9

437 86 11
                                    

Perpisahan bukanlah akhir dari kehidupan. Tetapi langkah awal seberapa kuat kita meneruskan kehidupan ini tanpanya.

"Jeon Wonwoo..." Kekasih barunya menoleh dengan raut bertanya namun si pemanggil justru menatap langit sana. 

Keduanya terbaring berhadapan dengan langit luas yang membentang. Seperti kata Mingyu sebelumnya jika Ia menatap senja Ia seperti melihat Wonwoo. Di dinginnya salju Mingyu menghadapkan tubuhnya ke arah Wonwoo, memeluk pinggang ramping itu agar mendekat ke arahnya.

"Jeon Wonwoo..." Sekali lagi Ia berbisik pelan di telinga pemuda angin. Merasakan harum yang keluar dari tubuh itu. Sang empu turut memiringkan tubuhnya, keheranan melihat Mingyu yang enggan melanjutkan perkatannya.

"Ada apa Mingyu-ya?"

"Jeon Wonwoo.. nama yang selalu kucintai. Nama yang selalu hadir di setiap tarikan napasku dan juga sebagai cahaya penerang bagi jalan hidupku." Mingyu tahu jika kata-katanya memang sok puitis tapi apa boleh buat Ia memang mencintai pemuda itu, seluruh hidupnya akan Ia berikan agar Wonwoo bahagia.

Wonwoo tersenyum, tidak sadar jika air mata perlahan mengalir. Hatinya menghangat hanya mendengar ucapan seperti itu. Mengingat kondisinya yang sekarang bisakah jika Ia bertahan? Sebenarnya Wonwoo juga tidak paham apa yang terjadi dengan tubuh dan pikirannya, tapi dengan hanya melihat senja dan bintang ingin sekali Ia pergi. Terbang bebas kemana pun Ia mau.

"Aku tidak menyangka jika Tuhan akan mempertemukan kita dengan cara seperti ini. Kau dengan masalahmu dan aku dengan masalahku. Andai saja Tuhan cepat mempertemukan mungkin saja kita akan bersama lebih lama lagi." Wonwoo mengusap pipi Mingyu lembut. Wajah pucatnya semakin pucat di saat itu. Rintikan salju tidak turun selebat tadi, jadi keduanya dapat melihat detik-detik momen kesukaan mereka.

"Sudah berapa kali kubilang Jeon Wonwoo, kita akan selalu dan selamanya bersama." Mingyu menggapai tangan itu dan mengecupnya. Jauh di langit sana senja kembali ingin meninggalkan bumi, dan berganti dengan bintang.

"Aku punya beberapa permintaan untuk Tuhan. Dan kau tahu? Ketiga permintaan telah dikabulkan. Tinggal menunggu dua permintaan lagi. Kuharap Tuhan mengabulkan permintaan itu." Mingyu makin mengeratkan pelukannya. Siap mendengar apa pun yang dilontarkan sang kekasih.

Mingyu menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher Wonwoo. Menghembuskan napasnya untuk menghangatkan pemuda angin itu. Wonwoo melanjutkan, "Permintaan pertama aku meminta Tuhan untuk mengizinkan aku melihat dunia dengan bebas. Dan permintaan itu terkabul dengan beradanya aku di sini." Diam beberapa saat.

"Tuhan begitu baik Wonwoo-ya. Apa permintaanmu yang lainnya?"

"Permintaan kedua aku meminta Tuhan untuk mempertemukan aku dengan seorang teman. Teman yang dapat kubahagiakan dengan segala kekuranganku. Dan itu pun juga terkabul. Kau bertemu denganku di saat itu, di saat-saat yang berat sekaligus menyenangkan" Suaranya semakin lirih. Wonwoo melihat beberapa pasang mata menatap dirinya dengan Mingyu lalu tersenyum seakan memberi izin untuk melanjutkan.

"Permintaan ketiga adalah aku meminta agar menemukan cinta yang selama ini kurindukan. Bodoh bukan? Aku merindukan sesuatu yang tidak terlihat. Tapi lagi-lagi Tuhan mengabulkannya dengan memberikan cinta itu, cinta yang tak dapat kusentuh tapi bisa kuraih. Cinta yang diberikan orangtuaku terasa lengkap dengan kehadiran cinta yang kau berikan untukku." Mingyu kagum dengan lelaki ini, benar-benar kagum dan sekaligus merasakan jika semua ini hanya sementara.

Air mata mengalir deras dari pelupuk mata, Ia melihat lagi beberapa pasang mata di depan maupun di samping mereka yang menganggukan kepala untuk memberi izin agar Ia kembali melanjutkan.

"Permintaan keempat aku meminta agar semua orang yang kucintai dapat hidup dengan bahagia dan bisa menjalankan hidupnya dengan baik, banyak orang di luar sana yang menginginkan hidup seperti itu. Dengan itu kumohon Mingyu-ya jalani hidupmu dengan baik dan terima apa yang telah Tuhan berikan untukmu." Suara itu semakin melemah seiring mendekatnya mereka. Langit di ujung sana telah menggelap, bulan dan bintang muncul menggantikan tugas matahari.

"Boleh aku tidur sejenak Mingyu-ya? Lagi-lagi aku lelah. Apa aku gila jika merasakan hangat di tengah salju seperti ini?" Mingyu menatap wajah Wonwoo. Memang jika wajah itu menyiratkan kelelahan dan kesedihan?

Apa dia menangis?

Mingyu mengangguk seraya mengecup bibir pucat itu. Toh Wonwoo hanya kelelahan dan Ia belum menceritakan permintaannya yang terakhir.

"Tapi apa kau menangis?"

"Aku menangis bahagia. Karena Tuhan sangat sayang padaku." Wonwoo sedikit terpejam. Bibirnya mengucapkan kata terindah yang pernah Mingyu dengar sebelum mata itu terpejam sempurna.

"Aku sangat mencintaimu. Selamat malam."

TBC

A/N : Beberapa chap lagi akan habis. Kok jadi begini sih. Hahaha. Maapkeun jika ada typo, dll.

Di Senja Itu [✔]Where stories live. Discover now