Four

896 89 5
                                    

Papan teflon mendesis di atas kompor kecil. Salah seorang maid-Sonya-meletakkan sepotong daging yang lebar, dan selang beberapa menit membalikkannya supaya tidak gosong. Aroma yang harum tercium. Selesai memanggangnya, Sonya kemudian memotongnya kecil-kecil dan meletakkannya di piring Vrtnica. Gadis itu terlihat menatap piringnya, namun sebenarnya dia tengah melamun.

"Tidak biasanya kau makan siang di luar."

Vrtnica melihat Fellon yang mengenakan baju santai. Laki-laki itu menarik kursi di seberang Vrtnica dan tanpa sungkan duduk di sana. Beberapa dari mereka mempermasalahkan perangai seenaknya dari Fellon, tapi dia tidak peduli. Kadang dirinya menjadi pembangkang, terlebih dengan penghuni manor yang lain. Tapi untunglah dia tahu batasnya sewaktu berhadapan dengan Vrtnica.

Meski perlahan batas itu mulai tersamarkan.

"Apa itu daging sapi?" tanya Fellon yang berjengit melihat potongan-potongan daging di piring gadis itu.

"Tuan mau?" tanya Sonya.

"Aku? Oh, tidak. Hari ini aku ada janji dengan seseorang. Kami akan makan homard bleu dan choco curry. Aku jadi kehilangan nafsu makanku siang ini." Laki-laki itu menyilangkan tangan memperhatikan Vrtnica yang menusuk sepotong daging dan memasukkannya ke mulut. "Kau tidak akan bertanya aku punya janji dengan siapa?"

Vrtnica tidak membalas. Sorotnya tetap terarah ke piring. Dia kembali pada fase sebagai boneka hidup. Felon pun hanya bisa menghela napas penat. Hanya lewat sehari sejak ciuman panjang mereka. Felon yakin gadis itu membalasnya, tapi sejak itu pula Vrtnica tidak pernah berkata apa pun padanya. Apakah dia marah? Jika benar dia seorang mind reader yang genius, seharusnya dia bisa menebak arti dari ciuman itu. Tanpa itu pun seharusnya Vrtnica tahu.

"Tanganmu baik-baik saja?" tanya Fellon lagi, tidak memedulikan kenyataan jika gadis itu berusaha tidak mengacuhkannya.

Vrtnica masih tidak menanggapi. Namun kali ini dia menyorongkan cangkir beserta piring alasnya pada Fellon. Cangkirnya masih kosong. Vrtnica lalu mengangkat teko porselen untuk menuangkan isinya-teh merah. Teko itu rupanya cukup berat baginya, terlihat dari tangannya yang sedikit gemetaran. Fellon mengernyit. Sonya yang melihat buru-buru hendak membantu, tapi geraknya berhenti saat Vrtnica menambahkan tangan kirinya guna menopang teko tersebut.

Tangan yang dibebat. Beberapa ruas jarinya patah. Felon masih bersabar menanti gadis itu menepati janji dengan memberitahukan segalanya. Entah kapan itu akan terjadi.

Berdecap, Fellon mengambil alih teko itu. Dia bersikap tidak sabar, padahal sebenarnya cuma tidak ingin Vrtnica memaksa diri melakukan hal yang tidak perlu. Sembari menunggu teh yang dituang mengisi cangkir, Vrtnica memasukkan satu potongan daging lagi ke mulut. Waktunya bersamaan saat Fellon mencelupkan satu kubus gula. Menahan emosinya, Fellon lantas meneguk tehnya sampai tandas.

"Kenapa kau mendiamkanku?"

Vrtnica beralih menyesap tehnya.

"Apa karena aku menciummu?"

Sonya terkesiap-nyaris tanpa suara. Perempuan itu membekap mulut terkejut, tidak memercayai apa yang barusan dia dengar.

Vrtnica seperti biasa tidak menunjukkan reaksi yang kentara.

"Kau tidak tampak gugup seperti remaja seusiamu," kata Fellon lagi tanpa memedulikan situasi. Laki-laki itu mulai tidak sabar dengan berceloteh seenaknya. "Siapa yang melakukannya sebelum aku?"

Agak mengernyit, Vrtnica meletakkan kembali cangkirnya. Dia lalu menoleh pada Sonya, mengucapkan satu kata perintah.

"Leave."

GlasshouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang