prolog

23 5 0
                                    

"Papa pernah mikir gak sih? Cuma papa yang sekarang Azel punya, dan sekarang papa juga mau ninggalim Azel demi cewek gajelas itu?"Ucap perempuan blasteran berwajah cantik itu dengan nada kecewa.

Namanya Azel, Azelea Natasha Setiawan. Gadis bertubuh mungil dengan muka blasteran Indonesia - perancis, yang sudah lupa akan kebahagiaan hidup.

"Azel jaga ucapanmu! Papa ga ninggalin kamu, papa cuma mau kita buka lembaran baru. Dan ingat bagaimanapun Cewek yang kamu sebut tidak jelas itu calon mama kamu!" Bentak seorang pria yang ia sebut papa. Namanya Rudy setiawan, salah satu pengusaha suskes yang mempunyai banyak kantor cabang diluar maupun dalam negeri.

"Pa, mama itu belum bener- bener pergi! Dia masih berjuang untuk hidup demi kita pa!" Balas Azel.

"Percuma Azel, kemungkinan mama kamu bisa bertahan itu kecil. Stop fikirin mama kamu, papa mau kamu fokus ke kondisi kamu dulu ya sayang, jangan terlalu banyak fikiran. Papa gak mau kamu sakit lagi." Rudy mulai melembutkan suaranya.

Azel pun hanya menatap papanya dengan pandangan terluka. "Tapi kenyataannya azel akan selalu sakit pa."

Setelah berucap demikian ia pun berlari menuju kamarnya.

Sesampainya dikamar ia langsung terduduk lemah dibalik pintu sambil menangis. Begitulah hidupnya, jauh dari kata bahagia. Sedari dulu kebahagiaannya selalu direngut. Dan  kecelakaan setahun yang lalu kembali merebut segala hal yang tersisa.

Tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit, ia pun berjalan dengan sedikit tertatih menuju laci untuk mengambil obat yang selama ini ia konsumsi. Ya begitulah kondisinya, sangat lemah. Namun ia tak punya siapa- siapa untuk tempat bersandar.

"Sampai kapan semua nya seperti ini, kapan aku sembuh dan kapan semuanya kembali?" Lirih gadis itu, lalu meminum obat tablet yang tadi ia pegang.

Ia pun beranjak menuju tempat tidurnya. Baru saja ia ingin merebahkan badannya, tibatiba terasa ada sesuatu yang mengalir dari hidungnya. Darah. Ia mimisan lagi .

Dengan tenaga yang tersisa, ia berjalan kearah toilet untuk membersikan darah yang membercak diwajah cantiknya.

Ia pun melihat pantulan wajahnya dicermin.

"Kasian banget sih lo Zel" gumamnya pelan, lalu mulai mengelap mukanya dengan air yang mengalir.

Setelah darah itu sudah tak mengalir lagi, ia melangkah keluar dengan tertatih. Saat akan menuju tempat tidurnya, ia melihat seorang perempuan tengah duduk dimeja belajarnya sambil memainkan hpnya.

"Rein?" Panggil Azel ragu, karena penglihatannya sedikit buram sekarang.

Cewek yang dipanggil pun mengangkat kepalanya dan menoleh kesumber suara, ia pun terjolak kaget saat melihat kondisi Azel yang sangat memprihatinkan.

"Yaampun Zel lo kenapa?" Katanya cemas sambil melangkah maju kearah Azel dan membantu Azel berjalan menuju tempat tidurnya.

"Kenapa bisa gini sih?" Tanyanya lagi.

Azel masih diam tak mau menjawab. Ia sendiri pun tak tahu mengapa belakangan ini penyakit semakin sering kambuh.

"Azel jawab, jangan bikin gua cemas!" Bentak Reina menyadarkan Azel yang hanya diam melamun.

"Gapapa kok Rein, lo gak usah khawatir." Sahut Azel berusaha tersenyum untuk menyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja kepada sahabatnya itu.

Azel memandang wajah Rein yang sangat cemas, lalu tersenyum. Meskipun selama ini Azel selalu tertutup kepada Rein karena tidak mau melibatkan sahabatnya itu dalam masalahnya tetapi dia sangat bersyukur karena Rein tetap berada disampingnya.

Rein, gadis feminim yang bernama lengkap Reinaya fadilla itu adalah sahabat Azel sejak usianya masih 5 tahun dan satu- satunya orang yang tetap memilih tinggal saat semua orang meninggalkannya.

"Kenapa lo jadi senyum-senyum gitu? Kesambet lo ya?" Tanya Rein keheranan ketika melihat Azel yang senyam-senyum sambil menatapnya.

"Gapapa, bersyukur aja lo dateng disaat yang tepat." Sahut Azel sambil terkekeh.

"Firasat gua gak enak, makanya gua kesini. Ternyata bener lo gak baik-baik aja." Jelas Reina cemberut.

"Gua baik-baik aja kok ." Sahut Azel. Meskipun Azel mencoba terlihat baik-baik saja, Rein tetap tau kalau gadis itu sedang berbohong.

"Yaudah kalo emang gak gapapa ayo kita kerumah sakit!"

Mendengar ucapan itu membuat Azel melotot kaget. "Gak mau ah Rein, males. Paling kecapean kaya biasa."

Bukannya Azel menyepelekan sakit yang ia rasakan. Namun rasa takut akan kenyataan yang ia dapat setelah berobat membuat dia enggan kesana.

"Yaampun Zel, terserah deh. Percuma juga gua maksa cewek batu kaya lo. Btw lo kenapa lagi sih? Gak logis  banget alasan lo kecapean, dari kemarin aja kita libur sekolah." Tanya Rein sambil duduk disamping gadis itu.

"Oiya kita libur 3 hari berasa setahun ya Rein, jadi kangen sama sekolah. Untung aja lusa masuk." Jawab Azel yang sudah pasti mengalihkan pertanyaan reina.

Rein yang sudah hapal dengan kebiasaan Azel pun mendengus sebal. "Gak usah ngalihin jawaban deh!"

"Kayanya tanpa harus gua jelasin lo pasti udah ngerti kan? Seperti biasa Rein. Udah ah gua bener - bener ngantuk banget nih, gua tidur duluan ya." Katanya sambil menarik selimut sampai ke bahunya. Sangat menyakitkan jika ia harus menceritakan kembali kejadian yang dialaminya barusan.

Rein pun hanya menghela nafas pelan. Ia memang sudah menebak apa yang terjadi dengan sahabatnya itu. Meskipun Azel itu sangat tertutup padanya, namun karena sudah sering bersama membuat Rein sedikit mengetahui masalah-masalah disekitar sahabatnya itu.

Maafin gua ya Zel, gua gak bisa jadi sahabat yang berguna buat lo. Gua gak bisa ngelakuin apapun selain tetap bertahan disamping lo.Batin Rein sambil menatap sendu Azel.

"Gua kebawah dulu ya Zel, gua ngerti lo emang butuh waktu sendiri. Kalo lo butuh apa-apa panggil aja ya, gua diruang tamu. Dan satu lagi, istirahat ya jangan nangis." Ujar Rein, sambil mengambil tas nya lalu melangkah keluar kamar.

Setelah pintu tertutup, Azel kembali membuka matanya lalu mengambil figura yang berisi foto ia dan Rein ketika masih di taman kanak- kanak.

"Seengganya lo bisa gua jadiin alasan untuk bertahan Rein. Makasih udah jadi sahabat yang baik." Ujar Rein pelan sambil menatap sendu foto tersebut.

Sifat Rein benar- benar seperti mama nya. Bawel dan sangat perhatian. Ah, gadis itu jadi merindukan sosok mama nya.

"Mama janji gak baal tinggalin azel, mama sayang azel"

Sekilas ia kembali teringat ucapan bunda nya waktu itu. Rasa bersalah pun kembali menguasai dirinya. Seharusnya ia yang saat ini ada diposisi bundanya, bahkan jauh lebih pantas jika ia yang berada di posisi Kakaknya yang telah tiada.

"Maafin Azel ya mah, Azel udah ngambil kebahagiaan mama dan Ka Varo. Azel janji gak bakal menyia-nyia kan kesempatan yang kalian kasih. Azel akan bertahan ma, demi ma, Ka Varo, dan juga Rein." Ujar Azel sambil menghapus air mata yang tanpa ia sadari sudah mengalir sedari tadi.

Aku harus kuat. Gak boleh lemah kaya gini lagi. Aku harus bertahan karena aku harus tetap mastiin kalau mama akan bangun untuk menepati janjinya. Selamat berjuang Azel! Batin azel sambil meyakinkan diri lalu menghampus air matanya.







-

-
BERSAMBUNG...

-

-

saya hanya penulis amatir dan penghuni baru disini, jadi atas segala kekurangan mohon dimaklumin yaa hehehe.❤

My Destruction Where stories live. Discover now