Part 8 : Pelarian

445 32 22
                                    

Beni dan Jimmy duduk saling berhadapan. Mereka menunggu Pak Halim yang saat ini sedang shalat dzuhur. Mushala sekolah, ya, di tempat inilah rasanya yang paling adem. Sebuah tempat sederhana yang hanya berisikan sajadah, mimbar dan rak buku mini yang penuh dengan buku keagamaan. Sepuluh menit berlalu, Pak Halim menutup shalatnya dengan berdo'a menadahkan tangan ke atas, lalu datang menghampiri Beni dan Jimmy yang tampak sedang gelisah.

"Kenapa Ben?" tanya Pak Halim.

"Tuh Pak, Jimmy katanya mimpi ketemu Liana," tunjuk Beni.

Jimmy mengangguk, "Iya Pak, saya semalam mimpi ketemu Liana. Dia ngomong ke saya, kalau Firza dan Vanya adalah sekutu iblis itu."

Pak Halim mengernyitkan dahi, "Lantas kamu percaya?"

Jimmy menggeleng, "Gak tau deh, saya takut yang masuk ke dalam mimpi saya itu iblis yang ingin menyesatkan, tapi mirip banget sama Liana."

"Ya, banyak cara yang dilakukan iblis, percaya atau tidak, kita harus tetap waspada."

"Di mana ya kita harus nyari Dini?" sela Beni.

Jimmy mengangkat bahu, "Dimana pun dia sekarang Ben, yang lebih penting itu nyari Firza sama Vanya."

"Iya Jim, gua curiga sih, mimpi lu itu beneran nyata. Maksud gua, kemungkinan besar itu petunjuk yang bener."

"Kok bisa?" Jimmy bingung.

"Tadi pagi, gua ketemu Pak Ilham. Beliau bingung, gak ada angin gak ada hujan, Vanya sama Firza pamit."

"Pamit?" Jimmy semakin penasaran.

"Iya, mereka pindah sekolah."

Jimmy langsung bangkit dari duduknya. Menggaruk-garuk rambutnya dengan sangat geram.

"Lu kenapa, Jim? Gak keramas?" canda Beni.

"Bukan! Kenapa kamu gak cerita daritadi, Ben!" protes Jimmy.

"Ya abis gue kan datang telat tadi, itu juga gua dijelasin Pak Ilham sambil jalanin hukuman buang sampah."

Jimmy masih dongkol, "Kan di kelas bisa cerita ke saya?"

"Kan kelas bukan tempat untuk ngobrol, Jim, lagian tadi jamnya Bu Feni, lu tau sendiri galaknya minta ampun," balas Beni.

Beni, Jimmy dan Pak Halim diselimuti kegelisahan. Ketiganya tampak berpikir tanpa kata. Namun, keheningan pecah seketika seiring dengan teriakan salah satu siswi, "Kebakaraaaaann, tolooonggg!"

Keriuhan tercipta hanya dalam hitungan detik. Para guru, siswa, hingga penjaga sekolah berlarian menuju laboratorium kimia di sekolah yang dipenuhi asap. Tak terkecuali dengan Beni, Jimmy dan Pak Halim yang menyaksikan peristiwa itu dengan ekspresi yang terkejut bercampur bingung. Masalahnya, lab kimia tidak mungkin terbakar begitu saja.

"Pasti ada yang sengaja nih," pikir Beni.

"Iya, Ben, saya juga berpikir demikian," tambah Jimmy.

Tak lama kemudian api berhasil dibinasakan oleh beberapa orang yang gotong royong menyiraminya dengan air. Api pun padam, seiring dengan material yang hangus terbakar di beberapa tempat. Sebagian guru dan siswa lalu masuk ke lab yang kini hanya penuh dengan asap dan debu itu, termasuk Beni dan Jimmy, untuk melihat-lihat barangkali ada bukti yang tersisa untuk mengetahui penyebab kebakaran.

"Mungkin gak sih dari listrik yang konslet? Atau ada eksperimen aneh kayak di film-film?" jelas Jimmy.

Beni mengusap dagunya yang lancip sembari berkata, "Hmm, ini aneh."

"Kenapa aneh, Ben?"

"Aneh aja pokoknya, biar kesannya misterius gitu."

Jimmy langsung menjitak kepala Beni. "Sialan kamu Ben, lagi pada serius nih!"

Sumur Tua SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang