Neighbour (part dua)

78.7K 7.7K 597
                                    

Di wajibkan vote sebelum membaca dan komentar setelah membaca. Awas kalo kaga!!!!!! Hahaha

Eh eh ada yg manggil gua kakak dong. Ko berasa tua banget sih gue?? (Yaelah, lo emang tue keles.. Udh lebih dari seperempat abad juga iyuhhh masih merasa muda ajah😑))

Hahahaha. Kasian gue udah tua ya?? Hiks hiks. Padahal gue merasa forever young tuh a.k.a ga mo inget umur Mwhahahaha

Yasudah lah

Happy reading

******

Sinar matahari yang terik dan semilir angin dari balkon yang sengaja aku buka, menyapa kulit kakiku. Tersenyum kecut, menertawakan diriku untuk penolakan yang dengan terang-terangan Arshaka katakan tadi pagi di depan wajahku.

Aku mendesah lelah, tapi tidak urung juga mengambil keresek sampah, lalu keluar dari studio.

Baru menutup pintu studio, di ujung sana aku lihat Arshaka juga keluar dari penthouse miliknya. Aku mengerjap-ngerjapkan mata, bagiku ini sungguh kebetulan yang terlampau aneh.

Entah kenapa takdir seolah senang membuat kami terlibat dalam satu waktu bersama seperti ini. Atau kalau seandainya ingin membuat perasaanku puas, aku akan mengatakan bisa saja kebetulan yang kali ini di sengaja oleh Arshaka. Dia mungkin mendengar suara pintu studioku yang terbuka, lalu tertutup. Kemudian ikut-ikutan keluar dari tempatnya hanya untuk kembali bersitatap denganku.

Ah.

Kamu benar-benar tidak tau malu Nada. Berhentilah berimajinasi. Padahal sudah jelas tadi pagi Arshaka bilang, kalau aku bukan sesuatu hal lagi untuknya.

Kami berjalan ke arah yang sama. Ke depan lift. Aku hanya mengangguk sekilas, begitu juga Arshaka, menyapaku dengan wajah sedatar tembok. Beruntung tidak perlu menunggu lama, karena pintu lift segera terbuka.

Sayangnya, tidak ada siapapun di lift. Aku masuk lebih dulu, lalu memilih berdiri di belakang. Arshaka, berdiri di dekat tombol lift. Lalu rasanya, bukan hanya aku yang menunjukan bahasa tubuh yang sedikit gugup dan kikuk. Tapi dia juga.

"Ground floor?" Dia bertanya tanpa menatapku.

"Iya. Tolong."

Lalu memijit tombol lift.

Melalui sudut mata, bisa ku lihat dia melirik ke arah keresek sampah yang aku bawa.

"Mau buang sampah Nad?" Dia bertanya lagi, dan lagi-lagi tanpa melihatku. Jadinya yang ku lakukan adalah menatap Arshaka dari pantulan dinding lift dekat tombol lift yang memang di desain lebih jernih. Mata kami saling mengunci.

Tertegun, aku tidak bisa membohongi diri kalau wajah Arshaka begitu rupawan. Meskipun raut wajahnya begitu dingin, rahangnya terlihat tegas, dan matanya nampak tajam. Tapi justru itu yang membuat kharisma-nya terlihat luar biasa.

Lalu aku langsung menundukan pandangan, dan ku lihat bibir Arshaka tertarik membentuk sebuah senyuman. Dia sedang menertawakan aku?

"Iya. Sekalian ke supermarket."

Entah kenapa aku menjelaskan tujuan-ku. Takut dia khawatirkah?

"Bapak tidak ke kantor?" Aku masih menatap ujung flat shoes yang ku pakai. Lalu sadar jika barusan aku mengajukan pertanyaan tolol, padahal melihat dia masih memakai pakaian rumahan di sore hari seperti ini, jelas jawabannya apa.

Ini karena aku terlalu gugup. Apalagi kedapatan menatap wajah Arshaka dengan tanpa berkedip seperti satu menit ke belakang.

"Tidak. Saya kurang enak badan." Untungnya, dia mau menjawab. Kami benar-benar terjebak di situasi yang canggung, dengan obrolan yang terlalu basa-basi.

JANDA TAPI PERAWAN (JANDA RASA PERAWAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang