Mengetahui kebenaran

55 1 0
                                    

"Wah bahaya kamu Tan." Timpal Leni, satu-satunya sahabat yang bisa membantu Tania untuk kembali berpikir jernih. Tania dan Leni merupakan sahabat sejak SMP itu alasan Tania memilih untuk menginap di rumah Leni dan menceritakan semua yang dia rasakan.

"Baru satu bulan di kelas SCI kok kamu udah jatuh cinta sih?" Leni benar-benar tidak habis pikir.

"Terus aku harus gimana? Tapi, nggak mungkin lah... Cowok se-perfect Bayu naksir aku, kan Len??" Tania membenamkan wajahnya di atas bantal.

"Dari ceritamu sih, kalau Bayu sampai bilang begitu... Sepertinya dia sedikit tertarik dengan kamu." Jawab Leni jujur. Hal itu membuat hati Tania lebih kacau lagi. Gadis itu memutar-mutarkan tubuhnya dibalik selimut dengan suara yang gaduh. Leni hanya bisa menggelengkan kepala sambil menunggu Tania tenang kembali.

"Jadi kalau dia beneran suka gimana?" Tanya Leni setelah buntalan selimut itu berhenti bergerak. Tania tiba-tiba duduk bersimpuh dan menatap Leni sambil membelalak. Rambutnya acak-acakan.

"Siapa yang nggak seneng coba? Cowok seganteng itu naksir aku?" teriak Tania.

"Terus kamu mau terima?" Tania tercekat. Dia tau dia ingin berkata mau. Namun dia tidak bisa. Tidak boleh. Leni mengerti itu karena dia salah satu yang paling rajin pergi ke gereja bahkan dia juga melakukan saat teduh. Suatu kegiatan seperti berdoa dan merenungkan firman Tuhan setiap hari secara pribadi.

"Tan, gelap dan terang tidak bisa bersatu." Leni menambahi bahkan sebelum Tania sempat menjawab pertanyaan sebelumnya.

"Iya, Len. Iya aku tau..." Tania berusa mencegah Leni yang biasanya langsung mengajaknya untuk membaca ayat di Alkitab. Leni mendesah nafas panjang. Ini sudah kesekian kalinya Tania bercerita tentang rasa sukanya terhadap laki-lak yang berbeda iman. Tapi dia tau, kali ini godaannya jauh lebih besar. Masalahnya ini bukan laki-laki biasa. Ini adalah laki-laki super tampan dan jenius bahkan juga bisa memainkan alat musik. Dari segala sisi dia adalah laki-laki idaman Tania. Tapi sayangnya, dia bukan orang yang percaya.

Leni duduk disebelah Tania dan merangkul pundak sahabatnya itu. Tania hanya bisa cemberut lalu menutupi wajahnya dengan telapak tangan. "Kamu mau menikah dengannya?" Tanya Leni lagi. Kali ini jauh lebih lembut. "Apa kamu berpikir dia bisa jadi seorang pemimpin yang baik, Papa dari anak-anakmu nanti?" Leni selalu memberikan pertanyaan-pertanyaan yang akhirnya membuat Tania merenung kembali. "Tan, rasa cinta itu baik... Tapi kalau dengan orang yang salah, itu akan membuat hidupmu hancur. Kamu tau sendiri kan, gimana orang tuaku?" Tania mengangkat wajahnya dan menatap Leni. Dia memeluk sahabat di sampingnya itu dengan erat.

"Iya Len, makasih sudah ngingetin aku." Tania tau kisah orang tua Leni. Papa dan Mamanya bercerai, mereka menikah dengan tetap memeluk agama masing-masing yang berbeda. Dia masih ingat sewaktu dirinya SMP dan bermain di rumah Leni, orang tuanya sering bertengkar. Kini mereka berpisah dan Mamanya telah menikah dengan orang lain.

Malam itu, Tania dan Leni melakukan saat teduh bersama. Dengan doa supaya mereka diberi keteguhan hati untuk taat kepada Tuhan.

Ada Tania di HatiWhere stories live. Discover now