Sebelas

5.1K 658 39
                                    

11: start

Pada akhirnya tidak ada yang berani pulang dan menolak ajakan Ayah dari Camalia, bahkan Leo yang tadi tampak kebelet pulang sekalipun.

Pria itu menyeramkan, dengan otot-otot yang menonjol keras dan wajah yang tampak begitu kaku.

Bagaimana bisa seorang gadis lemah dan cupu memiliki ayah yang sebelas dua belas dengan atlit binaraga?

Tanpa penolakan, mereka semua ikut sang pria kekar menuju rumahnya. Rumah itu sederhana, sebuah ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan dua kamar. Juga sebuah kamar mandi didekat dapur.

Mereka duduk diruang tamu dengan tegang, wajah pria itu benar-benar keras dan tatapannya itu benar-benar bisa membuat siapa saja gentar.

Camalia didapur, menyiapkan makan malam. Meski Rabel sudah memohon untuk ikut membantu Camalia, dan menghindari atsmofer aneh yang diciptakan ayahnya, Camalia melarangnya.

"Kenapa kalian tegang sekali." suara tawa serak  khas pria dewasa terdengar. Rafael menoleh menatap pria itu. Garis-garis garang pada wajahnya berkurang.

"Santai saja aku tidak akan memakan kalian." Ayah Camalia tersenyum, ia memperbaiki posisi duduknya hingga terlihat lebih nyaman dan entah bagaimana itu hanya mengurangi sedikit hawa tegang disana.

"Kalian teman putriku?" pria itu bertanya sambil tersenyum. Memamerkan senyum memulai khas bapak-bapak.

Rabel mengangguk, ia tersenyum sopan menjawab ucapan ayah dari Camalia itu.

"Kau pasti Rabel." Ayah dari Camalia memiringkan wajahnya, tersenyum lembut kearah gadis itu.

Rabel terkejut, "i-iya Om?" Rabel kikuk, harus dia panggil dengan sebutan apa?

"Om saja cukup, namaku Rizvan. Dan Camalia banyak cerita tentang mu." mata Rabel berkilat, sungguh? Apa yang gadis itu ceritakan kepada ayahnya.

"Seorang gadis kasar yang membuat heboh."_ senyum Rabel lantas lenyap mengetahui hal itu. Disusul oleh suara menahan tawa dari lima pria kurang ajar yang seumuran dengannya.

"Tapi kau adalah gadis yang berkali-kali menyelamatkannya bukan? Aku harus mengucapkan terimakasih kepadamu." tersentak kepala Rabel kembali naik dengan binar dimatanya sungguh?! Camalia bercerita seperti itu?

Kepala pria itu bergerak kearah lain, menatap 5 pria yang membisu itu.

"Aku tidak tahu tetang kalian." Rabel ingin tertawa mendengar suara nafas yang mereka tahan.

"Aku tahu putriku bukan dari keluarga kaya layaknya kalian. Rumah ini bahkan tidak bisa menyamai setengah milik kalian. Tapi jika kalian melukai putriku, aku tidak peduli meski aku akan membusuk dipenjara akan ku pastikan kalian akan masuk rumah sakit lebih dahulu."

Semua orang terdiam, ada nada serius didalam sana dan mereka tidak mau pura-pura tuli.
"Dia bukan targetku." Aldenlah yang pertama kali membuka suara.

"Aku hanya membuli gadis kaya yang bergaya pamer kekuasaan. Aku tidak suka mengganggu hidup orang susah." kurang aja memang. Tapi Rizvan tidak ambil pusing. Selagi pria itu tidak menganggu putrinya itu tidak masalah.

"Aku suka itu, aku tahu maksudmu tegas. Meski pada faktanya aku ingin memasukan palu kedalam mulutmu. Aku akan menahannya untuk sekarang." Alden tersenyum lebar yang dibalas oleh Rizvan dengan kekehan.

"Sebenarnya satu-satunya tukang bully disini hanya Alden, Yang lain bukan." Jeremy menyahut dengan santai.

"Baguslah."

~(^з^)-♡

"Ayah ...." Suara lembut dari arah pintu mengganggu perbincangan yang baru dimulai itu. Camalia disana berdiri dengan celemeknya.

BelieveWhere stories live. Discover now