TUJUH

1.5K 296 26
                                    

.

.

.

.

.

"bagaimana sekolahmu, Yoongi ? Apa kamu sudah bisa beradaptasi ?"

Yoongi  membenturkan kepala pelan ke meja saat mengingat perkataan ibunya tadi pagi. Yoongi  tidak bisa bilang padanya kalau ia tidak bisa begitu saja beradaptasi dengan sekolah garis miring tempat pembuangan sampah dengan angka kelulusan terendah di Seoul, plus anak-anaknya terkenal dengan titel preman dan pelacur. Ibunya bisa kena serangan jantung mendadak setelah susah payah bangkit dari koma.

Yoongi  menghela napas, lalu tahu-tahu menangkap ujung sepatu dari sudut matanya. Yoongi  mendongak, lalu mendapati Nayoon sedang menatapnya sengit dengan kedua tangan terlipat di depan dada. "Kemarin kau kabur ?" tanya Nayoon membuat Yoongi  teringat pada kejadian kemarin, saat Nayoon menyuruhnya mengambil bola voli tapi tak kunjung kembali karena ketiduran di ruang OSIS.

"aku tidak kabur. Saat aku kembali, semua sudah tidak ada," jawab Yoongi  tanpa menatap balik Nayoon. "saat kau kembali, sudah bukan pelajaran olah raga! Untuk apa aku membawa-bawa bola di pelajaran sejarah??" sahut Nayoon disambut tawa teman-temannya.

Yoongi  menggigit bibir. Ia harus setuju kalau kemarin ia merasa bodoh datang ke kelas masih mengenakan seragam olah raga sambil membawa bola voli, dan Nayoon bahkan tidak ada di sana. Sebenarnya bukan hanya Nayoon. Hampir seluruh anak sudah pulang saat Yoongi  kembali ke kelas, kecuali Jungkook dan dua anak perempuan lain. Kata Jungkook, pelajaran Sejarah adalah pelajaran yang paling tidak diminati oleh anak-anak karena gurunya selalu hadir dan mengajar dengan benar. Yoongi  benar-benar tidak habis pikir dengan teman-teman sekelasnya.

"Heh! Kenapa kau malah bengong!" Nayoon menggebrak meja Yoongi , membuatnya terlonjak kaget. "Awas kau, lain kali jika kau sekali lagi tidak melakukan apa yang kusuruh, kau tidak akan selamat," Yoongi  mengangguk pelan sementara Nayoon kembali ke bangkunya, di ikuti teman-temannya.

"Eh, sebenarnya oke juga kalau kau bawa bola waktu pelajaran Sejarah," kata In-ha. "bisa kau pakai untuk melempar wajah Junmyeon songsaengnim," Komentar In-ha di sambut hangat oleh semua anak yang mendengarnya. Yoongi  sendiri tidak bereaksi, karena menurutnya, itu bukan sikap seorang murid terhadap guru yang jauh lebih tua darinya.

Tahu-tahu Yoongi  mendengar suara tawa heboh dari luar kelas, dan tak lama kemudian gerombolan Jimin masuk. "Banci begitu mau masuk lagi ke geng kita !!" sahut Bogum, membuat seluruh gengnya tertawa, termasuk Jimin. Yoongi  menatap Jimin yang tampak normal.

Sebenarnya Yoongi  masih belum mau percaya kalau Jimin adalah seorang brengsek, tapi kejadian kemarin membuatnya sadar kalau dibalik wajah imut yang sangat rupawan itu, ada seorang monster. Jimin menangkap tatapan Yoongi , tapi Yoongi  segera membuang muka. Jimin sendiri tidak ambil pusing. Ia masih tertawa-tawa bersama yang lain sambil duduk di bangkunya.

Yoongi  mencoba untuk tidak ingin tahu apa yang gerombolan itu bicarakan. Ia mengorek tas, bermaksud mengambil buku bahasa inggris-nya, tetapi yang terambil justru buku yang kemarin di terimanya dari Jimin. Yoongi  mengambil buku itu dan menatap sketsa wajahnya. Ia menggigit bibir keras-keras.

Jimin membuat ini hanya untuk merayunya. Untung saja kemarin Yoongi  melihat kelakuan Jimin, jadi ia tidak jatuh lebih dalam ke jebakan Jimin. Yoongi  melirik Jimin yang masih asyik mengobrol bersama teman-temannya, lalu mengumpulkan keberanian untuk bangkit dan mendekatinya. Anak-anak itu sadar akan kehadiran Yoongi  dan berhenti bicara. Jimin sendiri menatapnya dengan seulas senyum tipis.

"Ini..." Yoongi  menyodorkan buku dari Jimin kemarin, tangannya gemetar. "Ini, aku kembalikan," Jimin menatap buku itu datar, sementara teman-temannya sudah saling lirik. Jimin lalu menatap Yoongi  lagi, tidak terlihat marah atau kecewa.

OUR STORY [MinYoon-KookV] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang