34|°

298 19 2
                                    

Kiky. Sorry.

Sorry lagi-lagi gue bertindak layaknya banci.

Lu boleh benci sama gue lu boleh marah sama gue gue bakal terima karena lebih baik lu benci sama gue dari pada tersiksa harus mencintai pria semacam gue.

Lu bilang.. Kita bisa mulai hubungan ini ketika semuanya sudah baik. Tapi nyatanya gue gak bisa lakuin itu buat lu. Maaf.

Karena cuman maaf yang bisa gue ucapin.

Jangan pernah nunggu gue Ky. Gue takut suatu saat nanti semuanya berubah dan gue gak mau ngasih janji apapun kalau nyatanya suatu saat nanti gue gak bisa tepatin.

Kalau pun hati ini masih sama biar gue yang ngejar.

Tugas lu cukup perbaiki luka yang gue torehkan.

Selain maaf gue mau bilang

Selamat tinggal Ky.

Hancur.

Itulah dirinya.

Bahkan kini dirinya sudah terduduk dilantai teras milik Lingga dengan tangis yang tidak bisa ia tahan.

Air matanya terus keluar seiring rasa sakit yang menjalar hingga ke raganya.

Kenapa?

Harus begini?

Sakit.

Lelah.

Marah.

Kecewa.

Kiky berusaha bernafas ditengah sesenggukannya yang tampak susah karena dadanya begitu terhimpit dengan benda keras tak kasat mata.

Kiky menatap air yang terus ditumpahkan langit dengan pandangan hancurnya.

Haruskah dirinya begini?.

Kiky mengelap matanya dan berusaha menormalkan keadaannya walaupun hasilnya nihil. Karena rasa sakit ini jauh lebih hebat.

Rasa sakit kehilangan.

Dia benci kehilangan. Tapi takdir yang mengharuskan dirinya merasakan apa itu kehilangan.

Kiky bangkit dari ketepurukannya lalu menatap suarat yang ada digenggamannya.

Menatap dengan sarat kepedihan.

Lingga kalau kamu minta aku terima keputusan kamu yang ini mungkin aku bisa.

Kiky menghela nafas menetralkan dirinya dari isakan.

Tapi kalau kamu minta aku gak nunggu kamu. Aku gak janji.

Karena kamu satu-satunya pria yang mengajarkan aku apa itu jatuh dan apa itu cinta.

Kiky tersenyum pedih.

Bahkan sampai kamu pergi kamu belum denger peryataan aku. Kalau aku.. Mencintai kamu Lingga. Aku mencintai kamu. Aku mencintai kamu dan selalu mencintai kamu.

Kiky menghela nafas sekali lagi.

Lalu kakinya ia langkahkan untuk berjalan keluar meninggalkan rumah mewah itu menembus hujan yang tak pernah surut seolah-olah langit ikut merasakan kepedihannya.

Selamat tinggal Lingga. Hati-hati dan sampai bertemu lagi diwaktu yang berbeda.

Dilain tempat seorang pria tampan tampak kusut menatap awan yang menghitam pekat.

Lagi-lagi pria itu menghela nafas yang terasa berat.

Apa keputusannya benar?.

Pertanyaan itu terus terlontar dibenaknya.

Gimana dia? .

Wajahnya yang datar berubah dengan kefrustasian.

Semua yang terasa dekat kini terasa jauh karena keputusan bodohnya.

Surat itu..

Bagaimana kalau waktunya Kiky membaca surat itu..

Lingga menghela nafasnya. Matanya perlahan menutup.

Manik matanya terus berkedut karena ada sesuatu yang harus ditumpahkan. Air matanya.

Lingga membuka matanya kasar. Matanya sudah memerah selaput bening melingkupi bola matanya yang hitam.

Lingga membuang mukanya lagi kearah jendela pesawat.

Kiky..

Kiky..

Ia ingin memanggil perempuan itu dan mendengar suara sahutannya.

Lagi-lagi ia menghela nafas.

Kiky.. Kalau lu udah baca surat itu. Gue mohon tunggu gue. Harapnya.

Gue memang minta buat lu gak nunggu tapi gue mohon jangan turutin kata-kata gue. Karena gue bakal balik lagi ketika semua ini selesai dan gue udah merasa pantas.

Jadi tunggu gue Ky. Bukannya lu yang bilangkan? Sejauh apapun gue berlari kalaupun lu jodoh gue lu akan tetep jadi milik gue entah melalui apapun.

Kiky... Tunggue gue. Biar gue usaha sekali lagi.

Pilih Aku [Selesai]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant