Chapter 25

15.9K 2K 619
                                    

Melihat punggung Seungwan yang sudah masuk ke dalam Terminal 1 Bandara Seokarno Hatta dan menghilang dari sana, Yoongi meremas tangannya dengan kencang. Pikiran dan perasaannya campur aduk. Kacau, kosong, dan juga lega.

Kacau, karena pada akhirnya dia tidak bisa membuat Seungwan tetap tinggal dan memaafkannya. Kosong, karena dia tahu hari ini adalah pertemuan yang terakhir antara dirinya dengan Seungwan. Dan lega, karena paling tidak sebelum Seungwan pergi, Yoongi dapat menyampaikan isi hatinya melalui hadiah terakhir yang diberikannya pada gadis itu.

Yoongi berbalik dan berjalan menuju lapangan parkir terminal sebelum masuk ke dalam mobil Range Rover hitam pekatnya dan melesat menuju jalan raya. Selama perjalanan, Yoongi mencengkeram kemudi dengan sangat kencang, dan rahangnya mengeras. Ada satu hal yang harus dia lakukan dan bereskan.

Mobil hitam mengkilap Yoongi berhenti tepat di depan sebuah rumah paling besar dan mewah di Perumahan Kelapa Gading. Begitu Yoongi mematikan mesin mobilnya, matanya menatap ke arah bangunan megah rumah yang sudah sangat lama tak pernah dia kunjungi, semejak dirinya kehilangan Mamanya. Rumah yang menyimpan banyak kenangan. Kenangan menyenangkan, maupun kenyataan pahit.

Ada alasan kenapa dirinya tidak pernah kembali ke rumah ini hampir selama tiga tahun. Dia benci akan kenyataan bahwa rumah ini menyebabkan banyak luka pada perasaannya. Bagaimana Mama dan Papanya bertengkar, dan kejadian dimana Mamanya bunuh diri tepat di depan matanya.

Min Yoongi menghela napas panjang dan memejamkan matanya, menyiapkan hatinya. Begitu dia siap, dia keluar dari mobil dan menekan bel gerbang megah nan kokoh rumahnya. Para pelayan rumah langsung terkejut begitu membuka gerbang, mendapati satu-satunya tuan muda mereka berdiri di hadapan mereka.

"Den Yoongi?"

Yoongi dapat melihat ekspresi terperangah Bibi Haneul, wanita paruh baya yang sudah menjadi pengasuh dan pelayannya semenjak dia masih bayi, sama sekali tidak menyangka tuan muda mereka berada di hadapannya.

"Papa ada, Bi? Saya mau ketemu beliau."

Bibi Haneul mengangguk kaku, lalu mengikuti langkah kaki Yoongi dari belakang. Bibi Haneul dapat melihat punggung majikannya yang menegang begitu lelaki itu masuk ke dalam. Dalam hati, wanita itu sebenernya cukup khawatir, mengingat pertemuan terakhir kedua ayah dan anak dalam rumah ini adalah pertengkaran hebat.

"Papa dimana?" Yoongi berbalik.

"Bapak ada di ruang kerja, den."

Yoongi mengangguk dan tersenyum kecil, seakan mengucapkan terima kasih. Ia lalu naik ke lantai dua sendiri, tanpa siapa pun di belakangnya. Begitu tiba tepat di depan pintu ruang kerja Papanya, Yoongi berhenti, menatap tajam daun pintu kayu yang masih menutup rapat, mempersiapkan dirinya.

Sama sekali tidak ada memori yang menyenangkan selama dia menjadi anak ayahnya. Walaupun selama bertahun-tahun dia sudah sangat membenci Papanya, Yoongi tidak punya pilihan lain. Ada satu hal yang harus dia selesaikan.

Setelah dirinya yakin, Yoongi mengetuk pintu sebelum membuka pintu dan masuk ke dalam. Ruang kerja yang sangat luas dimana berjejer rak demi rak tinggi penuh buku yang mengelilingi dinding. Dan sebuah meja kerja berada di tengah-tengahnya. Papanya ada di sana. Duduk bersama tumpukan dokumen dan sebuah laptop yang terbuka dengan layarnya yang menyala.

Tuan Min terperangah, menatap sosok Min Yoongi yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan tajam dan sangat serius. Beliau bahkan sampai berdiri karena begitu terkejut. Tidak pernah sekali pun dia membayangkan putra tunggalnya akan datang dengan kemauannya sendiri.

"Yoongi?"

Yoongi menutup pintu sebelum melangkah maju, mendekat hingga akhirnya berdiri tepat di hadapan Papanya yang menatapnya tajam balik.

ADORING SEUNGWAN✔Where stories live. Discover now