Chapter VIII : Clairvoyance

Start from the beginning
                                    

π

"Si brengsek satu itu!!"

Jaemin menggebrak meja kafeteria dengan ganas. Ia membuang nafasnya kasar. Matanya berkilat nyalang dan sengit, seolah ingin menghancurkan apapun yang ada di hadapannya. Rahangnya mengeras. Ini bukan pertanda baik.

"Kenapa dia?" Haechan berbisik pada Renjun yang ada di depannya.

Renjun bergerak tidak nyaman sebelum menjawab ragu. "Itu... tentang seseorang di salah satu kelas psikologinya. Lee Jeno."

"Siapa?"

"Lee Jeno!!" Jaemin menyela Renjun yang sekarang terlihat pasrah.

"Kenapa dengan si Jeno-Jeno ini?" Haechan bertanya polos.

"Bukan apa-apa," Renjun menyahut cepat. Jaemin melotot tidak percaya ke arahnya. Uh-oh.

"Bukan apa-apa apanya!? Jelas-jelas ia tadi menggodamu!"

"Astaga--dia hanya membantuku mengambilkan buku di rak!"

"Dengan jarak sedekat itu!? Dan menaruh tangannya di pinggangmu!? Dan tersenyum kepadamu!? Dan sepanjang itu pula tidak melepaskan pandangannya darimu!?"

"Dia memang murah senyum, Jaemin! Jangan berlebihan," Renjun menghela nafas lelah.

"Aku tahu benar arti tatapan dan senyuman itu Renjun. Itu bukan senyuman ramah yang biasa ditujukan untuk orang asing. Dan lagi, kenapa harus dia yang membantumu!? Apa pula yang dilakukan anak jurusan kriminologi di deretan rak buku ilmu kedokteran!? Aku berani bertaruh ia menaruh nomornya di buku itu," Jaemin menjawab menggebu-gebu.

"Kau-arrgh," Renjun tidak melanjutkan kalimatnya. Pening. Jaemin menatapnya menantang.

Haechan memandang dua orang yang sedang beradu mulut di depannya bergantian. Ia seharusnya tidak terkejut dengan hal ini. Jaemin memang terkenal posesif terhadap Renjun. Tapi ia tidak tahu akan separah dan sekonyol ini. Ia tersenyum perlahan. Sangat bersyukur dari sekian banyak gelombang hidupnya yang belakangan kacau halauannya, Jaemin dan Renjun tetap sama. Mengalir seperti semestinya. Mereka berdua secara tidak langsung menjadi pegangan dan pengingat Haechan akan bagian dirinya yang terancam punah.

Senyum tidak perlu ia paksakan di sekitar mereka. Mereka dapat menjaga perasaan Haechan tanpa membuatnya risih. Haechan sangat bersyukur akan hal itu.

"Dasar pasangan rumit," Haechan mengejek sambil memutar mata.

Jaemin dan Renjun yang saling mendelik saling menembakkan laser sontak memutus kontak mata. Renjun memberengut tidak terima. Lain halnya Jaemin yang menaikan satu alisnya menantang. Dan bangga?

"Bilang saja kau iri. Makanya cepat cari pacar. Jangan hanya berkencan dengan esaimu."

"Siapa yang iri?" Haechan membalas dongkol.

Jaemin menyeringai. "Kenapa? Mau kucarikan? Aku tahu satu-dua orang, atau lebih, yang tergila-gila padamu."

"Omong kosong," Haechan mendengus tidak percaya.

Seringai Jaemin bertambah lebar nyaris merobek wajahnya. Ia mencondongkan tubuhnya mendekati Haechan. Renjun menatap Jaemin was-was. Apapun yang dikatakannya pasti bukan hal yang menyenangkan.

CLAIRVOYANCE [COMP.]Where stories live. Discover now