Action//Trijaya Sastia

Start from the beginning
                                    

“Gimana kalau kamu?” Neva berteriak membuat Raka sedikit terperanjat kaget.

“Kamu kalau khawatir lucu yah,” katanya sembari mencubit pipi pacarnya itu yang langsung mendapat tepisan. “Aku nggak bakal dikeluarkan. Aku aman.”

Oh, astaga percuma Neva marah-marah sama Raka. Cowok itu tidak pernah serius menanggapi kemarahannya. Percuma.

“Ada yang lagi berduaan waktu gue kena hukuman kayaknya.”

Tidak perlu menoleh Raka tau siapa yang bicara seperti itu. Dia Dean cowok yang tadi siang dia hajar habis-habisan. Neva yang menoleh langsung mencengkram tangan Raka. Kenapa si Dean itu masih saja datang sih? Parahnya membawa dua orang teman lagi. Raka jadi meragukan kelakiannya.

“Kalian mau apa?” tanya Raka ketus ketika sudah berdiri, di belakangnya Neva bersembunyi.

Dean tertawa pendek, berhenti dengan tatapan tidak enak. “Lo udah seenaknya mukulin gue tadi cuman gara-gara cewek itu. Gara-gara lo juga orangtua gue dipanggil ke sekolahan. Emang sebagusnya elo dapat pelajaran sebelum gue di keluarin dari sini.”

“Itu kesalahanmu sendiri, jangan bawa-bawa aku ataupun Neva. Lagian kamu itu cowok atau bukan sampai bawa-bawa temen gitu?” Raka sudah geram.

Kata-kata Raka barusan membuat Dean semakin marah, dia melirik kedua temannya. Matanya lalu kembali memandang Raka tajam. “Lo habis.”

Dan tanpa peringatan Dean serta kedua temannya menyerang Raka tiba-tiba. Neva bisa apa sekarang selain diam dan menjauh dari sana. Sekolah sudah sepi. Tunggu, dia bisa menelpon guru mungkin. Hah, iya Pak Ali mungkin masih ada di sekolahan. Selain dia wakil kesiswaan Neva sering kali melihat gurunya itu pulang telat. Untung dia menyimpan nomernya.

Dean sendirian hanya bisa mengelak dari serangan ketiga orang itu sekarang. Teman Dean yang pertama mencoba memukul rahang Raka, tapi tangan cowok itu terlebih dulu menangkapnya, mengunci ke belakang lalu dia hadiahi sebuah tendangan. Namun ini bukan satu orang karena selanjutnya Raka terkena tendangan teman Dean yang kedua. Raka tidak menyerah meski badan cowok itu sudah berada di lantai sekarang. Ketika lawannya hendak menendang perutnya dia lebih dulu menyerampang kaki lawannya hingga terjatuh.

Entah kali keberapa Neva melotot, apalagi sekarang Raka tengah berhasil menonjok habis-habisan lawannya dengan menduduki perut cowok itu. Hanya Dean yang belum menyerang membuat Neva meneguk ludahnya getir ketika akhirnya Dean menyerang. Raka gesit menepis pukulan Dean. Kedua cowok itu saling adu pukul, juga saling mengelak. Kaki jenjang Raka tepat mengenai perut Dean membuat cowok itu mundur.

“Sampah!” Kata umpatan itu Dean lontarkan sebelum mencoba memukul Raka.

Ya Tuhan mimpi apa Neva bisa melihat adegan berantem tanpa aturan dalam sehari dua kali ini.
“Raka.” Neva barusan menjerit ketika kepalan Dean tepat mengenai sudut bibirnya. Hanya sebentar, lalu cowok itu kembali menyerang.

Sekilas Neva menangkap senyum itu. Bagaimana bisa si Raka tersenyum di saat sedang berantem begini? Hah, Neva gila rasanya.

“Kalian berenti,” jerit Neva, tidak ada yang mau mendengar. “Raka!” Masih tidak.

“BERENTI!!!”

Dan begitu saja suara berat itu menghentikan adu pukul Raka dan Dean. Pak Ali di sana dengan kacamata tebal dan raut muka sebal. Sungguh gila.

*****

Dean Laksana, hidup dari keluarga yang pecah membuatnya memendam kemarahan setiap hari. Mulai dari kelas dua SMP hidupnya selalu dihantui pertengkaran kedua orangtuanya. Awal SMA kedua orangtuanya memutuskan berpisah. Seorang Dean tinggal bersama ayahnya, tapi jalan mereka berbeda. Ayah Dean lebih sering di luar, sibuk dengan bisnisnya. Semenjak itu dia mulai merasa tidak ada yang pernah peduli padanya. Hidupnya telah hancur saat itu dan salahnya dia terjebak di antara anak-anak nakal.

Namun ini dunia di mana bumi terus berputar. Satu bulan lalu dia terlibat berantem di sekolah dengan Raka. Hah, dia sedikit malu jika mengingat cowok itu. Kalian tau bahkan dia telah bisa begini karena Raka. Maksudnya, yah bilang saja kalau dia sudah insaf. Sudah dibilang Dean selalu malu jika mengingat Raka.

Ingat saja kata-kata Raka. Kamu tidak akan bahagia kalau nggak memutuskan untuk bahagia. Dean selalu ingat kata-kata Raka yang menurutnya rada bijak itu. Sebenarnya dari kata-kata serta nasehat Raka waktu mereka untuk kedua kalinya dalam sehari memasuki ruang BK dia mendapat pencerahan. Serta jangan lupakan ini, kalau semenjak hari itu keduanya resmi berteman dan Dean tidak jadi di keluarkan dari sekolah.

“Aku jadi obat nyamuk kan sekarang,” keluh Neva dengan muka muram.

Menonton pertandingan Raka bersama pasangan baru memang menyebalkan. Tepat di sebelah kanannya ada Zoey dan Dean. Mahkluk dua itu membuatnya panas sekarang. Di saat Raka dan dia sedang dag-dig-dug begini bisa-bisanya kedua bocah itu malah mesra-mesraan.

“Va, fokus nyemangati Raka. Jangan ngeliatin kami kalau bikin iri,” jawab Zoey kemudian.

“Minta hadiah tendangan apa kata lo waktu itu?” Dean lupa nama tendangannya.

Neva cemberut, lalu segera tersenyum ketika Raka telah memasuki matras pertandingan. “Raka semangat sayang. Dollyo Chaginya jangan lupa,” sorak Neva kencang.

Raka menoleh, memberi senyum serta angkatan dua jempolnya. Kyorugi kategori senior putra kelas Fin telah dimulai. Raka memang murid berprestasi dan untuk murid-murid seperti Dean dia tau tempat sekarang. Dia bukan murid berprestasi, tapi seharusnya tidak juga dia membawa nama sekolah kejurang kejelekan. Masalah keluarganya tidak seharusnya mempengaruhi sekolahnya. Masalahnya juga tidak seharusnya merubahnya. Untuk tindakannya selama SMA dia sadar itu merugikan dan merepotkan seisi sekolahan.

.
.
.
The end.

Writing One WeekWhere stories live. Discover now