3. Pasukan Bebek

28.7K 3K 24
                                    

Kalau mau ngomong mancung-mancungan, nggak ada yang bisa ngalahin mancungnya "daleman" salah satu pentolan HR di kantorku, Madame Angela. Kalau mau masuk kantor, bawaannya pasti muter-muter bak princess dari kayangan dan men-say hello kan semua orang. Absenin satu-satu, padahal diri sendiri yang telat. Tepuk tangan buat HR kita.

Dengan pakaiannya yang serba minimalis ke kantor, mulai dari rok mini 6 cm di atas lutut, celana nyeplak semacam legging membuat seorang mas-mas di kantorku selalu saja membacakan ayat-ayat kursi kalau dia lewat.

Mas Leo memang pembawaanya gitu dari orok. Meski imannya kuat, mulut cablaknya selancar doanya di pagi dan petang.

"Eh Madame, bajunya nyeplak amat,"  komen Mas Leo pagi ini, menghentikan gerakan Cinderela dari Madame Angela.

"Hei, pegangan sapu! Berani banget ngomentarin aku yaa. Ini fesyen, feeesyeeen," ucapnya sambil mengibas-ngibaskan rambutnya yang baru di catok kriwil-kriwil manja. "Sarapaan yuuuk!"

Ya ya ya, emang geliat kehidupan di kantorku mulai tampak di jam 9-an. Alasan yang selalu digadang-gadangkan, nunggu full team biar kebersamaannya terasa. Kita cuma ber-5 di lantai 30 gedung ini, aku, Rein, Madame, Mas Leo dan satu anak bontot lagi, Diko, yang belum juga kelihatan batang hidungnya.

Karena suntuk dengan pemodelan proses di layar laptop yang sudah kutatap sejak jam setengah 8, aku ikutan nimbrung dengan mereka yang sudah berjalan ke pantry. Madame Angela dan Mas Leo berjalan di depan sambil sahut-sahutan, sementara aku dan Rein menyusul di belakang. 

"Lu kemana aja sih, Pril?" tanya Mas Leo ketika aku dan Rein sudah mengambil posisi duduk di depan Madame Angela dan Mas Leo. "Pekerja di sini, bukan?"

"Kemaren-kemaren numpang makan mas, di kantor orang. Lumayan, tebar-tebar pesona, siapa tau ada bule yang nyantol ama gue," kubuka bungkus nasi dari warung sunda yang dititip ke Mang Kasep. Beberapa hari ini memang aku sedang penuh-penuhnya rapat di kantor partner. Kebetulan kantorku sedang membentuk Konsorsium dengan perusahaan asing di kawasan BSD.

"Lu kok nggak lakunya lama ya," Mas Leo mengambil satu telur puyuh dari piringku. "Padahal kan lu rapatnya banyak sama laki-laki. Lu nggak dianggap cewek ya Pril?"

Aku menggebuknya, benar-benar menggebuknya. Yang pertama untuk menghentikannya memasukkan telur puyuh itu ke mulutnya, yang kedua karena ngatain aku nggak laku.

"MasyaAllaah," telur yang hampir masuk mulutnya terjatuh ke piring. Dengan sigap ku sendok kembali dan bersegera ku kunyah. Bodo amat dibilang nggak ada manner. "Anak perawan kok nggak ada manis-manisnya."

"Kenapa sih mas, lu mesti bahas gue nggak laku," ucapku sambil mengunyah. "Gini-gini, ada juga yang suka ya sama gue. Tiap hari dia pasti nungguin gue di depan rumah. Berharap gue mau membukakan pintu buat dia."

"Masa sih?" sekarang Rein angkat bicara setelah menandaskan nasi goreng buatan istrinya. "Kok bisa?" 

"Eh neng, yang kamu omongin itu si Tono, bukan?" Madame Angela yang dari tadi ngotak-atik hape mulai menyadari dunia sekitar. "Dia nanyain kamu terus sama aku."

"Tu, apa gue bilang. Ngeremehin gue aja, kalian berdua," bahagia mendapat pembelaan dari Madame Angela. Aku menyeringai puas dan menyendok telur puyuh berikutnya.

"Oh, jadi ada yang nanyain April? Kemajuan nih," Mas Leo memberikan perhatin penuh ke Madame Angela. Sementara telinga Rein sudah siap mendengarkan, ghibah mode on. "Gimana progresnya?"

"Tau tuh, ni anak ngacangin kayaknya," Madame Angela memandangku dengan seksama. "Ditolak mulu ajakan si Tono tiap mau ketemu."

Teleponku berbunyi, yes save by the ring. Suka lelah meladeni pasukan bebek ini, kalau udah mulai ghibah susah berhenti cuap-cuapnya. Aku males ngebahas, apalagi kalau nge-ghibahin diri sendiri.

"Halo, Pak?" jawabku menangkupkan mulut di dekat receiving smart phone. "Kenapa, Pak?" kebiasaan kalau ditelepon sama Pak Panca.

"Kamu bisa susul saya nggak? Saya ada rapat di Kantor ESDM. Sori dadakan ngabarin kamu."

"Bisa, Pak," lebih baik menjauh sebelum pembahasan Tono berlanjut. "Ada yang perlu saya siapin, Pak?"

"Kamu bisa bawakan materi yang pernah kita siapkan pas Senin lalu? Terkait update progress eksplorasi gas di Area Natuna. Saya rasa paparannya bisa mengcover kebutuhan diskusi hari ini," Pak Panca berhenti sebentar, seperti berbisik dengan seseorang. "Sama update progress dari divisi proses. Pak Rein ada di sana?"

"Oh ada, Pak. Pak Rein kebetulan sedang duduk di sebelah saya. Mau bicara dengan beliau, Pak?" tawarku dengan seringai mampus ke Rein.

Aku menggerakkan mulut untuk bilang 'Mampus lu' ke Rein dan menyodorkan smartphone ku ke Rein. 

Rein menaikkan alisnya bertanya. 

Dia mengirimkan bahasa isyarat 'Beneran mati deh gue'. "Halo, Pak! " jawabnya ragu-ragu.

Sementara Rein berbicara dengan Pak Panca, aku bergegas ke meja untuk mengambil materi yang diminta sambil menelepon bagian General Affairs untuk menyediakan driver ke Kantor ESDM. 

Tak lama kemudian, Rein datang dengan wajah seputih taplak meja dan misah misuh beneran. 

"Lu disuruh join?" tanyaku padanya yang juga memulai packing.

"Gue titip lu aja boleh nggak?" Rein menggangguk dan memegang dahinya. "Kayaknya gue demam."

"Ya nggak, lah. Gue kan nggak paham jobdesk lu ngapain."

"Aduh gimana ya, gue malas kena semprot nih."

"Kan kemaren lu udah lembur? Lu diminta bawa materi tentang proses kilang, bukan? Belum dibahas po sama bos lu?"

Rein menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Udah sih, tapi baru via email doang. Sekarang kan masih pagi, Pril. Pak Arya aja belum datang."

"Ya udah, yang penting lu pede sama kerjaanlu. Paling nggak, lu paham prosesnya, nanti gue bakal back-up lu," ucapku setelah selesai memasukkan laptop dan charger ke tas."Yuk!"

Rein mengikutiku sambil berlari. Kami ke pantry dulu, dadah-dadahin Madame Angela dan Mas Leo yang sepertinya berdebat sesuatu yang nggak penting lagi. Mayan juga nih ke ESDM, siapa tau ketemu abang-abang ganteng pekerja lepas pantai yang lagi ngasih laporan terkini. Uumm. Dunia nggak segede daun kelor, masih banyak ikan di laut. Tinggal siapin pancing dan umpan yang tepat.

"Pril, lu pakai sepatu kets banget, rapat beginian?" Rein menatapku frustasi. "Ransel, kets, menjerat siapa lu dengan gaya gini?"

Arrggghhh, damn. Reeiiiinn, you know exactly how to ruin my day!!!! Au ah gelap!! Nggak jadi lagi deh aku menjerat.

tbc

10/11/2017

Bear Hug (Re-published)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang