Part 16 : Floating?

2.9K 247 4
                                    

"Zestasia Alithea," Sebuah suara merdu nan lembut namun terdengar lirih disaat yang bersamaan membuatku bertanya-tanya tentang pemilik suara bak malaikat itu. Suaranya terdengar berbeda dengan suara gadis yang beberapa saat lalu kutemui.

Aku menoleh kearah sumber suara malaikat itu dan mendapatkan sosok malaikat sungguhan. Maksudku, lihatlah wajah wanita cantik ini. Wajahnya adalah karya Tuhan yang sangat sempurna dengan tubuh yang terbalut gaun putih tanpa lengan yang berhasil menunjukan kulit putih susu mulusnya.

Wanita itu terkekeh sesaat. Aku yang sedari tadi hanya mematung menatap karya sempurna Tuhan disadarkannya dan membuatku harus mengkerutkan dahiku tanda bingung.

"Terima kasih karena sudah memujiku. Tetapi, bisakah kau hentikan tatapanmu? Itu membuatku sedikit tidak nyaman." Ucapnya pelan yang hampir tak tertangkap telingaku.

Oh. Ternyata dia juga bisa membaca pikiranku. Aku berdeham pelan untuk menetralkan rasa gugupku. "Apa yang sedang kulakukan disini?"

Wanita itu tersenyum membuatnya terlihat sangat cantik. "Aku yang memanggilmu kemari untuk memberitahukan sesuatu."

Aku mengernyit bingung. "Lalu, kau itu siapa?" Tanyaku yang sedari tadi menahan diri untuk tidak bertanya.

"Itu tidak penting, yang terpenting sekarang adalah, kau harus bisa menjalankan takdir yang telah Tuhan tentukan padamu. Meskipun menyakitkan, tapi kau harus bisa tetap menjalankan semua dengan baik. Jika kau tersesat, maka aku akan datang kepadamu, lagi." Ucapnya dengan pandangan mata intens yang terfokuskan pada diriku.

Mengabaikan kebingungan yang melanda otakku, aku teringat sesuatu. "Um, apakah kau tahu dimana aku bisa bertemu dengan teman-temanku?" Ucapku. Entahlah, aku merasa harus bertanya tentang Zwei dan Claire kepadanya.

Masih dengan senyum menawan yang disunggingkannya, wanita itu kembali berucap, "Kau akan menemukan petunjuknya setelah kau terbangun. Maka itu, bangunlah, Zestasia Alithea. Sampai jumpa." Perlahan, kabut putih menghalangi pandanganku membuat wanita itu kian memudar dan akhirnya menghilang.

➰•➰•➰

Author POV

Felix menatap kearah gadis yang terbaring di kasur miliknya tengah memejamkan mata denga nafas yang teratur. Wajah damainya menunjukkan betapa nyamannya gadis itu berbaring di kasur Felix.

Felix memejamkan matanya seraya mendengus kesal berusaha meredamkan kekesalannya. "Kapan kau bangun, gadis bodoh?!" Ucapnya dengan sedikit bentakkan berharap gadis itu segera terbangun. Bagaimana tidak kesal? Gadis itu dengan seenaknya berbaring di kasur empuknya sedangkan pemiliknya harus tidur di empuknya sofa sampai bisa membuat seluruh tubuhnya serasa di mandikan air es.

Felix mengerjapkan matanya lalu berlalu pergi dengan perasaan yang campur aduk. Baru saja Felix hendak membuka pintu kamarnya, tiba-tiba saja terdengar lenguhan kecil dari belakangnya. Sontak saja Felix berbalik menatap Tasie yang kini memegang kepalanya yang terasa berdenyut sakit.

"Kau baik-baik saja?"

Pertanyaan yang keluar dari mulut Felix membuat Tasie mengernyit bingung. Sejak kapan ada orang di kamarnya selain dirinya? Tasie tidak pernah mengizinkan orang lain selain Zwei dan Claire untuk masuk ke kamarnya. Terlebih lagi, suara itu terdengar seperti suara laki-laki.

Mata Tasie yang sedari tadi menyipit karena bingung kini terbelalak kaget saat menyadari ada orang lain di dalam kamarnya. Sontak saja Tasie langsung menolehkan kepalanya menatap langsung manik Felix.

"Apa yang kau lakukan dikamarku?!"

Felix yang masih berada di dekat pintu kini tambah menyatukan alisnya lalu sedetik kemudian terbahak keras. Kini giliran Tasie yang menambah kerutan di dahinya.

"Kamarmu, eh?" Tanya Felix dengan nada meledek.

Tasie yang baru tersadar perubahan kamarnya mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan menyadari bahwa dirinya sedang tidak berada di kamarnya. Tasie menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sambil berdeham pelan.

"D-Dimana aku?"

"Kamarku."

Tasie membulatkan matanya tidak percaya. "Kau--"

"Aku menemukanmu pingsan di dekat Legendary Door. Sedang apa kau disana? Bagaimana kau bisa masuk ke dalam sini tanpa ketahuan?" Tanya Felix dengan nada menyelidik.

Tasie berusaha mengingat-ingat bagaimana dia bisa berada di tempat ini. Seakan mendapat pencerahan, Tasie membulatkan matanya menatap Felix antusias.

"Apa aku berhasil?"

"Heh?"

Tasie melirik keseliling ruangan dan tidak menemukan apapun yang dicarinya. Matanya yang tadi terlihat antusias kini menjadi datar. Felix yang sedari tadi hanya melihat Tasie yang seakan mencari sesuatu hanya mengernyit bingung. Tasie menghela napas lelah sambil memejamkan matanya.

Seakan tak tahan untuk bertanya, Felix bertanya dengan cepat, "Sebenarnya apa yang kau cari?"

"Tidak ada."

Kernyitan di dahi Felix yang belum memudar kini bertambah dalam. Rasanya Felix ingin melempari Tasie dengan meja yang berdiri cantik di sebelahnya. Memejamkan mata, Felix menghela napasnya lelah.

"Oh iya, apa kau melihat kelas D?"

"Ah, sejak kemarin kelas D seakan lenyap begitu saja. Bahkan guru pembimbingnya pun kelimpungan mencari anak-anak kelas D dan kurasa, kau adalah satu-satunya yang baru ditemukan yang merupakan anggota kelas D." Penjelasan Felix sontak membuat Tasie membulatkan matanya tak percaya. Apa-apaan ini? Bukankah seharusnya mereka baik-baik saja? Hanya saja kata Mr. Thomas mereka akan mengalami gangguan mental ringan.

Ekspresi datar Tasie kini berubah menjadi ekspresi panik yang jarang sekali di tunjukannya. Tasie berpikir akan kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin terjadi kepada teman-teman barunya itu. Felix yang melihat kepanikan Tasie pun hanya bisa menatap Tasie dengan pandangan bingung.

"Sebenarnya apa yang kalian lakukan di Legendary Door?" Tanya Felix.

Tasie menolehkan kepalanya menatap datar manik Felix. Raut wajah Tasie kini kembali datar. "Itu tidak penting. Apa kau tahu mereka berada dimana?"

Felix mengernyitkan dahinya bingung. "Bukankah sudah ku katakan bahwa mereka menghilang sejak kemarin?"

Tatapan datar Tasie berubah menjadi tatapan dingin yang menusuk dan menakutkan. "Apa kau tahu dimana mereka?" Tanya Tasie dengan penekanan di setiap katanya.

Gulp.

Ugh. Dasar gadis dingin sialan.

****

Tasie POV

I can't believe this. Mereka -kelas D- they're floating like baloons. Aku tercengang menatap pemandangan dihadapanku ini. Ditambah lagi pintu masuk ruangan ini yang awalnya terlihat seperti pintu kayu tua biasa saat dibuka memunculkan pemandangan yang dapat membuat manusia pingsan seketika dengan ruangan yang berbentuk seperti galaxy disertai orang-orang tak sadarkan diri yang melayang bebas diatas sana.

"What the hell?!"

"Surprised, huh?"

Aku menoleh kebelakang dengan kerutan di wajahku saat mendengar suara Felix dibelakangku. Kupikir Felix hanya mengantarku saja ternyata dia juga ikut masuk kedalam bersamaku.

"Jika kau berpikir aku hanya mengantarmu, maka kau salah."

Kerutan di dahiku bertambah. Apa dia bisa membaca pikira--

"Dan satu lagi, aku tidak bisa membaca pikiranmu." Ucap Felix dengan raut wajah tak berdosanya.

Kerutan di dahiku menghilang seiring dengan berubahnya ekspresi wajahku yang menjadi datar. "Kau menyebalkan."

Entahlah. Aku hanya merasa kesal karena dia berucap seakan raut wajahku mudah terbaca. Rasanya ruangan menakjubkan ini ingin ku ubah menjadi ruangan yang mirip dengan hell.



****

All i can say is, i'm sorry.🙏🙏

The Lost Dragons : Flame & IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang