam itu! Bukannya untuk menikah dengannya!" Seru Rafka dengan jarak wajah yang kurang dari lima sentimeter.

Raut wajah Rafka tidak bisa dikatakan baik. Ada ketegangan di wajah serta nada bicaranya yang mendesak Ramia. Seolah ada beban dan cemasan yang amat luar biasa di dalamnya yang tidak menginginkan Ramia hadir di dalam hidup Avram.

"Memangnya, kenapa? Itukan bukan urusanmu?" Balas Ramia tidak peduli dengan seornag pria yang terlihat seperti hendak mengulitinya itu. Mata tajam, serta alis yang saling bertautan sepertinya sudah menjadi ciri khas Rafka setiap kali bertemu dengannya.

"Lagipula, seperti yang kau katakan barusan. Kau hanya membayarku untuk malam itu saja! Bukan untuk apa yang akan aku lakukan selanjutnya!" Tandas Ramia membuang pamdangannya ke arah lain. Tidak peduli jika tatapan Rafka sudah terlihat jauh lebih tajam dari sebelumnya.

"Jadi, berapa uang lagi yang harus aku bayar kepadamu agar kau pergi dari hidup si bodoh itu, hah?" Tanya Rafka lagi tanpa basa basi dan dengan nada  tidak main-main.

"Katakan padaku! Katakan berapa lagi yang harus aku membayarkan pada bosmu yang brengsek itu, agar kau membatalkan pernikahanmu dengan Avram sekarang juga!? Katakan!"

Nyaris saja Ramia terjungkal ke belakang, ketika melihat wajah menyeramkan Rafka yang menatap fokus ke matanya. Seperti kobaran api, Rafka siap melahap Ramia yang sebenarnya sudah sangat murka saat ini.

"Simpan saja uangmu itu, Rafka... Calin istriku tidak membutuhkannya sama sekali!" Sahut suara lain yang langsung mengalihkan pandangan Ramia dan juga Rafka yang semula saling melemparkan tatapan kebencian.

"Avram," Gumam Rafka menahan geramannya sekuat tenaga.

Avram mendekat. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menghampiri Ramia juga Rafka dengan sorot mata yang terbilang santai dan puas.

"Sebaiknya kau simpan uangmu, atau,  paling tidak, sumbangkan pada orang yang membutuhkan. Siapa tahu, imej burukmu yang terlalu melebihi porsi itu bisa sedikit lebih tertutupi di mata publik, ataupun di mata kakek sendiri. " Kata Avram tersenyum manis. Manis dalam kategori Avram, adalah manis yang bisa melukai harga diri orang lain. Seperti senyumannya. Manis, namun mematikan.

"Wanita ini bukan wanita baik-baik. Kau tahu itu," Rafka mengatupkan bibirnya rapat membalas tatapan Avram yang seolah mengejek perkataannya barusan.

"Yah... Dan sayangnya, kau yang memperkenalkan Ramia kepadaku." Balas Avram lagi semakin tersenyum lebar kepada Rafka.

"Terima kasih," Sambungnya jelas terdengar tidak tulus,  sebelum akhirnya berpaling dan langsung meraih lengan Ramia untuk diamitkan di lengannya yang kokoh.

"Sebaiknya kita keluar. Gaun ini sangat cocok untuk digunakan oleh calon istriku yang cantik" ajak Avram jelas-jelas memamerkan kemesraan palsunya di depan Rafka dengan tujuan memanas-manasi pria itu.

"Akan sangat berbahaya jika sampai kakek tahu siapa wanita ini sebenarnya, Avram!" Seru Rafka ketika pria itu hendak membawa Ramia menjauh dari ruang rias.

"...kau tidak takut?" sambung Rafka lagi tersenyum remeh.

"Kakek tidak akan tahu, jika bukan kau yang mengatakannya, Rafka" Jawab Avram berbisik pelan dan tersenyum penuh candaan. Artinya, dia tidak takut sama sekali.  "dan, kalau pun kau memberitahukannya pada kakek, aku tidak yakin kalau dia akan percaya."

Kemudian, pecahlah derai tawa Avram di hadapan Rafka. Menertawakan wajah merah penuh kemarahan saudaranya itu dengan puas, beserta Ramia yang sudah ia gandeng untuk meninggalkan Rafka di ruangan tersebut.

"Oh, iya! Aku lupa... " belum juga mereka keluar dari ruangan tersebut, Avram berbalik menghadap Rafka yang tetap menatap mereka dengan tajam.

"Pastikan kau datang ke pernikahan kami esok hari. " Ujar Avram sedikit berbalik. "Karena itu adalah pesta kekalahanmu"

Terlihat Rafka semakin menggemelukkan giginya menahan kesal. Wajahnya sudah amat memerah akibat kemarahan yang membuncah melihat sikap Avram juga Ramia yang pergi meninggalkannya begitu saja. Apalagi Ramia. Gadis itu malah dengan entengnya berbalik dan tersenyum ke arahnya. Mengangkat tangannya ke udara, dan memberikan kecupan jauh nan panjang pada Rafka yang terlihat jauh lebih muak lagi dari sebelumnya.

Dalam hati, dia mengumpat. Wanita murahan seperti Ramia, harus ia musnahkan secepatnya!

"Aku pastikan kau akan mundur secepatnya!"

*bersambung*

Aku sadar ini hari kamis... Siang lagi... Dan aku udah gak update sesuai rencana...
Sory 😥

Kegiatan aku di bulan ini benar-benat menyita perhatian aku... Jadi susah banget mau buka wattpad...
Sory lagi 😫

Tpi, Insya Allah, setelah lebaran nanti,  aku lancarin ketik cerita ini...
Jangan kecewa, ya... 😅

Berbagi vote, dong 😉

Tengkyuuu ~_~

Medan, 31 Mei 2018

Weddings Are (not) Big Business (Tersedia di PlayStore!) Where stories live. Discover now