"Jangan kamu bilang saya tidak mau berusaha mengerti mereka," kata Heechul. "Selama sepuluh tahun ini, saya sudah mencoba, tapi tidak ada perubahan. Dari tahun ke tahun, sifat mereka sama saja. Tahun ini memang jauh lebih baik dari angkatan sebelumnya, tidak ada tawuran, dan saya pikir itu karena tidak ada sekolah lain yang berani pada Jimin,"

"Selama sekolah ini menerima sampah seperti mereka, tidak akan ada perubahan, Jungkook," Heechul melanjutkan.

"Tapi jika sekolah ini tidak menerima mereka, sekolah ini sudah tamat sejak dulu. Itu ironi yang harus saya hadapi selama bertahun-tahun," Jungkook menatap Heechul tanpa bekedip sehingga matanya panas.

"Saya pikir saya bisa sedikit percaya pada orang dewasa, tetapi saya salah," kata Jungkook membuka rahangnya. "Kalian semua mengecewakan kami," Jungkook bergerak cepat kearah pintu tanpa mengidahkan Heechul yang masih bicara, lalu keluar dari ruangan itu. Jungkook meninju tembok di sebelahnya sampai catnya rontok. Selamanya Jungkook tidak akan pernah lagi percaya pada orang dewasa. Tidak akan pernah.

.

.

.

.

.

Jungkook berjalan dengan kepala berdenyut menuju ruang OSIS. Ia berusaha meredakan denyut menyakitkan itu dengan memijat dahinya. Jungkook benar-benar kehilangan kendali. Jungkook sudah terbiasa dengan penolakan dan tidak pernah bertanya lebih lanjut. Tadinya Jungkook akan mengajukan proposal seperti biasa karena ia merasa memiliki tanggung jawab terhadap sekolah itu, dan tidak melakukan apapun setelah di tolak, tapi tadi ia tidak bisa menahan diri. Kata-kata Yoongi kemarin membuatnya tergelitik untuk sekali lagi berusaha untuk mempercayai orang dewasa.

Jungkook berjalan pelan menyusuri halaman belakang sekolah menuju ruang OSIS. Pintunya terbuka, pasti Yoongi sudah ada di sana. Jungkook mendesah, tak ingin berbagi cerita apa pun pada anak itu. Saat Jungkook baru akan masuk, sudut matanya menangkap suatu pemandangan yang tak biasa di atas gudang olahraga. Gudang itu merupakan gudang yang harusnya berlantai dua, tapi pembangunannya tidak di teruskan karena kekurangan dana. Jadi sekarang, di atas gudang itu hanya ada sebidang kosong yang dipakai untuk meletakkan kayu-kayu bekas. Tapi bukan itu yang membuat Jungkook heran. Di atas sana, Taehyung sedang berdiri dengan tatapan kosong. Saat Jungkook hendak bertanya, Taehyung melangkah ke pinggiran gedung, membuat Jungkook refleks berlari kearah belakang gudang dan menaiki tangga yang ditemukannya. Jungkook muncul dari belakang Taehyung yang masih berdiri di pinggir gedung.

"Hei!" seru Jungkook membuat Taehyung menoleh. Tapi sebelum Taehyung sempat membalas, Jungkook sudang meraih tangannya dan menariknya menjauhi pinggiran.

"Eh? Apa-apaan ini?" seru Taehyung terkejut karena mendadak ditarik.

"Dengar," kata Jungkook dengan napas terengah sambil mencengkeram kedua bahu Taehyung. "Apa pun yang terjadi denganmu, selalu ada jalan keluar,"

"Hah?" seru Taehyung bingung, tak mengerti dengan kata-kata Jungkook.

"Maksudku, jangan menyerah. kau tidak boleh mengambil jalan pintas dengan bunuh diri," kata Jungkook lagi, membuat Taehyung melongo. Detik merikutnya Taehyung terbahak sementara Jungkook mengernyitkan dahi, bingung.

"kau pikir aku mau bunuh diri, begitu?" tanya Taehyung geli di tengah tawanya.

"kau tadi... bukan mau bunuh diri?" tanya Jungkook lagi dengan tampang polos, membuat tawa Taehyung semakin menjadi-jadi.

"aku hanya mau duduk di sana!" Taehyung menyeka air mata yang sudah keluar. "Lagi pula memang aku bisa mati kalau loncat dari sini?" Jungkook mengintip ke bawah, yang memang hanya sekitar satu setengah meter dari tempatnya berada sekarang. Orang yang melompat ke bawah paling-paling hanya keseleo. Jungkook menatap Taehyung, lalu mengendikkan bahu.

OUR STORY [MinYoon-KookV] ✅Where stories live. Discover now