"Kamu demam. Asam lambungnya juga naik. Udah berapa lama kamu nggak makan?" omel Alvian setelah kegiatannya menyuapi Oza selesai.



Oza hanya diam, bersandar lemas disokong oleh beberapa bantal di belakang punggungnya. Kepalanya masih pusing, mual. Tapi bubur yang disuapkan oleh Alvian justru tandas olehnya. Entah karena memang lapar atau justru karena Alvianlah yang menyuapinya? Oza tak tahu. Otaknya yang pusing saat ini dipenuhi oleh hal lain.



"Udah, sekarang kamu istirahat. Ntar kalau butuh apa-apa tinggal panggil, Mas mau ngerjain sesuatu di ruang tengah sebentar," pesan Alvian setelah memberikan obat yang diresepkan oleh dokter yang dipanggilnya siang tadi setelah menidurkan Oza di kamarnya.



Alvian tak punya pilihan lain lagi, ia tak tahu dimana alamat ksoan Oza walaupun sudah pernah diberi tahu sebelumnya oleh Fernandi. Maklum, Alvian itu begitu-begitu adalah anak rumahan yang jarang pergi-pergi. Tidak begitu tahu seluk-beluk kota yang baru setahun belakangan ini ditinggalinya.



Makin ke sini juga Alvian berpikir adalah keputusan yang tepat untuk membawa cowok tembem itu ke rumah kontrakannya. Siapa yang akan menjaganya di kosan nanti? Alvian juga punya pekerjaan yang harus diselesaikannya dan cowok pendiam itu tidak terbiasa mengerjakan pekerjaannya di tempat asing.



Dengan mengabaikan rasa kepo yang menghinggapinya sejak tadi siang Alvian memilih untuk segera menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin.





💕💕💕





Biasanya Alvian tidak pernah suka direpotkan oleh siapapun. Serigala penyendiri itu lebih suka menyelesaikan urusannya sendiri tanpa merepotkan orang lain. Begitu pulalah dia berharap orang lain memperlakukannya. Sikap dinginnya pada sekeliling juga turut membantunya untuk mencapai situasi nyamannya tersebut. Meski begitu, ia tak pernah diprotes oleh bawahannya atau ditegur oleh atasannya sebab sifatnya itu. Alvian itu selalu menyelesaikan pekerjaannya di perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dengan baik, bahkan sangat baik. Membuatnya tak memiliki celah untuk dimasuki atau diganggu.



Keadaan itu pernah terusik, satu kali di masa lalu. Itu dilakukan oleh seseorang yang berhasil memikat hatinya, seseorang yang membuatnya bersedia untuk membukakan pintu hatinya dengan suka rela. Membiarkannya masuk dan mengisi setiap celah kosong di hatinya. Tidak sembarang orang dapat menempati tempat di hatinya. Bahkan keluarganya saja tak pernah bisa mendapatkan tempat di hatinya, sesuatu yang seharusnya lumrah dan wajar didapatkan oleh orang-orang lainnya.



Alvian bisa melakukan apa saja demi orang itu. Tidak pernah merasa direpotkan oleh apapun yang diminta orang itu untuk lakukan. Yap, sang kekasih bodoh itu. Alvian bahkan akan marah bila sang kekasih meminta bantuan terhadap orang lain selain dirinya.



Sayangnya hal itu sudah lama berubah menjadi kenangan yang tertinggal di belakang. Semenjak sang kekasih ketahuan dan terbukti berselingkuh di belakangnya, maka berakhirlah sudah cerita indah mereka. Alvian tidak mengatakan apa-apa saat sang kekasih justru berbalik mengatainya sebagai cowok dingin dan membosankan.



Tidakkah orang itu dapat melihat sisi lain Alvian, yang tak pernah mengeluh atas segala perintahnya, bersabar atas segala ketidak-puasan orang itu pada semua hal. Terutama, tidakkah orang itu dapat sedikitnya menghargai kesetiaannya?



Maka Alvian akhirnya berakhir sebagai Alvian yang biasa. Alvian yang kalem dan tenang. Dia hanya diam dan menutup pintu hatinya rapat-rapat, tak mengijinkan siapapun untuk masuk atau sekedar mengetuk pintu hatinya. Ketika sang terkasih yang kini telah berubah menjadi mantan itu kembali datang mengemis rasa, Alvian tak pernah bisa lagi menghadapinya sama seperti sebelum mereka berakhir. Over is over. Tak ada istilah kesempatan kedua dalam kamus Alvian.

UnconditionalDonde viven las historias. Descúbrelo ahora