c h a p t e r t w o

9.7K 1.2K 31
                                    

SEMUA orang menjerit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

SEMUA orang menjerit. Serpihan bebatuan berjatuhan ke atas kepala dan pundakku, jaketku dikotori oleh debu putih dan tanah. Aku memalingkan kepalaku ke belakang. Cahaya paling terang–atau paling murni–yang belum pernah diterima oleh mataku sebelumnya menghambur ke pandanganku dan menerangi sepenjuru pekuburan, panas membara menjilat bulu mataku.

Aku jatuh tengkurap ke jalan setapak, tangan melingkupi kepala selagi kututup mataku erat-erat, wajahku kusembunyikan di lekukan tanganku. Jantungku berdetak keras sekali sampai kupikir organ dalamku itu nyaris melompat ke mulut. Rasa panas masih membayangi mataku. Aku mencoba membuka mataku sedikit, napasku bertambah cepat dan berat. Gelap. Perutku mulas karena gelombang kepanikan yang mengalir di pembuluh darahku–aku tidak mungkin buta. Aku tidak mungkin buta!

Suara jeritan anak-anak tadi sepenuhnya sirna dan aku hanya bisa mendengar suara tiupan angin yang bertambah kencang, menerbangkan daun-daun kering atau kerikil-kerikil kecil ke sekelilingku. Aku mencoba mengangkat lenganku sesenti dari tanah, dan untungnya indra penglihatanku masih berfungsi sebagaimana mestinya. Cahaya aneh itu sudah memudar, menyisakan pekuburan yang remang-remang. Pusara-pusara berdiri tegak dan agak miring seperti yang kulihat di awal ketika aku memasuki tempat ini.

Ledakan apa itu tadi? Anak-anak tidak mungkin sengaja memasang jebakan peledak di sekitar sini–aku sempat menangkap jeritan kaget mereka beberapa detik silam, yang menandakan kalau mereka sekalipun tidak mengekspektasikan terjadinya ledakan tadi. Aku juga ingat bahwa patung yang kucumbu–aku bergidik memikirkannya–atas tantangan Bethany tidak dipasangi sesuatu yang mencurigakan–

Kalung pendulum itu.

Aku mengangkat kepalaku. Patung itu sudah hancur lebur, bebatuan yang runtuh berserakan di tempat seharusnya patung itu berdiri. Di depan kabin, meja jatuh terbalik dan botol-botol minuman pecah dan tergeletak di dekatnya. Tidak ada siapa pun di sana. Semua orang seolah ditelan bumi.

Cami.

Aku bangun dan berlari ke dekat kabin, mengambil tote bag-ku yang tergolek menyedihkan di tempat terakhir aku meletakkannya sebelum melakukan tantangan Bethany. Kudorong pintu kabin dengan bahu, melawan rasa takut kalau-kalau aku akan menemukan peti mati atau parahnya lagi sisa-sisa tengkorak dari dalam sana. Masih sama, tidak ada tanda-tanda orang di dalam sini.

Aku menjerit saat seseorang memegang pergelangan tanganku, dan tangan itu seketika berpindah untuk membekap bibirku, tangan yang satunya lagi bergerak membalikkan badanku. Aku melihat Colton Walker di depanku, dia meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya sendiri. Dengan jantung yang berpacu gila-gilaan, aku manggut-manggut. Aku ingin bertanya apakah dia menemukan Cami, tapi Colton Walker menarikku merapat ke dinding di dekat pintu.

"Di mana yang lainnya?" tanyaku.

"Kabur dan bersembunyi," jawabnya. "Ada orang asing di sini. Dengar."

Memang benar. Ada suara langkah kaki berat, tersaruk-saruk milik seseorang yang tidak kami ketahui dari luar, berjalan bolak-balik di depan kabin. Aku tersekat. Apa orang itu sempat melihatku masuk ke dalam sini? Aku dan Colton bertatapan, dan aku tahu kalau kami berpikir hal yang sama–bahwa dia bisa jadi adalah orang usil yang menyebabkan ledakan barusan. Aku menahan napas. Apakah orang itu tahu kami ada di dalam dan sekarang tengah menunggu kami keluar dari sini? Bagaimana jika dia adalah orang sinting pembawa senjata yang suka mencelakai orang-orang sipil?

The Fallen's RedemptionWhere stories live. Discover now