07 || Tujuh

Mulai dari awal
                                    

"Apa yang akan kau lakukan setelah ini?" tanya Nolan.

Tidak ada jawaban untuk beberapa detik. Suara napas yang dilepaskan dengan perlahan terdengar. "Melanjutkan segalanya," jawab Vanesa.

"Ini yang selama ini kau inginkan? Tertimpa pemberitaan buruk?" tanya Nolan.

Vanesa tidak menjawab.

"Tidak apa jika kau tak ingin mengatakan segalanya padaku. Saat kau mau bicara, aku akan menjadi orang pertama yang mendengarkan," ungkap Nolan yang kemudian membalikkan badannya.

"Apa kau percaya padaku?" tanya Vanesa dengan suara serak.

"Tentu saja," jawab Nolan seraya memeluk Vanesa dari belakang.

"Aku punya dosa. Itu mengapa aku merasa saat melihat diriku terus dipuji semua orang, aku merasa tidak pantas untuk itu. Mungkin video itu adalah karma untukku," jelas Vanesa yang terdengar tengah menahan tangisnya. "Akan tetapi, itu bukan aku."

Nolan memeluk Vanesa lebih erat. "Aku tidak akan meninggalkanmu dalam situasi seperti ini," kata Nolan yang terlihat masih sangat berat untuk menerima kenyataan itu. "Aku akan membantumu. Siapa pun orang yang menyebarkan video itu, akan aku beri pelajaran. Aku akan mencarinya," tambah Nolan seakan bertekad.

"Aku tidak boleh bersembunyi terlalu lama, aku akan menghadapi ini," ucap Vanesa. "Aku akan mengatakan semua pada media." Vanesa pun hendak bangun sehingga Nolan melepaskan pelukannya.

"Kau siap?" tanya Nolan yang kemudian mengangkat tubuhnya untuk bangun bersama Vanesa.

"Manajerku akan mengatur segalanya. Aku akan siap ketika waktuku untuk bicara telah ditentukan," jawab Vanesa yang menoleh ke arah Nolan.

"Aku akan mendukungmu," kata Nolan mencoba tersenyum. "Berdiri di sampingmu."

Vanesa tidak bisa lebih sedih melihat Nolan mau untuk melakukan hal itu. Seharusnya pria itu marah padanya, meninggalkannya, dan memilih mencari wanita yang bisa membuatnya senang. Bukan dirinya yang kini tengah tersandung masalah yang mengubah presepsi publik selamanya. Akan tetapi, di mata Nolan ada hal lain yang Vanesa rasakan.

"Temui kakakmu," kata Vanesa dengan pandangan seakan memohon.

Nolan tak menjawab apa pun. Ia tahu apa yang akan dikatakan kakaknya. Akan tetapi, ia yakin jika pilihannya untuk tetap bersama Vanesa adalah hal yang tidak bisa diganggu gugat.

***

"Aku pulang," kata Nolan saat masuk ke dalam rumahnya.

Itu adalah rumah yang ia tinggali sejak kecil. Ada foto-foto keluarga kecilnya di dinding. Lukisan kedua orang tuanya, foto-foto masa kecilnya dan kakaknya. Terlalu banyak memori di dalam rumah itu.

Milan yang sedang duduk di depan meja tempat komputernya berada mendengar suara adiknya. "Jam satu malam. Lima hari ini ke mana saja kau?" tanya Milan tanpa menoleh ke arah Nolan.

"Banyak hal yang harus kulakukan," jawab Nolan.

"Kau tidak syuting, manajermu bilang dia cukup kerepotan untuk menyusun ulang jadwalmu. Kau tidak pergi ke gym, tidak main golf, kau tidak main ke Nolan's Bakery. Ada urusan lain selain hal-hal yang menjadi kebiasanmu itu?" tanya Milan yang kemudian menoleh ke arah adiknya.

"Kak Milan pasti sudah tahu aku ada di mana. Kenapa harus bertanya lagi?" ujar Nolan malah balik bertanya.

"Tinggalkan pelacur itu," suruh Milan sembari berdiri.

"Siapa yang Kakak panggil sebagai pelacur?" tanya Nolan dengan mengernyitkan dahi.

Milan memutar pandangannya. "Siapa lagi kalau bukan Vanesa?"

Nolan menggeleng. "Apa yang terjadi dengan Kak Milan? Hanya karena berita di luar sana, Kakak balik membenci Vanesa?"

"Dia bermain dengan pria lain. Pria yang sudah memiliki istri. Kau tidak jijik dengannya?" tanya Milan seraya menyipitkan matanya.

"Kak Milan tidak bisa memberi penilaian secara sepihak, kasus ini masih belum bisa ditarik kesimpulannya," jawab Nolan.

"Kau sudah melihat video itu dan kau pasti sudah tahu kebenarannya. Kesimpulannya adalah, tinggalkan Vanesa. Aku tidak mau kau tetap bersamanya," ucap Milan seraya menatap adiknya tajam-tajam.

"Tidak akan. Aku akan tetap setia dengannya," kata Nolan.

"Kau bodoh!"

"Sudahlah, aku ke sini hanya untuk mengambil barang-barangku. Aku akan tinggal di tempat lain," ujar Nolan sembari berjalan ke arah tangga.

"Silakan. Aku akan melihat sampai kapan kau akan bertahan dengannya. Kau sudah dibutakan olehnya, Nolan," kata Milan seraya menahan tangisnya.

"Iya, kakak lihat saja," jawab Nolan yang kemudian menaiki tangga.

"Kau juga lihat saja. Aku akan membuatnya kehilangan segalanya! Termasuk kehilangan dirimu!" teriak Milan.

"Semoga berhasil," balas Nolan menyamai kerasnya suara kakaknya.

***

[Tekan ★ kalau suka part ini!]

Question's Time

1. Bagaimana pendapat kalian tentang part ini?

2. Kalian percaya Vanesa atau tidak?

3. Kalian mendukung Milan atau Nolan?

3. Jika kalian ketemu Aska, apa yang ingin kalian ucapkan?

***

Andhyrama's Note

Cerita ini masih jauh ya. Semoga nggak melelahkan, karena emang konflik bakal terus begulir. Bukan tipe cerita yang penuh dengan "momen aman", tapi kalau mau yang manis-manis ada di lapak Aristav yang judulnya Making Pretty Scandal .

Kalau misal part ini tiba-tiba ke-update lagi. Itu berarti aku baru edit lalu ku-update ulang. Jadi, jangan kaget ya wkwkwk

Mau Next?

***

Information

Making Dirty Scandal

a novel by Andhyrama

Don't forget to read Making Pretty Scandal by @aristav

We are on Instagram @makingscandal

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama  

Making Dirty ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang