Chapter 13

6K 407 63
                                    

"Kalian bersiap-siaplah, kemasi semua barang. Aku akan kembali ke tenda agar mereka tidak curiga." Bisik si pria berkacamata.

"Kenapa aku harus turun malam ini ? kami berdua tidak ada hubungannya dengan kalian bukan ?"

"Tidak maukah kalian menolongku ? mereka tidak akan turun. Mereka akan mencari makhluk itu. jika siang nanti aku pamit pada mereka untuk turun bersama kalian, teman-temanku akan mencurigaiku. Projek yang kami jalani ini sangat rahasia."

"Tapi bukankah kalian kehilangan teman ? seharunya kalian cepat-cepat turun dan membuat laporan."

"Itu memang benar. Tapi sebelum medapatkan foto makhluk itu, mereka tidak akan turun. Mereka tidak akan menceritakan kejadian sebelum teman kami tewas. Mereka tidak akan mau turun bersama kita. Mereka Cuma berpura-pura untuk turun, padahal mereka sedang berkeliling."

"Aku mohon. Aku tidak berani kalau harus turun malam-malam sendirian." Lanjut si pria berkacamata.

"Bagaimana Im ?"

"Aku sedang bingung. Tapi apa salahnya kita membantu orang, lagian kita juga harus cepat-cepat turun sebelum terjadi sesuatu dengan Hesti."

"Baik kalau begitu. Tunggu aku dijalur bawah. Aku akan menyusul."

Si pria berkacamata keluar tenda, dia berjalan mengendap-ngendap. Tidak begitu lama terdengar dia bercakap-cakap dengan temannya. Mungkin si pria berkacamata sedang memberi alasan kenapa dia meninggalkan tenda.

"Kenapa kita harus menolong dia Im ? kita baru kenal tadi sore dengannya."

"Rupanya dari pendakian ini kamu belum bejalar apapun. ini namanya solidaritas. Lagian aku merasa kasian. Tidak kah kamu melihat raut ketakutan di wajahnya ?"

Setelah tenda si pria berkaca mata terlihat gelap kembali. Aku membangunkan Imron, sedangkan Baim mengemasi barang-barang.

"Ada apa ?"

"Apa tubuhmu sudah terasa lebih baik ? kita akan turun sekarang."

"Ini masih malam."

"Nanti aku jelaskan dijalan. Tapi sekarang kita harus cepat turun."

Untunglah Imron tidak banyak bertanya, dia langsung bangun dan menuruti perintahku untuk bersiap-siap. Aku merasa kasian padanya, kelihatannya Imron masih terlihat lemas.

Imron duduk bersandar pada batang pohon. Aku dan Baim membongkar tenda. Kami berdua berusaha sebisa mungkin agar tidak membuat suara yang bisa mengundang perhatian. Setelah semua barang masuk kedalam ransel, kami langsung turun.

Udara dingin terasa sampai ke tulang. Tidak peduli walaupun jaket yang dikenakan sudah sangat tebal tapi hawa dingin tetap terasa dipunggung dan dada. Kondisi jalanan basah, beberapa bagian berlumpur. Sehingga kalau kurang hati-hati bisa tergelincir.

Aku sedikit kesulitan karena saat berjalan harus menyeimbangkan badan hanya dengan satu tangan. Imron menyorotkan senter dari belakang agar aku bisa melihat kedepan. Baim didepan membuka jalan, menutupi bagian yang licin dengan tanah ataupun batu agar aku tidak sulit untuk melewatinya.

Setelah kami turun beberapa meter dari tempat mendirikan tenda tadi. Kami bertiga mencari tempat yang landai untuk beristirahat sambil menunggu si pria berkacamata. Baim menyalakan lampu tenda, sehingga keadaan disekitar menjadi terang.

"Kita menunggu siapa ?" Tanya Imron.

"Nanti juga kamu tahu setelah dia datang."

Baim menyalakan satu batang rokok. Imron menyandarkan tubuhnya pada pohon kemudian memejamkan mata. Aku terus menyorotkan senter kearah jalan yang telah kami lewati tadi. Untuk memberi tanda seandainya si pria berkacamata datang dan sedang mencari keberadaan kami.

KABUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang