Part 7 : Rencana Terakhir

394 28 5
                                    

"Sore, Mah," sapa Beni sebelum mencium punggung tangan Ibunya.

Bu Ratih tersenyum simpul. Sangat jarang anak semata wayangnya seramah itu sepulang sekolah. Setelahnya Beni langsung bergegas menuju kamarnya, meletakkan tas di lantai, lalu menggerak-gerakkan bahu dan lehernya sejenak sebelum menjatuhkan diri ke atas kasur. Situasi tampak sunyi dan damai. Beni pun memejamkan matanya sejenak sebelum tersentak bangkit lantaran mendengar bisikan yang menyebut namanya.

"Siapa itu!" seru Beni.

Bisikan itu memang tidak terdengar lagi, tapi Beni sangat yakin apa yang didengarnya nyata. Suara seorang wanita. Tak lama kemudian pintu kamar Beni pun perlahan terbuka dan suara bisikan itu terdengar kembali.

'Beni... Beni...'

Lirih. Seperti berasal dari suatu tempat.

Beni yang penasaran memutuskan untuk keluar kamarnya mencari pusat suara tersebut. Seluruh sudut ruangan di lantai atas ia telusuri, tapi tidak ada hasilnya. Bisikan suara wanita itu juga kembali sirna. Namun, Beni sangat terkejut karena tiba-tiba ada yang seperti menepuk pundaknya dari belakang. Dengan cepat Beni memutar badan namun tak ada satupun sosok di belakang.

"Beni!" teriakan Bu Ratih memecah keheningan.

"Iya, Mah. Ada apa?" balas Beni.

"Ada Firza nih!"

"Oke, bentar lagi Beni turun."

Beni memperhatikan seluruh sudut dengan perlahan sebelum akhirnya menuruni tangga. Ia tidak menyadarinya. Ketika pandangnya tak lagi tertuju di lantai dua, ada sosok Liana yang memperhatikan dengan wajah pucatnya.

****

Firza dan Beni duduk di dua sofa yang berbeda.

"Gini Ben," ucap Firza.

Firza menyandarkan tubuhnya di sofa, "Gue kesini, bukannya mau sombong nih, tapi gue kesini mau ngasih tau lo kalo gue tuh bentar lagi bakal terkenal!"

"Gak panas sih," tanggap Beni sambil menempelkan tangannya di kening Firza.

Firza langsung menyingkirkan tangan Beni. "Gue lagi gak sakit kali!"

"Terus, ngapain lo ngomong bakal terkenal?" tanya Beni.

Firza bangkit dari duduknya seraya tersenyum bangga, "Karena gue mau masuk dapur rekaman! Gue bakal ngikutin jejak Afgan, Ben!"

Beni biasa saja. Tatapannya malah tertuju ke sudut lain.

"Hoy, yah, dia malah melamun," ucap Firza setengah kesal.

"Bukannya gak seneng Za, tapi gua lagi mikirin Dini yang hilang," Beni langsung membungkam mulutnya dengan kedua tangannya, "Upss.."

Ekspresi Firza pun berubah. Ia menatap Beni dengan penuh heran, "Dini? Hilang kata Lo?"

"Yah, gitu deh."

Firza mengernyitkan dahi. "Sudah lapor Polisi, Ben?"

"Sudah sih, Bokapnya Dini yang ngelapor, tapi tetep aja sampe sekarang belum ada perkembangan."

Firza mengepalkan kedua tangannya.

"Kita doain aja Dini gak kenapa-kenapa," ucap Beni tenang.

Firza mengangguk seraya melirik tajam ke arah Beni. Kepalan tangannya pun semakin mengeras.

****

Sumur Tua SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang