Bab XVIII

2.7K 70 6
                                    

"Jangan lupa hari ini kita ke pesta bos, Shana", ujar Viona, rekan Shana dan juga teman satu apartemennya. Shana hanya mengangguk. Pikirannya tertuju pada Driyan. Sudah beberapa minggu ini, Driyan tidak ada di apartemennya. Ia selalu mendapati apartemen Driyan terkunci. Shana juga tak pernah dihubungi sama sekali oleh Driyan, meskipun nomer wanita cantik itu sudah tersimpan di handphone Driyan. Shana merasa Driyan menghindarinya.

Shana dan beberapa rekan model  yang lain menghadiri undangan pemilik agency dimana mereka bernaung. Shana terlihat cantik petang itu dengan menggunakan gaun hitam yang membalut tubuh indahnya. Shana berjalan gontai karena ia sedang memikirkan Driyan yang tak kunjung mengiyakan permintaaannya waktu itu. Pandangan sayu Shana tertuju pada seorang wanita bertubuh mungil yang sedang berbincang dengan seorang wanita berwajah oriental. 

Shana menunggunya hingga temannya meninggalkannya. Shana menatap tajam wanita mungil itu. Shana tertegun dengan bentuk tubuh wanita itu, perut sedikit buncit terlihat jelas di matanya. Matanya nanar melihat pemandangan ini. 

" Apakah karena ini, engkau menghilang dariku mas", batinnya. Shana menghampiri wanita itu.

" Kita bertemu lagi di sini", Shana menyapa Ayuna. Ayuna hanya terdiam. 

"Tolong sampaikan pada mas Driyan, Maafkan Shana tidak bisa menemuinya minggu lalu. Minggu ini, Shana baru bisa bertemu", Shana mencoba untuk bertutur semanja mungkin. Ia ingin wanita ini terluka seperti yang Ia rasakan selama ini. Luka yang dirasakannya jauh lebih besar daripada wanita ini. 

Wanita mungil itu menatap tajam Shana.

" Bukankah di dunia ini semua sudah canggih. Saya rasa Anda bisa menyampaikan pesan itu sendiri". Shana hanya tersenyum sinis pada wanita itu. Wanita mungil itu meninggalkannya. 

Melihat kehamilan wanita itu, membuat hati dan matanya terasa panas. Shana lebih memilih pulang ke apartemennya, daripada Ia tersiksa mengikuti pesta yang meriah, tapi batinnya terluka parah.

Shana duduk termenung di kamarnya. Gaun mahal dan make up elegannya masih menempel di tubuh dan wajahnya. Ia hanya terdiam dalam gelap di sudut kamarnya. Tangisnya yang menjadi saksi perjalanan pahit cintanya. Semua memori buruk cerita cintanya terputar dengan indah. Airmatanya semakin menjadi, seluruh make up elegannya terhapus oleh airmata yang menjadi bukti luka di hatinya.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Setelah meeting dengan pengusaha dari Kalimantan selesai, Driyan segera bergegas pulang. Ia lebih cepat satu jam dari waktu yang diperkirakan. Ia segera pulang untuk melihat kondisi Ayuna, seharian Ia tidak bisa menghubungi wanita itu, karena jadwal meeting yang benar-benar padat hari ini. 

Sesampainya di rumah, Ia berjumpa dengan Pak Dullah dan istrinya yang sedang berbincang saat membersihkan halaman rumah Driyan. Driyan mencari Ayuna di kamar dan seluruh ruangan tetapi Ia tidak mendapatinya. Driyan kembali keluar menemui Pak Dullah. 

" Ayuna kemana pak?", Driyan mencoba bersikap datar. 

" maaf mas Driyan, maafkan saya. Hari ini mbak Ayuna meminta saya untuk tidak mengantarnya, karena hari ini Ia jadwalnya padat, jadi mbak Ayuna lebih memilih naik mobil sendiri". 

Driyan menghela nafas. 'kenapa kamu begitu keras kepala Ayuna",batinnya.

" Ya sudahlah Pak", Driyan kembali ke kamarnya. Ia lebih memilih mandi untuk menyegarkan pikirannya. 

Sambil menunggu AYuna pulang, Driyan membaca artikel-artikel di gadgetnya tentang Ibu hamil. Banyak hal yang harus dipelajari Driyan sebagai suami siaga selama Ayuna hamil. Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, tetapi Ayuna tidak kunjung tiba. Driyan mencoba menghubungi Ayuna, tetapi Ayuna tidak mengangkat handphonenya. Ia beranjak dari kamarnya menunggu di teras rumah.

Setetes EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang