Bab XIV

2.2K 61 2
                                    

Ibu utami masih mengamati Ayuna yang tertidur pulas. Penjelasan dokter membuatnya terus mewanti wanti Driyan untuk memperhatikan pola makan Ayuna. 

" Kamu itu le, jadi suami harus selalu perhatikan istrimu. Kondisi istrimu harus benar-benar kamu jaga. Penyakit maag itu selain pola makan juga karena banyak pikiran. Apa Ayuna lagi banyak pikiran Le?". Driyan terdiam. 

" Mungkin masalah pekerjaan Bu". Driyan bersuara. Ia tahu apa yang menjadi beban pkirannya. Driyan tahu dengan pasti.

" Kamu harus mewanti-wanti dia, jangan terlalu fokus sama pekerjaan terus lupa sama waktu makannya". Driyan mengangguk. 

" Ya udah le, Biar  Ayuna istirahat dulu. Ibu mau minta Bu Dullah buatin makanan yang cocok untuk Ayuna".

Driyan mengamati Ayuna yang tertidur  pulas di kamar tamu. Kamar Driyan sedang dibersihkan Pak Dullah karena Ayuna menumpahkan muntahannya di sana. Ia ingin berbicara pada Ayuna tetapi Ayuna selalu menolak, dan kondisi saat ini  tidak emungkin untuknya membahas masalah malam itu dengan Ayuna.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hari ini, Ibu Driyan pulang ke Kediri, karena ada acara keluarga besar di Kediri. Driyan bersama Ayuna yang sudah baikan mengantar Ibu Driyan ke Bandara. 

" Driyan, kamu jaga baik-baik Ayuna, Jangan sampai sakit lagi". Driyan hanya mengangguk. 

" Nak Ayuna, ingat pesan Ibu kemarin ya. Kamu jangan sampai telat makan ya nduk, nanti tambah parah. Kalau kerja jangan lupa  makan ya", Ibu Driyan terlalu sayang dengan Ayuna. Ia tidak pernah merasakan memiliki anak perempuan sehingga Ia melimpahkannya pada Ayuna, seperti sekarang. 

"Iya Bu, jaga kesehatan juga Ibu, Maaf belum bisa antar Ibu jalan-jalan, malah Ayuna merepotkan Ibu". 

" enggak papa nduk, besok aja kalau Ibu ke sini lagi ya". Ayuna mengangguk. Driyan mengamati kedekatan Ayuna dengan Ibunya. Kedekatan yang melebihi Driyan dengan Ibunya sendiri. 

Setelah mengantar Ibu ke bandara. Ayuna kembali ke rumah Driyan. Ia mengemasi beberapa pakaiannya. Ia harus segera pulang ke rumah, karena besok Ia harus bekerja. 

" Ayuna kita harus bicara", Driyan sudah berdiri di depan pintu kamarnya. 

Ayuna hanya memandang sekilas Driyan. Ayuna memandangnya datar.

" Bicaralah mas", Ayuna akhirnya mau berbicara dengan Driyan. Driyan berjalan mendekat ke Ayuna. Ayuna kembali mengemas pakaiannya menunggu Driyan bicara. 

" Kamu sekarang tinggal dimana, Ayuna?", Driyan berbicara dengan tenang. Ia tidak ingin ada pertengkaran di antara mereka.

" Di pinggiran kota mas", Ayuna menjawab singkat. Driyan masih mengamati Ayuna. Ia bingung mau berbicara apa pada Ayuna. Ayuna terlihat datar, Ia tidak terlihat marah. ia menjadi lebih pendiam seperti awal Driyan ebrtemu dengannya.

" Ayo aku antar pulang, Ayuna". Driyan mengamati Ayuna. Ayuna hanya terdiam , Ia menghentikan kegiatannya. 

"tidak perlu mas", Ayuna menjawab pelan.

Driyan menghela nafas berat. Ia memperhatikan Ayuna. Ayuna masih mengepak bajunya ke tas.

" Ayuna, mengenai malam itu", Driyan memberanikan diri membahas malam itu.

Ayuna memejamkan mata. Ia mencoba mengontrol emosinya. Untuk masalah itu, Ia belum bisa melupakannya. Semua masih terlihat membekas di memorinya. Sekuat ia mencoba menghapus, Ayuna belum bisa.

" Jangan mempermasalahkan itu mas, Bukankah itu kewajibanku", Ayuna memotong pembicaraan Driyan.

"Mas Driyan tidak perlu khawatir, aku tidak akan mengatakan apapun pada mereka. Aku juga tidak akan meminta cerai mas"

Setetes EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang