tak mungkin ada aku, di antara kau dan dia.

Start bij het begin
                                    

Dia berusaha meletakan tangannya di wajahku, tapi sebelum tangannya menyentuh ku, refleks aku menepisnya. Daffi terlihat kaget dengan penolakanku.

"Aku lelah," ujarku.

"Aku tidak peduli. Sebelum kamu menjelaskan kamu habis dari mana dan kenapa kamu menangis, aku tidak akan membiarkan kamu tidur."

"Daf-" aku benar-benar mendesah. Pak Anton dari pos satpam, nampak mengeluarkan kepala dari pintu yang terbuka. Saat itu barulah Daffi sadar, jika kami tidak hanya berdua, dan banyak orang yang tengah memperhatikan kami.

"Ikut aku ke rumah!"
Jelas itu perintah. Dan aku enggan menunda lagi. Tepat ketika Daffi berbalik berjalan di depanku, aku mengikutinya di belakang. Lalu saat pintu rumah tertutup, baru dia berbalik menatapku dengan tatapan nyalang. Nampak sangat dingin dan tidak bersahabat.

"Oke. Jelaskan Nada. Ada apa? Dari mana kamu? Kenapa kamu menangis?"

Alih-alih menjawab, aku malah tersenyum miris. Sadar betul, jika ini pertama kalinya kami berada di ruangan yang sama berduaan. Selama ini, Daffi seolah menghinda untuk berduaan denganku. Dulu ku anggap mungkin karena Daffi begitu alim. Sekarang, aku sadar mungkin saja karena Daffi memang enggan berduaan denganku, karena dia tidak mencintaiku. Tidak bisa menyentuhku.

Lalu entah bagaimana, tiba-tiba air mata sialan itu jatuh lagi. Mungkin karena aku sadar betapa malangnya nasib percintaanku ini.

"Nad, kamu kenapa?" dia nampak tidak sabar.

Sedangkan aku, hanya menghapus air mata itu dengan punggung tangan.

"Daf, kamu cinta sama aku?"

Daffi mengernyit, tapi kemudian dia mengangguk.
"Tentu, aku cinta sama kamu. Makanya aku ingin menikahi kamu." Dia berkata sungguh-sungguh. Kalau aku tidak tau cerita dari bu Ani dan mas Faza, saat ini aku pasti akan sangat percaya dengan kalimat Daffi barusan.

"Kalau begitu, tolong perlihatkan isi handphone kamu."

Daffi nampak syok dengan permintaan ku barusan. Tapi kemudian dia mengelak.

"Oke. Tapi tidak sekarang."

Lagi-lagi aku tersenyum miris. Tentu saja mana bisa Daffi membiarkan aku melihat isi hand phonenya, selama ini dia tidak pernah membiarkan hand phone nya tergeletak dan membiarkanku mengotak ngatiknya.

Sekarang baru aku tau, mungkin disana masih ada banyak foto Lista.

"Oke. Tidak apa- apa. Kalau begitu, aku pengen lihat foto yang ada di dompet kamu!"

Lagi-lagi permintaanku membuat Daffi syok. Aku memang penasaran, apakah di dompet Daffi ada foto Lista juga. Atau bahkan di kamar Daffi juga ada foto Lista, hingga aku dengan berani meminta,

"Ga bisa? Oke, kalau begitu perlihatkan isi kamar kamu ke aku."

"Nad, kamu apa-apaan? Itu semua privacy aku. Aku tidak pernah mengotak-atik barang privacy kamu."

Alasan klasik. Dia mengelak lagi. Tapi nampak begitu cemas.

"Kalau kamu memang berniat menikahi aku, aku berhak tau semua privacy kamu Daf. Tanpa batasan apapun."

"Aku bisa lakukan itu setelah kita menikah."

"Menikah?" Aku mengulang dalam bentuk tanya. Lalu tersenyum meremehkan. Di depanku Daffi nampak tidak suka dengan ekspresiku, tapi aku tidak peduli.

"Kalau kita menikah, kamu memangnya bisa sentuh aku Daf?"

Pertanyaan telak. Karena ekspresi Daffi seketika berubah.

JANDA TAPI PERAWAN (JANDA RASA PERAWAN)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu