#5

359 44 12
                                    

"Prill, kira-kira pulangnya bakal jam berapa, ya?"

Aku menoleh ke arah Mhira yang ternyata sudah duduk di sampingku saja. Padahal, kulihat dia sedang ngobrol bersama Sinta. Aku mengangkat bahuku. "Mungkin, jam 2 p.m. atau lebih."

"Gimana kalo entar sepulang sekolah kita ke mall?" Mhira menawarkan dengan setengah berbisik.

Aku mengernyitkan alisku, heran. "Kenapa berbisik?"

"Nanti Ali denger. Kalo dia denger, pasti lo gak bakal dikasih izin." Mhira terlihat celingak-celinguk. Mungkin, ia takut Bang Ali mendengarnya. Padahal, dia belum masuk kelas. Entah ke mana dia pergi.

Aku mengangguk kecil. "Emang mau ngapain ke mall?"

"Ya jalan-jalan, makan-makan, sama cuci mata." Mata Mhira terlihat berbinar dan antusias sekali.

"Cuci mata?" Dua kata itu benar-benar asing di telingaku. "Maksudnya, kamu mau cuci mata di toilet mall?"

Mhira menatap ke arahku dengan raut wajah yang masam. "Maksudnya, lihat cowok-cowok yang ganteng. Gitu."

"Terus, apa hubungannya sama mata?" Aku masih bingung.

Mhira menghela napas. "Jadi gini ya, Prilly sayang. Cuci mata itu ngelihat cowok-cowok yang ganteng, yang nantinya bikin mata kita jadi seger."

Definisi yang aneh. "Tapi aku enggak, biasa aja."

"Lo kan bule. Bukan orang Indonesia asli. Cuman darah doang. Jadi, lo gak ngerti kebiasaan anak muda di sini."

Mhira melanjutkan ucapannya. "So, jadi gimana?"

"Mall yang mana dulu?"

"Ke BIP aja."

Aku berpikir sebentar. Sebenarnya, sejak pindah ke Indonesia -lebih tepatnya Bandung-, aku lebih suka berdiam di rumah daripada jalan-jalan ke luar. Tempat tinggalku masih terasa asing. Semuanya terlihat baru di sini.

Tapi mungkin, tidak ada salahnya untuk pergi ke mall bersama Mhira. Aku akan meminta izin kepada Mama dan Papa. Kecuali, dia.

"Okay, aku ikut."

Mhira terlihat antusias. "Nah, gitu dong. Entar gue kenalin makanan-makanan yang enak di sana."

×÷×

Kak Nizar yang masuk bersama Kak Ryan, Kak Anita, dan Kak Sandra membuat suasana kelas yang tadinya riuh seperti pasar berubah menjadi senyap. Hembusan napas setiap murid pun dapat kudengar dengan jelas.

"Baik, semuanya. Saya akan membagi kalian menjadi empat rombongan dengan masing-masing 9 anggota di setiap rombongan." Kak Ryan tersenyum sebentar, lalu melanjutkan ucapannya. "Karena di kelas ini pembagiannya pas di setiap baris bangku, jadi baris pertama adalah rombongan pertama. Begitupun seterusnya."

"Kak, gue boleh gak pindah ke rombongan pertama? Sebagai gantinya, si Mhira pindah ke rombongan tiga."

Apa lagi sih ini?

Kulihat raut wajah Mhira terlihat marah sekali. Aku yakin, dia akan segera meledak. Maksudku, kemarahannya.

Mhira memutar bola matanya, malas. "Ya udah sih, terima nasib aja. Kagak usah banyak protes."

"Serah gue, dong! Gue-"

"Heh, ini sekolah bukan milik lo ya!"

"BERHENTI BERTENGKAR ATAU SAYA HUKUM?" Kak Nizar mengucapkannya dengan nada yang tinggi. Mungkin, karena saking kesalnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

twins?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang