5

310 31 2
                                    

Keringat dingin bercucuran, Arin serasa mandi malam. Sekujur tubuhnya dingin.

Reta, Reta nyata di sampingnya. Lelap dalam tidur, sepertinya mimpi indah menghinggapi tidur nyenyaknya.
Reta tersenyum dalam tidurnya, malah semakin membuat Arin gerah.

Ia memutuskan untuk pergi ke kamar mandi, mungkin dengan mandi bisa membuat badannya segar dan tenang kembali.

30 menit berlalu, dan benar saja. Tubuhnya sudah terasa ringan, debaran di jantungnya pun sudah mulai normal kembali.

'Ini aneh, kenapa sih? Kadang biasa saja, kadang grogi, kadang kangen, kadang sebel. Masa aku jatuh cinta sama Reta?'

Arin memilih keluar dari kamarnya, dan duduk di ruang depan beralaskan karpet bulu lembut, meraih remot tv. Takut jika tidak bisa mengendalikan dirinya lagi, memilih menyibukan diri mencari-cari acara tv yang bisa ia lihat. Semakin hari rasa terpesonanya akan gadis itu semakin besar. Reta punya sesuatu yang tak ia lihat di manusia lainnya. Setiap di tatap oleh gadis itu, waktu serasa berhenti, dunia terlihat aneh. Aneh, dunia semakin indah.
Areta, gadis yang datang di bawa oleh abangnya, yang telah merubah polah tingkahnya dalam waktu singkat. Terhitung baru dua bulan ia mengenal gadis manis berambut panjang sepunggung itu, rambut hitam legam yang selalu jatuh lurus.
Cantik sekali makhluk satu ini, apalagi saat rambutnya terurai dan angin nakal menerpanya, menerbangkan helai-helai anak rambutnya, saat seperti itu Arin tak akan mau untuk memalingkan pandangannya. Tak ada niatan untuknya memandang ke arah lain lagi, keindahan makhluk bernama Areta itu adalah suatu anugrah yang tak akan sirna dan membosankan baginya.

'Aku bahkan jadi sangat aneh hari ini, berdandan selama dua jam, belanja baju baru, sepatu baru. Semua serba baru dan masih wangi toko'

Arin cekikikan sendiri mengingat tingkahnya siang tadi.

'Baaaang Ren, bantuin Arin dong. Bagusan mana bang? Ini apa ini?'

'Pake aja yang warna biru tosca, cantik. Pasti reta suka, percaya deh sama abang'

'Kan Arin item bang, ntar bajunya keliatan kepisah gimana?'

'Arin manis, siapa yang bilang item?udah pake aja yang itu. Nanti abang bantuin masalah make up'

Arin memandang dirinya sendiri, naik turun. Teringat apa yang ia kenakan tadi.

Short pants berbahan denim warna navy blue seatas lutut, singlet putih yang sedikit longgar dan kemeja kedodoran biru tosca yang di biarkan terbuka membalut tubuhnya. Di bagian bawah, ia memilih kaos kaki putih sedikit di atas mata kaki, lalu di padukan dengan sepatu warna putih juga.

Hari sebelumnya, Arin bahkan merapikan potongan rambutnya yang biasanya akan di biarkannya tak beraturan dan acak-acakan.

'Mulai sekarang, tampilah seperti ini. Aku jauh lebih suka melihatnya dari biasanya'

'Iya, aku juga suka sama tampilan kaya gini. Berasa rapi, sama berasa cantik heeehe'

'Rin, kamu tu memang cantik. Bisa kan kalo kamu jangan kasih senyuman itu ke siapapun selain aku? Aku gak mau mereka juga nikmatin senyum manismu'

Arin mencengkeram kerah bajunya. Hanya mengingat percakapan dengan Reta saja sudah membuatnya gak karuan seperti ini. Di tambah bayangan wajah Reta yang sedang menatapnya. Tatapan tajam tajam itu selalu terlihat menggoda. Dan membuat sesuatu di diri Arin bergejolak.

"Reta, Reta, Reta, Reta, Reta, Reta, Reta" gumanan Arin terdengar jelas di tengah malam seperti ini.

"Retaah... ahhh" arin merasakan tubuhnya sangat panas sekarang ini.

Arin menutup mata, menggigit bibir bawahnya. Menormalkan deru nafasnya yang mulai tersengal.
Beberapa detik setelah matanya terpejam, Arin merasakan lembut sentuhan, ahh lebih tepatnya usapan jari di bibirnya. Geli, Arin diam saja.
Perlahan, deru nafas manusia di depannya terasa semakin terasa mendekat. Ia tak berani membuka mata, namun ia ingin tahu siapa manusia ini.

Matanya sempurna akan terbuka jika tak ada tangan yang menutupinya. Tubuhnya menegang saat bibir yang semula ia gigit, telah di gigit lembut oleh manusia yang menutup matanya dengan tangan itu.

Tangan kanan manusia itu menarik tengkuknya, sementara tangan kiri masih menutup matanya. Gigitan di bibir pun masih dan semakin cepat namun tetap sangat lembut. Deru nafas keduanya saling mengiringi.

"Aaaahh, Retaah.."

Satu desahan berhasil Arin lepaskan saat gigitan itu berpindah menjelajahi rahang dan terus berpindah perlahan sampai di daun telinganya.

"Heeeemm... iyaa sayang, aku Reta" bisik Areta.

Tangan yang semula menutup matanya kini bergerak, perlahan membaringkan tubuhnya.

Arin tak lagi memejamkan matanya. Entah apa ini, rasa apa ini.
Rasanya, apa seperti ini rasa jatuh cinta? Rasa berciuman? Rasanya, kenapa rasanya panas?

Areta, memandang raut muka yang sudah memerah dan semakin memerah itu. Bibir gadis di bawahnya masih terbuka, namun justru itu terlihat sengaja menggodanya.

Ia mulai mendekat, merasakan bibir itu kembali. Bibir itu tak hanya diam saja seperti tadi. Arin menyambutnya, menariknya semakin dalam. Memeluk pinggang, menarik tengkung. Kedua bibir itu terus saling tak mau kalah mengecap manis bibir satu sama lain.




About You (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang