Lima Belas

52 13 4
                                    

Tap!

Tap!

Tap!

Suara langkah kaki terdengar bersahut-sahutan saat beradu dengan keramik di koridor. Airin tengah berjalan tergesa-gesa. Saat guru mata pelajaran terakhir keluar dari kelas tadi, gadis itu segera beranjak dari kursinya dan keluar kelas. Tidak peduli teman-temannya masih sibuk membereskan alat-alat tulis. Bahkan, ia sendiri juga belum membereskan alat-alat tulisnya. Buku-bukunya masih berada di atas meja, karena itu ia tidak membawa tas saat keluar.

Matanya tertuju pada sebuah tulisan XII MIA 3 yang tercetak tepat berada di atas pintu sebuah kelas. Ia semakin mempercepat langkahnya. Beberapa siswa sudah keluar dari kelasnya masing-masing, begitu juga kelas yang akan dituju oleh gadis itu. Namun, ia belum melihat orang yang dicarinya keluar dari kelas itu.

Akhirnya, ia pun sampai di depan kelas. Tanpa pikir panjang, ia segera masuk ke dalam kelas itu. Beberapa siswa memandangnya aneh, apalagi gadis itu tiba-tiba masuk ke dalam kelas mereka tanpa izin. Entahlah, Airin seakan tidak peduli dengan tatapan-tatapan yang tertuju padanya. Kakinya terus melangkah ke tempat yang ia yakini orang yang dicarinya itu berada di sana.

Jantungnya berdegup kencang saat melihat orang yang dicarinya tengah memakai tas dan bersiap untuk keluar dari mejanya. Seorang gadis tengah menunggunya sambil memainkan kunci motor, yang Airin ketahui itu adalah kunci motor orang yang dicarinya. Gadis yang menunggu itu tersenyum manis sambil sedikit bersandar pada sebuah meja. Matanya seakan tengah asyik memandangi gerak-gerik si pemilik kunci motor dengan tatapan dan raut wajah bahagia.

"Faisal," panggil Airin dengan nada lemah.

Pemuda yang dipanggil itu langsung menoleh ke sumber suara. Matanya mengernyit bingung mendapati gadis yang mati-matian tidak ia temui satu harian ini. Dan sekarang, rasanya ia ingin sekali berjalan ke arah gadis itu lalu menariknya untuk mengajak gadis itu pergi ke manapun untuk menghilangkan rasa rindunya untuk hari ini. Baru satu hari, tapi rasanya ia benar-benar rindu dengan gadis itu.

Namun, saat ini ia hanya bisa diam sambil melihat ke arah gadis itu. Entah matanya yang salah atau tidak, tapi ia melihat pancaran kesedihan dari mata gadis itu. Tatapannya tidak seperti biasa.

Faisal memalingkan wajahnya ke samping untuk melihat Syifa yang juga tengah memandang Airin. Tatapan gadis itu terlihat kaget. Faisal menarik napas, kemudian berpaling menatap Airin lagi. Saat matanya mengarah ke depan ia tidak lagi fokus pada Airin. Ada seseorang yang menyusul gadis itu dari belakang.

"Sal, gue pulang sama lo, kan?" lirih Airin pada Faisal yang sibuk memandang ke belakang. Airin tidak tahu apa yang dilihat Faisal, tapi mata pemuda itu tidak lagi melihat ke arahnya.

"Sal, lo kenapa, sih?!" bentak Airin. Nadanya tidak terdengar kesal atau apapun seperti biasa saat Faisal tidak mempedulikannya saat berbicara. Nadanya terdengar bergetar saat ini.

"Sal ...." Air mata sudah bergerumul di balik kelopak matanya saat melihat Faisal sama sekali tidak menjawab ucapannya.

Faisal langsung beralih menatap Airin saat mendengar suara gadis itu yang bergetar. Hatinya terasa tengah ditusuki ribuan pisau saat melihat mata gadis itu sudah berkaca-kaca. Ingin sekali rasanya menarik gadis itu untuk berdiri di sampingnya, tapi banyak pikiran-pikiran yang seakan berteriak padanya agar jangan melakukan itu. Untuk kebaikan gadis itu dan juga dirinya.

"Maaf, Ai ... gue nggak bisa. Hari ini Syifa mau pergi dan gue mau nemenin dia. Mungkin bakal lama. Jadi gue nggak bisa balik ke sekolah lagi," jelas Faisal.

Airin merekam jelas apa yang baru saja diucapkan oleh Faisal. Ia hanya diam sambil merasakan sakit yang seakan mengguncang hatinya saat ini.

Sedangkan Syifa, gadis itu terlihat kaget. Dia sama sekali tidak memiliki jadwal untuk pergi ke manapun hari ini, tapi kenapa Faisal berkata seperti itu. Namun, ia hanya bisa diam. Mungkin, Faisal memiliki tujuan atas kata-katanya itu. Untuk itu ia tidak berusaha menyangkal. Ia melihat mata gadis bernama Airin itu sudah berkaca-kaca. Ia mulai merasa tidak enak pada gadis itu.

"Gue nggak mungkin biarin Syifa pergi sendiri," ucap Faisal.

Satu bulir airmata menetes dari mata Airin. Kelopak matanya sudah tidak sanggup lagi menahan hasil dari rasa sesaknya yang telah menguap.

Apa kata Faisal? Tidak mungkin membiarkan Syifa pergi sendiri? Lalu bagaimana dengan dirinya? Entah kenapa hatinya sangat sesak saat mendengar itu. Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia merasa sesedih ini saat tidak bertemu Faisal seharian ini? Kenapa dia merasa sesedih ini saat Faisal terlihat lebih mementingkan Syifa dari pada dirinya?

Kelas sudah kosong sejak tadi, dan hanya menyisakan mereka di dalamnya.

"Lo pulang bareng Aga aja," ujar Faisal sambil mengarahkan kepalanya untuk menunjuk belakang Airin.

Airin langsung melihat ke belakang dan menemukan Aga yang entah sejak kapan berdiri di sana. Setelah itu, ia bergerak mendekat ke arah Faisal.

"Ya, udah, tapi gue cemburu kalo lo pulang sama Aga!"

Kata-kata itu terngiang di kepalanya. Ia masih ingat dengan jelas saat Faisal mengatakan itu, dan sekarang apa yang pemuda itu katakan? Bahkan, ia lebih memilih pergi dengan Syifa dan menyuruhnya pulang dengan Aga.

"Lo kenapa sih, Sal?! Cuma karena masalah tadi pagi lo jauhin gue sampe kaya gini? Gue salah apa sama lo, Sal? Gue udah jelasin semuanya sama lo, lo bilang lo percaya! Gue benci lo, Faisal!"

Air matanya sudah mengalir sejak tadi. Airin pun membalikkan badannya dan menatap Aga. Disekanya air mata itu keras-keras.

"Lo juga! Apa maksud lo ngomong kaya gitu, hah! Mulai sekarang, jangan pernah ngomong sama gue lagi!"

Airin pun keluar sambil sesenggukan. Ia benar-benar tidak mengerti. Apa yang sebenarnya dia lakukan saat ini. Menangis? Membentak mereka? Kenapa?! Apa yang terjadi padanya?! Kenapa dadanya benar-benar terasa sesak saat melihat Faisal dan Syifa. Kenapa dia benci saat mendengar Faisal menyebutkan nama gadis itu?

Kenapa Faisal seakan menjauh setelah mendengar gosip itu. Gosip yang sama sekali tidak benar. Dan, kenapa Airin benar-benar merasa sakit saat Faisal seakan mempercayai gosip itu. Kenapa ia merasa seperti, Syifa telah merebut Faisal darinya?

Berulang kali ia meyakinkan dirinya, bahwa, Faisal hanyalah sahabatnya, tapi entah kenapa ia seperti tidak rela setiap kali Faisal terlihat dekat dengan Syifa.

Ia pun sampai di kelas. Kelasnya sudah kosong. Sesampainya di kursi ia segera menangkupkan wajahnya di atas meja dan menangis sesenggukan di sana. Dia tidak ingin hubungan Faisal dengan dirinya jadi seperti ini. Dia tidak pernah membiasakan diri tanpa adanya Faisal, dan tidak akan pernah. Dia tidak ingin Faisal menjauh karena omongan siswi itu.

Sepertinya, ia benar-benar baru menyadari perasaannya terhadap Faisal. Dia menyayangi pemuda itu, tidak hanya sebagai sahabat.

Tapi ... apa dia benar-benar yakin dengan pikiran itu?

Bilang saja ia terlalu berlebihan, tapi, jika semua sudah menyangkut masalah hati, siapa yang tidak pernah menangis karena masalah hati?[]





















Haiii

Ada

Yang

Nunggu

Nggak

Yaa

Hahahah

Hampir ada sarang laba-laba ya ini cerita.

Vomment yaa guyss biar semangatt!!!

Thank you^^

💕💕

13 Feb 2018

Udah februari aja

Sweet MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang