Romance//Jun

33 7 3
                                    

Ditulis oleh: Jun A.
Judul: Soulmate
.
.
.
.

Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, Rainan semakin sadar bahwa kebutuhannya tidak berhenti pada materi dan pangan. Lelaki berperawakan tegap dan berlesung pipi itu memiliki kebutuhan lain yang secara psikologis dapat membuat hari-harinya terasa lebih ringan, lebih santai, dan dapat menghilangkan stresnya yang kerap datang tiba-tiba.

Jika Rainan mau menurunkan tingkat gengsinya sedikit saja, mungkin tatto bergambar hati yang terukir sejak dia lahir itu sudah mengeluarkan cahaya biru sejak lama—tiap orang di kota ini memiliki tatto yang sama dengan Rainan, yaitu sebuah tanda lahir dimana itu menjadi pertanda seberapa dekatkah, atau seberapa cocokkah kau dengan pasanganmu. Tapi, tatto dengan garis-garis terputus yang membentuk hati di lingkar tangan Rainan itu tidak pernah sekali pun berpijar, terkadang ia hanya berkedip remang, artinya bahwa Rainan tidak tertarik pada lawan jenis yang ada di dekatnya.

Sedih memang, ketika banyak gadis mencoba meraih hati Rainan, tetapi tidak sedikit pun Rainan tertarik. Tanpa Rainan mengeluarkan ucapan penolakan pun, gadis-gadis akan langsung mengetahui hanya dengan melirik lingkar tangan Rainan yang berkedip remang. Itu artinya Rainan tidak menyukai mereka.

"Jadi?" Meskipun melihat dengan mata dan kepalanya sendiri, tetap saja ada beberapa gadis yang penasaran dan nekat memastikan keputusan Rainan.

Kedai kopi pagi itu masih terbilang sepi, hanya ada beberapa karyawan Rainan dan pengunjung yang tidak sengaja berteduh karena gerimis tiba-tiba datang. Sebelumnya Rainan tidak berniat membuka toko karena seharian kemarin ia lelah, banyak sekali gadis yang mendadak menemuinya. Oh, salahkan Elang yang memberitakan kepada penghuni kota, bahwa Rainan sedang mencari pasangan jiwa. Kedai kopi berkonsep Jawa itu tiba-tiba saja ramai dalam kurun waktu kurang dari 8 jam setelah berita diedarkan. Bukan ramai pembeli, melainkan kandidat yang melamarkan diri kepada Rainan. Dan, parahnya lagi, Rainan tidak bisa menolak—lagi-lagi karena Embun terlanjur menyuruh mereka masuk ke dalam.

Rainan mengangkat tangannya dan berkata dingin. "Tatto yang dimodifikasi oleh para ilmuwan ini, sangat jujur dan transparan. Sangat akurat terhadap apa yang aku rasakan. Terkadang aku bertanya, bagaimana bisa hal semenakjubkan ini digadang-gadang sebagai kesalahan terbesar dalam sejarah umat manusia. Padahal tatto ini adalah refleksi dari apa yang ada di otak kita. Jika aku menyukai sesuatu, maka tatto ini akan berpijar terang, sementara jika aku tidak menyukai sesuatu, maka tatto ini hanya berkedip seperti lampu kamar yang baterainya tidak pernah diganti."

Gadis pirang di depan Rainan mengangkat alis, bingung harus bereaksi apa. Apa maksud Rainan? Kenapa dia malah berkata panjang lebar tanpa kejelasan yang pasti? Gadis itu, yang belakangan diketahui bernama Eve, kemudian tersenyum kikuk. Eve berharap banyak Rainan akan menerimanya sebagai, ehm, kau tahu, sebagai pacar.

Namun, otak dan hati Rainan masih bekerja secara kompak. Jika hati Rainan berkata tidak, maka otak akan memerintahkan seluruh sel dalam tubuh supaya tetap pada keadaan semula. Pada akhirnya tatto itu tetap berkedip remang, seperti lampu kamar yang tidak diganti baterainya.

"Aku tidak meyukaimu," lanjut Rainan menurunkan tangannya, lalu memberi senyum singkat pada Eve. Wawancara jodoh kali ini dianggap selesai begitu saja. Berlalu tanpa ada kesan yang berarti.

*****

Hari-hari esoknya tetap sama. Wawancara jodoh tetap dilakukan atas dasar paksaan. Jika saja Embun tidak memotivasinya mati-matian, Rainan tidak akan mau melakukan hal seperti itu. Dia jadi terlihat seperti pangeran yang mencari seorang puteri, sayangnya Rainan sama sekali tidak punya klu seperti sepatu kaca, misalnya.

Padahal mudah saja tatto ini bekerja. Garis-garis ini akan menyala ketika sel-sel saraf di otak Rainan bekerja lain dari biasanya, misalnya saja otaknya mendadak memproduksi banyak dopamin, maka tatto itu akan menyala terang. Rainan tidak begitu tahu bagaimana tatto ini akan bekerja sangat akurat terhadap konsep pertemuan jodoh, tapi yang dia dengar dari Embun, jika suatu hari dia berada dalam jarak dekat dengan soulmate-nya, maka tatto itu akan menyala terang tanpa harus menunggu otaknya memproduksi sel dopamin. Dalam arti lain, tatto itu secara magis akan menyala dengan sendirinya.

Cara kerja yang hampir tidak masuk akal.

Di zaman yang teknologinya serba maju seperti ini, masih saja ada hal magis yang mereka percaya.

*****

Tapi, jika apa yang dikatakan Embun benar adanya, maka seharusnya Rainan sadar bahwa selama ini jodohnya kerap berlalu-lalang di sekitarnya.

Rainan sekarang ingat. Tatto ini seringkali berpijar tanpa sebab. Kadang saat dia tertidur di kafe, atau ketika menonton bioskop, atau sekadar berjalan di pinggir taman.

Tattonya bukan saja menyala, tapi juga menghasilkan listrik yang membuat lingkar tangan dan sekitar kulitnya menjadi gatal-gatal-geli. Akibatnya Rainan terbangun celingukan. Tapi, waktu itu Rainan belum tahu apa penyebabnya. Baru sekarang dia ingat, itu juga karena Embun yang memberitahu.

Dan, beberapa saat lalu, tatto ini berpijar lagi, tanpa sebab, dan memberikan efek lebih sadis dari yang sebelumnya. Jika sebelumnya hanya gatal-gatal di kulit, sekarang rasanya ada semut dan kupu-kupu yang berperang di dalam perutnya. Rainan tidak tahu apa ini efek sakit perut di kala pagi, atau benar-benar efek dari tattonya yang semakin menyala terang.

Penasaran, Rainan menoleh ke sekeliling, menantang pernyataan Embun kemarin.

Sayangnya nihil. Rainan tidak menemukan apapun kecuali kereta panjang yang melaju dan seorang gadis yang berlari melewatinya dengan kecepatan menyamai kereta.

*****

Namun, bisa saja yang Rainan cari adalah gadis yang berlari itu. Kini Rainan dibuat pusing oleh cara menemukan soulmate-nya. Lelaki mapan yang tadinya tidak pernah memikirkan hal-hal begini, mendadak jadi lelaki melankolis yang tiap ada peluang, selalu mengukir puisi tentang garis tangannya.

Dimana dia?

Siapa dia?

Bagaimana caranya?

Dan, lucunya puisi-puisi yang secara asal Rainan tulis, diberi balas oleh entah siapa. Kertas bekas Rainan ditemukan lagi di meja kasir dengan tambahan kalimat seperti ini: Aku temui kau di mana waktu seolah berhenti, bersama siulan iri, dan tepuk tangan menyoraki, dan aku janji tidak akan berlari lagi.

Sampai suatu malam, Rainan dipertemukan lagi oleh waktu. Lingkar tangannya yang bergelayut pada gantungan kereta mulai berdenyut nyeri, ada efek gatal yang tidak bisa ditahannya, pula perutnya mendadak keram. Rainan berusaha keras agar terlihat sehat di antara penumpang kereta. Seolah senam dada, jantungnya memompa tidak wajar. Dan, ia rasa efek ini muncul setelah mata bulat itu mendaratkan atensinya pada Rainan.

"Hai," sapa gadis berambut sebahu yang juga sedang menggelantung pada pegangan besi. Tangan pucatnya memancarkan pijar biru yang tidak kalah terang dengan milik Rainan. Saking terangnya pijar itu, ketika kereta memasuki lorong jembatan, gerbong yang mereka tumpangi menjadi terang benderang.

Penumpang lain berbisik sambil tersenyum. Menyaksikan bagaimana soulmate saling menemukan adalah tontonan yang romantis. Tidak sedikit dari mereka memberi siul dan tepuk tangan. Menyambut pasangan yang baru dipersatukan oleh kejadian.

Sementara Rainan lega, segaris senyum tipis penuh makna muncul di akhir gemuruhnya siulan.

"Apa ini waktu yang kau maksud?"

Writing One WeekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang