Salsha pun tahu bagaimana paras cantik dan seksinya si mantan kekasih kakaknya atau mungkin deretan perempuan yang pernah dekat dengan kakaknya. Semua cantik dan Salsha malu mengakui jika mungkin kakaknya penggemar perempuan seksi. Ah ya, semua kecuali Yuki.

Awalnya, Salsha kira Yuki-si perempuan dari kalangan bawah ini-hanya memanfaatkan kekayaan kakaknya. Namun semua presepsinya salah. Kak Yuki-cara dia memanggil-membawa banyak perubahan bagi kakaknya. Dan Salsha iri akan fakta jika kakaknya begitu mencintai Kak Yuki sepenuh hati

Seandainya. Seandainya saja Iqbaal melakukan sama dengan yang dilakukan Kak Al.

"Salsh? Kamu ngelamun?"

"Eh?" Salsha mengalihkan atensi pada perempuan berkemeja jingga itu. "Ada apa, Kak?"

"Kamu mau nonton? Soalnya Kak Yuki pengen liat Insidious. Kamu mau, Dek?" kali ini Al yang mengambil alih pembicaraan.

"Boleh juga. Tapi aku duduk di tengah."

"Eh?" Al yang baru saja ingin mengantri tiket menoleh, "kenapa? Kamu takut?"

Salsha menggeleng dan meraih lengan Yuki tuk dipeluknya. "Aku gak mau ya ada adegan mesra-mesraan di sana. Masih ada anak di bawah umur!" ketusnya sembari mengajak Yuki tuk berjalan menjauh duduk di kursi yang ada di sisi kanan ruang.

***

"Makasih ya, Kak, udah mau temenin aku cari bukunya." Gadis berambut panjang itu mengangkat kantungnya.

"Iya gak apa-apa, lagian kan aku udah janji juga sama kamu, malah harusnya aku yang minta maaf ke kamu."

Gadis di depannya itu mengerutkan dahi sebelum akhirnya bertanya, "Buat apa memangnya?"

Iqbaal terkekeh mengacak pelan rambut Vanesha. "Karena udah batalin janji sampai dua minggu. Padahal kamu mau anternya dua minggu yang lalu kan?"

Vanesha tertawa, "Ooh itu... It's okay, hahaha." Suara tawanya yang merdu membuat Iqbaal terhipnotis. Untuk sepersekian menit ia mandang wajah gadis itu, merasakan ada getaran tak biasa ketika melihat wajahnya.

Perasaan ini. Mengapa bisa datang secepat itu? Sudah jatuhkah Iqbaal sekarang?

"Mau makan?" tawar Iqbaal mengalihkan.

"Aku udah beli nasi goreng tadi sama Zulfa. Kita nonton aja gimana?" usul Vanesha yang diangguki oleh Iqbaal.

"Aku ngikut kamunya aja. Asal kamu bahagia."

"Gombal!" Vanesha yang memilih jalan dahulu itupun membuat Iqbaal menggelengkan kepalanya. Senyuman terpatri jelas di bibir laki-laki itu.

Setelah sampai di bioskop, Iqbaal berjalan menuju ke arah Vanesha yang tengah berdiri di depan salah satu poster film.

"Mau nonton ini?"

Vanesha menoleh dan mengangguk, "Iya. Aku suka! Kita nonton ini aja ya..."

"Yaudah kamu di sini aja biar aku yang pesen tiket sama beli camilannya," kata Iqbaal hendak berlalu.

"Eh...eh," dengan cekatan Vanesha menyekal tangan laki-laki itu, "biar aku aja yang beli camilannya. Entar kita terlambat masuk, liat deh jam tayang di monitornya. Kurang tiga menit."

"Iya udah." Iqbaal merogoh saku celananya, mengeluarkan selembar uang bewarna merah. "Nih, pakai uang aku."

Vanesha menggeleng, "Aku bawa uang, kok, lagian masa Kakak terus yang bayar. Tadikan udah buku, jadi biar aku yang bayar camilannya." Kemudian gadis itu berlalu tanpa pamit. Iqbaal tersenyum menatap sosoknya yang saat ini berjalan menuju ke salah satu stan penjual camilan.

Iqbaal terpukau.

Jika ditanya bagaimana perasaan Vanesha sekarang, maka tanpa ragu gadis itu akan menjawab ia amat bahagia. Siapa sih yang tidak bahagia ketika kencan dengan orang yang disuka?

"Ini Mbak pesanannya." Vanesha mengangguk kemudian bergeser ke kiri karena ada satu pelanggan lain.

"Berapa, Mas?"

"Delapan puluh tujuh ribu totalnya." Vanesha mengangguk mengambil selembar uang yang kemudian diberi kembalian oleh si penjual. Ia pun berjalan cepat ke arah Iqbaal yang sudah ada di depan studio dua.

"Udah main ya filmnya?" kata gadis itu mengekor Iqbaal masuk ke dalam.

"Masih intro, biasanya sih lama ada promosi film juga kan." Vanesha mengangguk saja dan mulai berjalan sejajar dengan Iqbaal.

Keduanya masuk bersama sang pegawai, juga dibantu untuk menemukan tempat duduk mereka.

"Kamu beli burger ya?"

"Iya, pengen gitu."

"Harusnya kita tadi makan dulu. Sehabis nonton kita makan ya?"

"Iya Kak. Bawel ih."

Iqbaal terkikik sembari mengacak poni Vanesha. Laki-laki itu tersenyum yang di balas oleh Vanesha.

Jika Iqbaal tersenyum maka berlainan dengan gadis yang duduk di bangku baris keempat paling atas itu. Salsha meremas botol minuman yang di pegangnya memandang ke arah Iqbaal yang mulai duduk dengan gadis lain. Meski keadaan gelap, dia yakin jika laki-laki itu Iqbaal. Iqbaalnya.

***

Saran dan komennya boleh. Jangan lupa untuk vote. Thankiu.

Cium beceq
-Bieber.

My Sweetest ExWhere stories live. Discover now