"Kita mau kemana dulu, paman,"

"Ya ke sekolah tuan, kan .?" Han guk balas bertanya dengan sama bingunganya. Belum sempat Yoongi merespon, Han guk menyerahkan map dari dasbor dan menyerahkannya padanya.

"Itu berkas-berkas tuan, ada fotokopi ijazah dan lain-lain," kata Han guk "Pulang sekolah, telepon saja ajusshi. Nanti paman jemput," Diluar kesadaran Yoongi mengangguk pelan. Ia melangkah keluar mobil, lalu memandang sekeliling. Mana sekolahnya?

"Hati-hati, tuan," kata Han guk selanjutnya, membuat Yoongi menatapnya bingung. Hati-hati terhadap apa ? Tapi Yoongi mengangguk juga, membuat Han guk balas mengangguk dan mengunjak gas. Yoongi hanya bengong saat melihat mobil itu hilang di belokan. Sekali lagi Yoongi mengedarkan pandangan.

Tapi di sekitarnya tidak ada bangunan yang menyerupai sekolah. Yoongi lantas melangkahkan kaki menuju sebuah warung pinggir jalan untuk bertanya. Saat ia sudah dekat, ia melihat seorang anak laki-laki berseragam sekolah yang melintas santai. Beranggapan siswa itu adalah siswa sekolahnya, Yoongi mengikutinya menuju sebuah pagar setinggi satu meter setengah yang penuh coretan, dan langkahnya terhenti saat melihat anak itu masuk melalui sebuah ceruk. Yoongi mendekati ceruk itu, lalu menatapnya bingung. Pada ceruk itu mungkin terpasang gerbang, tapi entah gerbang itu sudah kemana. Mengedikkan bahu, Yoongi masuk juga, lalu mengangga pada detik pertama ia melihat bangunan didepannya.

Bangunan itu hanya satu lantai, kalau itu belum terdengar cukup buruk untuk sekolah swasta berstandar internasional, maka coretan di sekujur temboknya dan tiang bendera di tengah lapangan gersang membuat Yoongi merasa yakin gelar standar internasional ini berlebihan.

"Standar internasional ya..." gumam Yoongi tak habis pikir. Ia lalu melirik papan nama sekolah, yang tampak menyedihkan dan terpasang miring dan termakan karat. Detik berikutnya ia terkesiap. Soon Il High School [SIHS]. Kalau tidak salah... sekolah yang disarankan ayahnya... Seoul International High School [SIHS]? tapi...

Lutut Yoongi langsung terasa lemas.

.

.

.

Yoongi memijat dahinya yang berdenyut menyakitkan. Ia tidak tahu harus bagaimana menghadapi kenyataan pahit ini. Kenyataan bahwa Han guk salah memasukkannya ke sekolah swasta menyedihkan bukannya sekolah swasta berstandar internasional hanya karena salah mendengar nama sekolah yang sepintas mirip, sangat tak bisa di percaya. Han guk memang tidak pintar. Dari yang Yoongi dengar, ia hanya Tamatan Elementary School.

Tapi ia adalah orang kepercayaan Jung dan sudah ikut bersamanya selama puluhan tahun, makanya, Jung menyerahkan urusan pendaftaran sekolah ini padanya. Tahunya begini, harusnya Yoongi mendaftar sendiri saja. Yoongi menghela napas. Ia tentu tidak ingin masuk sekolah bobrok ini. Ia harus mengurus kepindahannya ke sekolah yang benar. Ia melangkah malas menuju gedung sekolah itu, bermaksud untuk mengambil ijazahnya aslinya.

"Hey!" sahut seseorang, membuat Yoongi refleks menoleh. Ia lantas terpaku saat mendapati segerombolan anak laki-laki yang tampak garang muncul dari ceruk tadi.

"Siapa kau?," Yoongi menggigit bibir. Anak laki-laki itu... siswa sekolah ini ? Yoongi jadi seratus persen untuk segera pindah. "Mm..."

"Anak baru ?," Tanya salah satu dari mereka, tampaknya orang yang sama dengan yang berteriak pertama kali.

"Bukan..." jawab Yoongi, tapi sepertinya hanya dianggap sebagai angin lalu, karena tak ada satupun dari mereka yang tampak mendengar. Mereka sibuk menatap ke belakang, membuat jalan untuk seorang anak laki-laki berpostur hampir sama sepertinya dengan tabahan otot tengah menenteng tongkat baseball.

"Ada apa?," Tanya anak laki-laki itu pada yang lain, tapi matanya sudah lebih dulu menangkap sosok Yoongi yang salah tingkah di tengah lapangan. Anak laki-laki itu memicingkan matanya pada Yoongi.

"Siapa dia?,"

"Anak baru," jawab anak laki-laki yang pertama membuat Yoongi melongo. "Bukan," sangkal Yoongi, tapi lagi-lagi tak ada yang peduli, karena sekarang anak laki-laki itu sibuk mengeluarkan suara-suara aneh. Anak laki-laki yang membawa tongkat baseball itu sendiri nyengir nakal, lalu mendekati Yoongi, masih menenteng tongkat baseball. Yoongi mundur beberapa langkah, ngeri. Anak itu sekarang berjalan pelan mengelilingi Yoongi, menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Yoongi dengan segera merasa risih.

"Pindahan dari mana ?," tanya anak laki-laki yang menenteng tongkat baseball itu.

"Mn..." Yoongi berpikir keras. Sangat bodoh kalu ia menjawab Amerika. Tapi karena tidak terbiasa berbohong, Yoongi tidak bisa menemukan jawaban hanya dalam waktu beberapa saat. Mendadak wajah anak laki-laki itu muncul di hadapan Yoongi.

"Pindahan dari mana?," Tanya anak itu lagi, sekarang dengan nada sedikit membentak. "Amerika," jawab Yoongi reflex, membuatnya ingin memukul mulutnya sendiri. Anak laki-laki itu sekarang sudah bersiul, diikuti reaksi heboh dari yang lain.

Yoongi sudah menyangka hal ini akan terjadi. "Untuk apa jauh-jauh dari Amerika pergi kemari?," Tanya anak laki-laki itu lagi. Yoongi tak merasa harus menjawab. "Bukan urusan mu...!," Yoongi memberanikan diri menatap mata anak laki-laki itu. Senyum diwajah anak laki-laki itu segera lenyap, membuat Yoongi langsung menyesal sudah menjawab sok berani. Tapi beberapa detik kemudian, ia kembali tersenyum. Yoongi bersumpah kalau anak ini tidak bertingkah seperti preman, ia pasti bisa menjadi model di majalah dengan wajah serta tatapan matanya yang tajam memikat itu.

Anak itu tiba-tiba berbalik, sekarang mengangkat tongkat baseball pada bahu, membuat jantung Yoongi berdetak cepat. Pose itu nyaris terlihat keren kalau saja ia melihatnya di film, bukannya mengalaminya langsung seperti ini.

"Bagus, aku menyukai bocah pemberani sepertimu," katanya, diikuti sorak anak-anak lain. Yoongi bisa melihat kalau anak laki-laki itu adalah bos di sini. Anak laki-laki itu mendadak berbalik menatap Yoongi. Yoongi segera meneguk ludah.

"Kelas berapa?" tanyanya lagi. "Dua... belas," jawab Yoongi, sebelum benda yang ada di bahu laki-laki itu melayang ke bahunya. Anak laki-laki itu tersenyum lagi, lalu mengangguk-angguk.

"Bagus, sampai ketemu di kelas," katanya penuh percaya diri, sementara Yoongi bingung darimana ia tahu kalau mereka bakal sekelas ? oh.. tidak, bagaimana ia tahu Yoongi tidak akan ke kantor kepala sekolah, mengambil ijazah lalu pergi dari sini. Menganggap ini kesempatan yang baik, Yoongi berbalik lalu berderap ke dalam gedung untuk mencari kantor kepala sekolah.

Jimin, anak laki-laki itu menatap punggung Yoongi yang berjalan buru-buru ke dalam gedung. "Jangan ada seorangpun yang mengganggunya," katanya sambil berbalik, lalu menatap anak-anak buahnya dengan seringai. "Dia milikku..."

"ya, bos," jawab anak-anak itu serempak. Jimin kembali menoleh, tapi Yoongi sudah tak tampak lagi. 

.

.

.

.
[Fanfict ini semata-mata hanya untuk hiburan, kalian bisa membaca karya asli ORIZUKA dengan judul yang sam OUR STORY. Saya sama sekali tidak mencari keuntungan dengan meremake cerita ini. Jadi, jadilah pembaca yang bijak. Terima kasih]

OUR STORY [MinYoon-KookV] ✅Where stories live. Discover now