007

84 8 31
                                    

Bab 007 tapi belum banyak aksi ;3;

***

Entah kapan aku tertidur, yang jelas sekarang ada cewek menjulang di atasku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah kapan aku tertidur, yang jelas sekarang ada cewek menjulang di atasku. Aku spontan menahan jeritan dan menjengit kecil. Sendi lututku yang paling berkedut heboh.

Cewek itu tidak lebih tinggi dari bocah SMP, atau mungkin dia memang masih dua belas tahun. Tubuhnya bisa dibilang sedikit gemuk. Parasnya tidak bisa kubedakan antara keturunan Sappon atau Kauli, yang jelas bukan Changhoa. Matanya bulat dan lebar mirip boneka, pipinya pun tembam antara mirip bakpao atau pantat bayi. Rambutnya hanya sampai setengah leher seperti si tokoh kartun petualang tukang tanya, tetapi warnanya hitam mengembang dan lebat. Aku sempat cemas-cemas harap dia bukan geng labu tusuk sampai kulihat dia memegang jarum suntik dan berjongkok tanpa suara di sampingku. Sementara aku melirik pada Ferus yang kuharap sedang tidur dibanding pingsan. Wajahnya kelihatan letih sekali dengan dahi berkerut, sepertinya dia lebih dulu disedot tenaganya. Posisinya miring ganjil, mirip saat kau ketiduran di mobil dan tidak ada penyangga.

"Aku sepertinya tidak melihatmu kemarin—" Aku langsung menutup rapat mulutku dan menarik napas semaksimal yang kubisa ketika dia mengambil darahku pada lengan atas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku sepertinya tidak melihatmu kemarin—" Aku langsung menutup rapat mulutku dan menarik napas semaksimal yang kubisa ketika dia mengambil darahku pada lengan atas. Lagi-lagi bukan tempat dan cara yang tepat untuk menyedot darah. Dan sensasi dikuliti hidup-hidup itu masih sama.

Dia sepertinya tidak terlalu mendengarkanku. Dia baru bicara setelah darahku mengisi penuh silinder alat suntik. "Aku bahkan tidak satu SMA denganmu."

"Benar," ucapku seperti orang mabuk apalagi dengan pandangan yang mengabur dan bergoyang lagi. "Tapi kau termasuk antek-antek si iblis babi itu?"

Dia melirikku dari ujung ekor matanya. "Bisa dibilang."

Bisa dibilang, aku mengulang kata itu di dalam tengkorakku bagaikan gema suaranya. Apakah karena diculik membuatku terlalu berharap lebih? "Aku tidak melihat kejahatan darimu, atau mungkin karena kau terlihat seperti anak kecil?"

Reaksi yang kudapatkan adalah bibir mengerucut yang sejujurnya tidak kusangka. Kukira dia bakal berteriak atau menamparku atau sejenisnya. Dia pun berdiri dengan jarum suntik terangkat ke atas hati-hati. "Terima kasih, tapi umurku tujuh belas tahun."

The Red EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang