Part 2

1K 35 0
                                    

Saat umurku enam tahun aku mulai masuk Taman Kanak-kanak dan kehidupanku sedikit demi sedikit berubah karena aku punya banyak teman, aku bisa bermain, belajar, bernyanyi dengan teman-teman dan sedikit melupakan rasa sedihku ketika dirumah. Suatu hari aku melihat ibu guru dan Bi Siti mengobrol ketika menungguku keluar kelas, ketika itu juga ibu guru tersenyum hangat padaku. Aku yang masih bingung pun hanya bisa membalas senyumnya. Keesokan harinya ibu guru memanggilku aku yang masih bingung hanya bisa menurut. “Fasha, bu guru mau tanya.”kata ibu guru menatapku lembut. “Fasha senang kan sekolah disini, belajar, bermain, bernyanyi sama teman-teman”lanjut ibu guru. “Senang, bu guru!” Jawabku mantap penuh semangat. “Bagus kalau begitu, ibu senang dengarnya, ibu cuma mau bilang apapun masalah yang kamu hadapi kamu harus tetap jadi Fasha yang baik dan ceria seperti ini ya sayang, karena ibu percaya kamu pasti bisa ya sayang.”kata ibu guru. Aku yang masih bingung apa maksud ibu guru berkata seperti itu pun hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Aku kembali ke kelasku, saat sampai disana semua temanku sudah duduk rapi sambil mendengarkan ibu guru. “Anak-anak ibu guru pengen dengar kalian menyanyikan lagu yang sudah kalian hafalkan didepan, Nah... sekarang.. siapa yang mau maju duluan nanti ibu kasih hadiah.” Kata ibu guru dengan gembira. “Aku bu guru”, semua teman-teman begitu bersemangat tak terkecuali aku. “Oke karena banyak yang mau maju duluan, berarti ibu tunjuk, gimana kalau Fasha dulu, sini sayang” kata ibu guru. Aku pun bersemangat dan teman-teman pun menyoraki ku. Aku berdiri tegak dihadapan teman-teman dan ibu guru dan mulai bernyanyi. Semua teman-teman berteriak dan bertepuk tangan setelah aku menyanyi aku pun senang, ibu guru juga bertepuk tangan dan memuji suara ku yang ternyata bagus teman-teman pun menyetujuinya. Aku senang sekali, aku tak menyangka aku punya bakat bernyanyi seperti Ayah.
Dirumah aku jadi sering bernyanyi, Bi Siti pun ikut senang melihatku lebih ceria dari sebelumnya. Saat itu hari minggu, tak terlihat ayah dan ibu ada dirumah sejak tadi pagi. Oleh karena itu, aku diam-diam masuk ruang kerja ayah yang ada alat musik piano, tak jarang jika ayah berada dirumah karena malas melihatku dia mengurung diri diruang kerjanya seharian dan aku mendengar ayah memainkan pianonya. Aku pun mencoba memainkan piano itu sambil bernyanyi riang. Begitu asik aku memainkan piano itu sampai tidak sadar jika sedari tadi ayah dibelakangku, aku langsung diam membeku tak tahu apa yang harus ku lakukan, aku hanya pasrah apa yang akan ayah lakukan padaku. “Heh! Anak gak berguna apa yang kau lakukan disini? Memangnya ini tempat bermain?”kata ayah sedikit membentak. Aku hanya bisa diam dan menundukkan kepala. “Keluar dari sini!”ucap ayah kemudian. Bukan senang karena ayah tidak memukulku tapi aku malah diam tak bereaksi apa-apa, aku bertanya-tanya kenapa ayah gak memukulku, tumben. “Keluar!”bentak ayah karena kaget aq langsung lari ke kamarku. Di kamar aku masih heran dengan sikap ayah. Aku berdiri didepan kaca mengamati diriku sendiri, aku amati dari ujung kaki sampai ujung kepala. Entah kenapa aku yakin ada kemiripan antara aku dan kedua orang tuaku. Rambutku yang coklat dan lurus mirip dengan rambut ayah, bentuk wajahku yang tirus mirip dengan wajah ibu. Aku pun mulai bertanya-tanya apakah benar aku bukan anak kandung ayah?. Pertanyaan itu hanya bisa kusimpan dalam pikiranku.
Keesokan harinya aku dipanggil ibu guru lagi, ibu guru memberitahuku kalau ada audisi The Rissing Kids Indonesia, Ibu guru menyarankan ku untuk ikut audisinya karena itu bisa jadi peluang untuk ku dan bisa mengembangkan bakat bernyanyiku. Sepulang sekolah aku belum memustuskan untuk menerima tawaran ibu guru karena selain belum tentu aku diijinkan ayah dan ibu, aku juga tidak terlalu percaya diri dengan kemampuanku. Sesampainya dirumah aku menceritakannya pada Bi Siti, Bi Siti hanya tersenyum dan berkata “ Non Fasha pasti bisa”, kata itu yang membuatku yakin bahwa aku pasti bisa. Akhirnya ku mantapkan niat ku untuk meminta ijin kepada ayah dan ibu. Kebetulan saat itu ayah dan ibu sedang bearda dirumah. Aku menghampiri mereka yang sedang mengutak-atik laptop pribadi mereka diruang tengah. “Ayah, Ibu.. Fasha boleh minta ijin untuk ikut audisi The Rissing Kids Indonesia?” Tanyaku gugup tanpa bisa menatap mereka berdua. Tak ku lihat respon apapun dari mereka, aku melihat mereka satu per satu dan mengulangi kata-kataku. Baru setelah itu ayah dan ibu mulai berbalik menatapku tajam. Aku menundukkan kepala dengan pikiran campur aduk antara mereka yang tidak akan memberiku ijin dan malah akan memukulku. “Heh... Anak gak berguna sepertimu mana bisa menang dengan ikut audisi besar seperti itu, gak usah banyak bermimpi!” Kata ayah sambil melotot kepadaku. “Aku pasti bisa ayah!”Jawabku lantang dan mantap tanpa  rasa takut. Kulihat raut wajah ayah yang sedikit kaget dengan reaksiku tadi, Ibu pun sama kagetnya dengan ayah dan melemparkan tatapan marah “Apa kamu bilang? Kamu pikir.......” kata ibu, tapi sebelum ibu melanjutkan kalimatnya ayah memotongnya dan berkata “Biarkan saja”. Dan kembali menatapku tajam “Baiklah aku ijinkan kamu ikut audisi itu, tapi jangan mengaku bahwa kau adalah anakku ataupun ibu karena kau bukan anakku”kata ayah mengancam. Bagai palu yang menghantam dadaku setelah mendengar kalimat itu, aku begitu sakit hati, ingin rasanya aku berteriak membantah apa yang diucapkan ayah, tapi apalah dayaku yang masih kecil dan tidak tahu apa-apa. Aku tak pernah meminta mereka untuk memperhatikanku aku hanya ingin mereka mengakuiku meskipun hanya sekedar mengakui keberadaanku itu saja karena aku gak merasa bahwa aku berbeda dengan ayah ataupun ibu, aku selalu merasa ada darah mereka yang mengalir dalam tubuhku.

Indah Pada Waktunya (Complete) Where stories live. Discover now