Arshaka itu.. too good to be true

Mulai dari awal
                                    

Detik selanjutnya, ada nama akun instagram Arshaka yang mengomentari foto tersebut.

Nice pic ☺️

Dan aku langsung membanting handphone ke atas ranjang.

Astagfirullahaladzim.

Aku mengelus dada. Ku tutup mataku yang terpejam dengan punggung tangan, aku menekan perasaan agar segala keresahan ini tidak menjadi air mata.

Memangnya aku ini siapa berhak merasa cemburu pada Tania?

Lagipula, melihat bagaimana kehidupan Tania dari foto yang dia unggah, sudah jelas kalau Tania jauh lebih pantas untuk mendampingi Arshaka. Mereka sama-sama datang dari keluarga jetset, dengan latar pendidikan yang sama-sama tinggi.

Bagiku, Arshaka itu to good to be true.

Aku mendesahkan nafas kasar, lalu mencoba tidur meski kenyataannya, lagi-lagi aku hanya terhanyut dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar.

******

Aku mendorong troli belanjaan. Merasa sangat beruntung, karena gedung apartemenku dekat dengan swalayan yang lumayan cukup besar. Setidaknya, aku bisa memilih bahan makanan segar setiap hari.

Ketika aku akan mengambil ayam fillet di etalase, seseorang yang juga mendorong troli dan berdiri di sampingku, tiba-tiba berbicara padaku.

"Mau buat sate?" katanya mengagetkanku. Dan lebih mengejutkannya lagi, saat aku berbalik, yang bertanya adalah Arshaka.

Dia melirik ke arah troli belanjaan ku. Dan menebak dengan benar apa yang akan aku masak, karena aku membeli grill pan beserta beberapa tusuk sate.

Bukannya menjawab, aku malah balik bertanya sambil melirik jam tangan yang melingkar di tangan. Baru jam sebelas siang.

"Bapak tidak ke kantor?"
Ya Tuhan, ini ketidaksengajaan macam apa lagi? Kenapa aku menjadi begitu sering bertemu Arshaka?

"Saya baru bertemu klien, lalu langsung pulang." Dia mengambil beberapa ayam potong.

"Korupsi waktu dong Pak," kataku mengomentarinya.

"Saya masih kurang enak badan Nada."

Gara-gara kehujanan kemarin ya?
Tapi lidahku kelu untuk bertanya, terlebih lagi karena merasa bersalah karena kemarin Arshaka kehujanan gara-gara aku.

Kami berjalan beriringan sambil mengambil beberapa barang di etalase. Sesekali, Arshaka mengomentari apa yang aku beli. Misal ketika aku akan mengambil penyedap rasa, dia bilang kalau lebih sehat memakai penyedap rasa kaldu jamur. Atau ketika aku mengambil garam, Arshaka menyarankan untuk membeli garam himalaya. Begitupun, ketika aku mengambil pasta, dia mengomentari jenis pasta apa yang lebih enak, serta memilihkan bumbu-bumbu dan bahan-bahan makanan yang tahan lama, dan baik di konsumsi untuk jangka panjang.

Aku jadi merasa berbelanja dengan pasangan. Karena sejujurnya, Arshaka lebih sibuk memasukan berbagai macam hal yang akan aku butuhkan ke dalam troli yang aku dorong.

"Mau bareng?" Dia menawarkan, tepat ketika kami sampai di depan Swalayan. Arshaka sendiri ternyata membawa mobil.

"Tidak. Saya jalan kaki saja Pak." Aku menolaknya. Lalu dia tersenyum, dan sebelum masuk ke dalam mobil sempat-sempatnya dia menanyakan bekas piring serta bekas kotak makan siang miliknya yang masih ada padaku.

Aku bilang akan mengantarkannya nanti sehabis dzuhur. Sambil sekali lagi mengucapkan terimakasih karena sudah di kirimi makanan.

"Tidak masalah Nada. Jangan lupa, jangan di kembalikan dalam keadaan kosong. Saya tunggu satenya ya, untuk makan siang."

JANDA TAPI PERAWAN (JANDA RASA PERAWAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang