[3] Dylan, Oh, Dylan

325 62 68
                                    

DYLAN’S POV

“Daddy!” Aku berteriak dari lantai dasar. Aku sudah terbiasa seperti ini karena aku mengganggap rumahku sendiri ini sebagai hutan privacy yang sengaja di belikan untukku. Aku mulai berimajinasi lagi, kan.

Derap langkah kaki mendekat terdengar semakin jelas.

Shut up, Dylan! Aku hampir tersandung di tangga karenamu!” Suara cempreng & tinggi khas Abraham itu muncul dari balik pintu kamarku. Aku dengar dia terus mengumpat kesal dan menggedor pintu kamarku berulang kali sambil memanggil namaku penuh emosi. Aku menutup telingaku dengan tanganku sendiri.

“Bawel!” Gerutu lalu mencibirnya, pura-pura menirukan bagaimana cara dia mengingatkanku dengan nasehatnya yang seperti narasi panjang tak berujung. Aku sampai lelah mendengarnya, apalagi yang ngomong.

Abraham Ryder—Kakak laki-laki kesayanganku, ups, aku sudah anggap dia sebagai bodyguard pribadiku karena dia overprotective kepadaku. Bagaimana tidak dia melebihi seorang pengawal yang mengawal seorang tahanan kelas atas, dia ‘sangat-sangat-sangat’ protective kepadaku, di depan dia sangatlah cuek, dingin, dan menjengkelkan tapi kalau ada yang menyangkut hal-hal tentang keluarganya –terutama aku— dia bisa berubah 360 derajat!

Apalagi semenjak kematian Mom--,

Ups, keceplosan! Seharusnya aku tidak menceritakan kejadian itu! Yasudahlah sudah terlanjur, apa boleh buat? Untung saja aku keceplosan tidak terlalu banyak, hanya sebatas 4 baris kata, doang, kan?

Yah, Abraham terkenal di mata teman-temanku, lebih tepatnya seisi sekolah –kita satu sekolah, umur kita terpaut 3 tahun. Bahkan, guru-guru perempuan –tidak mungkinlah kalau pria—mengagumi sosok Abraham. Singkat cerita, datanglah ke sekolahku dan lakukan survey ke setiap murid di sekolah; Apa kamu kenal dengan Abraham Ryder?

Dan kupastikan sebagian besar dari mereka menjawab; Abra kan?! Pasti lah! Dia sangatlah tampan bukan?! Apalagi dia seorang ketua tim basket! Dih, dia kelewat perfect. Udah ganteng, tajir, bodynya buihh… aduhaii~

Terus, coba kalian tanya yang satu ini;  Kalau Dylan?

Parahnya, sebagian besar mereka berkata; Ohh... aku tahuu! Dia kan....- aku tidak tahu. Dia toh juga tidak terkenal.

Dan hanya sebagian kecil berkata; Adiknya Abraham, kenapa emang? Dia biasa-biasa aja, kan.

Dan yang terakhir itu membuatku nyesek seperti jatuh dari lantai gedung tertinggi yang ada di dunia, bisa di bayangkan? Seberapa hancurnya aku :’

Okay, besok-besok akan aku sebutkan satu-satu fakta tentang Abraham, mungkin kalian akan jatuh cinta kepadanya dan menitipkan cokelat, bunga, bahkan surat cinta kepadaku untuknya.Shit, kenapa aku menceritakan hal ini?!! Ah, bodoh akuu!

Karena sudah keceplosan –kedua kalinya—Aku akan menceritakan sebuah dongeng favoritku.

Ekhemm,

 

[x]

Pada suatu hari, Seorang murid perempuan telah menyelesaikan test dengan guru matematika yang terkenal galak di sekolahnya. Dia menjalaninya dengan sangat bagus, dia mendapat nilai teringgi saat itu.

Tringgg...

Bel istirahat pun berbunyi nyaring. Murid-murid sekolah itupun berhamburan keluar kelas, tapi tidak dengan Dylan.

Enchanted ⇨ stylesTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon