Part 3. 'Move On!'

Start from the beginning
                                        



"Jadi cowok ini yang udah bikin kamu uring-uringan belakangan ini?"



Alvian tahu, ini bukan situasi yang tepat untuk melakukan 'sidang' tapi rasa kepo dan kekesalannya yang tak beralasan memaksa Alvian untuk melakukan hal ini. Oza masih setia dengan kebungkamannya, menatap tajam pada Alvian. Yang hanya dibalas dengan tatapan teduh sekaligus tegas dari sepasang manik setajam elang tersebut. Yang akhirnya meluluhkan si anak kucing. Oza menunduk dalam-dalam, menautkan jemarinya satu dengan lainnya sementara bahu sempit itu kini mulai bergetar pelan.


"Aku... nggak mau jadi perusak hubungan orang, Mas!"


Alvian menunggu. Tak lama kemudian Oza sudah membeberkan alasan dibalik sikap uring-uringannya selama ini. Alvian sebenarnya sudah tahu garis besar ceritanya lewat pesan singkat WA Oza yang dicuri baca olehnya. Apa salahnya kan mendengar versi Oza?



"Tapi kan, yang lebih dahulu merusak hubunganku itu, ya perempuan itu Mas!" Alvian menangguk di samping Oza.



"Perempuan itu siapanya Icuk, Za?"



Oza tergugu kala menyadari ironi bahwa dirinyalah yang berstatus perusak di sini. Perempuan itu jelas-jelas adalah istri sah Icuk. Dirinyalah yang akan dikecam, terlebih dengan kenyataan atas orientasinya yang belok. Mau bagaimana pun, tetap saja kesalahan dan tudingan akan mengarah padanya.



"Tapi Mas," Oza masih berusaha membela dirinya walau tak sevokal tadi. Alvian meletakkan tangannya du punggung sempit milik Oza, mengusap-usapnya dengan sabar.



"Kalau kamu mau menyalahkan seseorang, maka Icuklah orangnya. Jangan salahkan perempuan itu. Sepanjang yang kubaca di chatmu, ia sama sekali tidak tahu apa-apa. Icuklah yang tidak jujur pada istrinya mengenai hubungan kalian dulu maupun tentang orientasinya. Icuk tampaknya sudah lupa kalau keadaan sama sekali sudah berubah dari masa dimana kalian berhubungan."



Oza terisak. Sesungguhnya tanpa perlu Alvian jelaskan seperti itu pun dia sudah tahu kalau memang Icuklah masalahnya di sini. Menggoyangkan kembali pertahanan dirinya yang rapuh, yang hanya terdiri dari selaput tipis selembar plester penutup luka. Kini setelah luka itu mulai mengering, Icuk kembali datang merobek plester itu. Tanpa sadar kalau luka yang ditorehkannya justru malah memunculkan borok dan nanah baru yang lebih perih dari sebelumnya.



"Aku udah mempertaruhkan segalanya, Mas. Untuk bisa menjalani hubungan dengan Kak Icuk dulu aku bahkan sampai diusir dari rumah karena ketauan pacaran sama cowok!" airmata itu terus-menerus mengaliri pipi tembemnya sepanjang kisah itu diceritakan. Dan Alvian tidak tahu kalau kisah Oza sudah sampai taraf terusir.



"Aku mati-matian berjuang sendirian membiayai kuliahku dan apa yang kudapat? Aku ditinggalkan! Keluargaku menertawakanku mereka bilang itu karma karena dulu aku tak mau menuruti kemauan mereka untuk putus dari Kak Icuk. Aku udah nggak punya apa-apa lagi, Mas!" Oza mengusap kasar air matanya sementara Alvian masih setia mengusap-usap punggung sempit si tembem demi menenangkannya.



"Aku nggak tahu kalau kejadiannya kayak gitu. Tapi kamu juga berhak bahagia. Biarin aja kalo keluarga kamu nggak bisa nerima orientasi kamu. Tapi kamu juga nggak perlu sampe kayak gini cuma demi ngarepin cinta semu dari orang yang bahkan nggak mau memperjuangkan hubungan kalian bersama-sama. Kata-kata manis dan perhatiannya bukan cuma buat kamu seorang lagi. Sekarang ada istrinya yang jauh lebih berhak atas hal itu." nasihat Alvian panjang lebar.



Jauh di dalam hatinya, Oza juga merasakan hal itu. Tadi di taman mereka bahkan belum sempat bicara banyak alih-alih kencan seperti yang dijanjikan Icuk sebelumnya. Tahu-tahu entah dari mana datangnya istri Icuk itu sudah berada di depan mereka dan merengek minta dibelikan mangga asam sambil mengelus perutnya yang membuncit itu.



Ketika melihat betapa sigap dabn paniknya Icuk merespon ketika perempuan itu mengeluh kakinya yang pegal dan lelah mencari Icuk. Ingin rasanya Oza berkata : 'lah, siapa suruh nguntit lakimu?'



Dan ujung-ujungnya Oza Cuma oat bapernya saja. Oza bisa apa, Oza bukanlah siapa-siapa. Dialah yang menjadi hama di sini.



"Aku cuma nggak rela aja, Mas! Rasanya harga pengorbananku terlalu mahal. Akunya malah cuma dapet zonk!"



"Makanya, move on dong!"



"Udah Mas, udah! Tapi gagal terus..." tanpa sadar Oza justru mengeluarkan nada merengek di akhir kalimatnya. Alvian mendegut ludah kasar demi mendengar suara serak khas orang demam milik Oza barusan. Alvian tiba-tiba dilanda deg-degan.



"Ya... ya gimana mau move on kalo kontaknya aja masih disimpen? Kalo chat-nya masih dibales? Nih ya, kukasih tau caranya biar move on-nya afdol dan sukses!"



Entah sejak kapan, lengan panjang dan sedikit berotot milik Alvian sudah melingkari bahu Oza, memeluk longgar cowok tembem itu dari belakang hingga saat ini posisinya terlihat seperti Oza bersandar pada sebagian dada Alvian. Oza mendadak kaku sementara Alvian sendiri sibuk merogoh sakunya mengeluarkan ponsel milik Oza dan mengutak-atiknya dengan posisi kedua lengan melingkari badan Oza. Dekat, sangat dekat sampai Oza bisa merasakan deru napas hangat milik Alvian di tengkuknya.



"Nih ya, perhatiin!"



Dan detik demi detik selanjutnya,Oza benar-benar cuma bisa diam membeku di tempatnya. Alvian dengan santainya mengutak-atik beberapa aplikasi chat milik Oza dan dengan lincahnya jemarinya bermain menghapus semua hal tentang Icuk. Semua kontak, recent chat, bahkan memblokir Icuk dan tak lama kemudian Alvian justru berubah pikiran dengan menghapus total semua aplikasi chat milik Oza. Oza hanya terlongo-longo dibuatnya.



"Ma... Mas? I... ini?" Oza menoleh pada Alvian dengan gerakan patah-patah.



"Kenapa? Mau protes? Apa mau move on? Udah tenang aja, besok aku bakalan bikin semua kontak kamu kembali seperti semula kecuali kontak Icuk-icuk itu." Alvian mengeringai tampan di ujung kalimatnya. Seringai yang membuat sesuatu di dalam dada Oza menggedor-gedor kuat seakan hendak lepas dari tampuknya. Apa ini?



Alvian menyentuh kening Oza dengan punggung tangannya, bergumam tentang panasnya yang masih belum turun dan menyuruh Oza untuk berbaring dan tidur.



"Mas, kalau cara ini masih gagal juga, gimana? Kalo Kak Icuk malah nekat datengin aku lagi, gimana? Ntar yang ada aku malah gagal move on?"



Alvian terkekeh pelan. Sepertinya Ozanya yang dulu telah kembali. Tunggu. Oza-nya?



"Mas, kok Mas Alvian baik banget sih sama aku?" kembali si tembem nan bawel itu bertanya polos. Alvian melemparkan senyum tampannya nan mahal, senyum yang tidak ditunjukkan pada semua orang. Dan ini juga kali pertama bagi Oza melihat senyum itu. Senyum yang entah bagaimana mampu membuat perasaannya menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.



"Kita jadian aja. Nanti pasti sukses move on-nya. Biar nanti kalo Icuk dateng lagi aku yang hadapi. Dia gak boleh ganggu pacarku, dan pacarku juga nggak bakal gangguin rumah tangga orang lain. Gimana?"



Ini bukan April Fools kan? Mimpi juga sepertinya tidak. Oza masih tidak tahu harus bersikap seperti apa, harus menjawab bagaimana.



"Mas barusan nembak aku?!"



Alvian tepuk jidat.







💕💕💕

To be continued

Iyaaa saya tau ini panjang pake banget, mbosenin. Cuman kalo dipotong sayang, jadi ya disatukan aja. Vote and comment welcome!

Happy satnight, mblo!




UnconditionalWhere stories live. Discover now