#1

388 50 0
                                    

Juli 17, 2015.

Aku dengan semangat mengayuh sepedaku. Aroma mint yang menjadi parfum andalanku mendukungnya. Dalam hati, aku berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mama yang mau menjahitkan seragam SMP untukku, karena yang dulu sudah kusumbangkan kepada adik kelasku di Louisville. Kalau tidak, pasti aku disangka aneh nanti di sekolah karena memakai pakaian biasa. Atau tidak, dikeluarkan dari sekolah.

Kubelokkan stang sepedaku, memasuki laman sekolah baruku di Indonesia, SMAN 36 Bandung. Suasana sekolahnya terasa sejuk. Aku rasa, aku akan suka dan nyaman belajar di sekolah ini.

Aku memarkirkan sepedaku di parkiran khusus sepeda. Saat aku membalikkan tubuhku, tatapan-tatapan aneh langsung menyambutku.

Aku menatap diriku sendiri. Apakah ada sesuatu yang aneh? Apa karena seragamku yang berbeda? Atau, karena wajahku yang dominan lebih kebarat-baratan daripada Indonesia? Tapi, kurasa itu tak akan jadi masalah. Terus, kenapa mereka menatapku seperti itu?

Aku menggelengkan kepalaku. Ini hari pertamaku di sini. Aku tidak ingin membuat masalah apa pun. Apa pun itu. Aku tak ingin merusak citra nama kedua orang tuaku.

Aku melangkahkan kakiku dengan kecepatan sedang. Sampai akhirnya, tangan seseorang yang kurasa tangan seorang pria, memegang pergelangan tanganku dengan erat dan membuat langkahku langsung terhenti detik itu juga. Aku menoleh dengan pelan, dan aku membeku seketika.

Itu Bang Ali.

Dia dengan rambut berponinya, mengangkat-angkat kedua alisnya seraya tersenyum. Senyuman yang jujur tak kusukai. Senyuman itu terkesan licik.

Aku tersentak kaget saat dia menarikku ke tubuhnya. Dia menatapku dengan tatapan yang sama seperti senyumannya. Licik. "Lo gak bisa maksa Mama sama Papa buat misahin sekolah gue sama sekolah lo. Karena, mereka mercayain gue buat ngejagain lo."

Aku menghela napas panjang setelah mendengar bisikannya. Aku dengan sekuat tenaga, lalu mencoba melepaskan tangannya dari tanganku. Namun, tenaganya jauh lebih kuat dariku.

"Lepasin tangan aku, Bang!" Aku menyentaknya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Yah, lo jangan nangis dong. Lo gak asik banget sih." Raut wajahnya mendadak terlihat bersalah. Dia menghapus air mataku yang menetes ke pipi.

"Lo gak suka ya satu sekolah sama gue lagi?" tanyanya, kemudian.

"Aku cuman ngerasa kayak anak kecil aja. Aku kan udah remaja, bukan anak SD la-"

"Tapi, menurut gue, lo itu tetep anak kecil yang masih butuh diawasi." Dia memotong ucapanku dengan nada tegas.

"Siapa, Li?" Segerombolan pria berpakaian SMA, sepertinya kelas XII, menghampiriku dan dia.

Seorang pria di antara mereka merangkul dia seraya mengatakan, "Cantik juga. Pacar lo, ya?"

"Dia kembaran gue. Awas aja kalo kalian sampai berani nyentuh dia." Dia melepaskan rangkulan pria itu dari pundaknya.

"Bang, aku pergi, ya?" pintaku. Kupasang mata memelas andalanku.

Dia mengalihkan tatapannya ke arah lain, seperti tak rela jika aku pergi. Aku menghela napas. Lagi.

"Yaudah, aku ikut kamu."

Dia langsung menoleh ke arahku dengan deretan gigi putih rapinya. "Nah, gitu dong. Ayo!"

×÷×

Jangan lupa buat vote & comment, guys❤

twins?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang