“Tapi, orang kantor gak boleh ada yang tau kalau kita pacaran. Deal?”

Gabriel menyerngit, “Kamu malu?” Tanyanya polos.

“Aku gak mau dianggap KKN.”

Setelahnya Gabriel manggut-manggut. Lelaki itu menatap sekeliling. “Kang!” Ia melambaikan tangan, memanggil Kang Jajang. Mengeluarkan selembar seratusan. Kang Jajang pamit untuk mengambil kembalian. “So, nanti kamu yang nyetirin ya.”

Agni mengangguk saja. Saat tiba di parkiran, rasanya ia ingin menjambak Gabriel dan menamparnya bolak-balik. Apanya yang mobil bekas Tania? Sejak kapan mobil bekasan nomor polisinya belum ada dan joknya berplastik? Agni butuh golok untuk mencincang pacarnya yang super mengesalkan itu.

“Bekas Tania, hah?”

Gabriel Cuma nyengir. Dasar.

@@@

Agni melambaikan tangan, memberitahukan posisinya kepada wanita berkerudung yang ada di pintu café. Namanya Saveya. Satu-satunya teman baiknya saat ia jadi pegawai perusahaan Gabriel. Yang memergokinya berciuman dengan Gabriel di tangga darurat Kantor, yang kemudian dipaksa mengaku tentang hubungan mereka. Sudah berbulan-bulan tak bertemu, membuat Agni kangen luar biasa dengan si ceriwis Saveya.

Agni berdiri, menyambut Saveya dengan pelukan. Keduanya saling melempar kata kangen dan umpatan-umpatan rindu.

“Gue kira lo udah mati.”

“Kalo mati, lo duluan yang gue gentayangin.”

“Kucing.” Saveya mencibir. Ia duduk dan menyeruput jus jeruk Agni begitu saja. “Gue laper banget. sumpah. Perasaan pas hamil Zidan gak gini-gini aman. Tapi yang kali ini, gue udah gak ngerti lagi deh. Laper mulu bawaannya.”

Agni mendelik. “Lo hamil lagi, Vi? Bukannya dulu lo bilang nunggu Zidan SD ya?”

“Lo tanya si Gio deh entar. Gue aja masih senewen ini.” Saveya memanggil pelayan, memesan beberapa makanan berat. Dia tak main-main saat mengatakan bahwa ia lapar luar biasa.

“Anyway, selamat ya, Genk. Mudah-mudahan sehat sampai lahiran.”

Saveya mengamini. “Tapi enak juga sih hamil lagi, Gio jadi manjain gue banget-bangetan. Apalagi ya, maboknya gue lumayan. Biar rasa deh tuh dia, jangan tau enaknya doang. Celup, jadi, nunggu.” Saveya berhenti sedetik untuk mencomot kentang goreng Agni. “Minta ya. Gue bukan morning sickness, but everytime sickness.”

Agni tertawa, bisa ia bayangkan bagaimana ‘serunya’ kehamilan Saveeya

“Syukur deh anak gue gak gitu.”

Seketika hening. Haduh, keceplosan.

@@@

Secara garis besar, Agni menceritakannya. Syukurlah Saveya tidak terlalu banyak tanya. Bercerita dengan sesama orang sudah menikah lebih menyenangkan, memang. Mengerti bahwa ada aib rumah tangga yang tak layak menjadi konsumsi publik. Agni bersyukur sekali mempunyai teman sepengertian Saveya.

“Lima tahun jadi pacarnya Gabriel Keanu Abraham ternyata belum apa-apa dengan dua bulan jadi istrinya Gabriel Keanu Abraham.” Agni menghela napas dramatis. “Lima bulan kemarin kan dia Cuma jadi kuli bangunan. Ya setelat-telatnya paling jam 11 malam pulangnya, lha ini pernah gue gak ketemu dia dua hari. Gimana coba.”

“Di kantor lagi ada perombakan habis-habisan.”

Agni menyerngit. Perombakan?

Saveya menyendok eskrim dengan suapan besar. “Sejak Pak Gabriel gak ngantor, kantor jadi rada berantakan. Ada proyek yang gak kelar-kelar, rapat yang berjam-jam tapi gak ada kesepakatan, beberapa klien complain. Cuma lima bulan lho beliau pergi, tapi udah kacau banget. kebayang kan gimana kalau lebih dari itu?”

Menghela napas pelan, Agni mengangguk. Dia paham benar bagaimana berpengaruhnya keberadaan Gabriel di perusahaan. Sekilas, Gabriel pernah bercerita bahwa hanya dia yang menjadi andalan Papi. Menurut Papi, Gabriel bertangan dingin. Proyek apa saja, pasti beres. Klien yang bagaimana saja, pasti teratasi.

“Kalau aja dia gak nikah sama gue—

“Apaan sih, lo.” Potong Saveya “Dia cinta mati sama lo. Udah. Titik.”

Agni mengangguk, walau belum sepenuhnya lega.

“Udah berapa bulan?”

Agni mengusap perutnya, topik tentang si kecil seketika membuat perasaannya menghangat. Bisa dikatakan, kehadiran si kecil ini yang membuat Papi Gabriel luluh dan memaafkan mereka. Walau belum secara lugas mengatakan merestui, dari cerita-cerita Mami yang sesekali mengatakan bahwa Papi terkadang menanyakan kondisi kehamilan Agni, Agni meyakini bahwa mereka telah mendapat restu.

“Empat bulan.” Jawab Agni.

Saveya tersenyum lebar. “Samaan. Ke dokter mana? Mau ke dokter gue juga?”

Agni menggeleng. “Udah sama dokter keluarga.”

“Ah, iya. Lupa gue. Lo kan bagian dari kerajaan Keanu Abraham sekarang.”

“Kucing!”

@@@

MAUVE ONDonde viven las historias. Descúbrelo ahora