Two

775 99 1
                                    

Dia mendorong troli sambil pandangannya menelusuri keranjang-keranjang bahan makanan mentah. Setelah selesai memenuhi daftar makanan dalam catatannya, dia kemudian beralih ke bagian perlengkapan sehari-hari. Barang-barang berjejalan. Dorongan troli bertambah berat. Dia sampai harus menahannya hati-hati saat melewati turunan. Tapi di luar itu, dirinya tidak merasa keberatan.

Seorang laki-laki mengintainya dari kejauhan. Tidak sedikit pun dia melepaskan perhatiannya pada gadis tadi.

Amarta tersenyum saat mengucapkan terimakasih pada petugas kasir. Dia menaruh lagi kantung-kantung plastik belanjaannya ke troli lalu mendorongnya keluar. Sebelumnya dia sudah mengirim pesan singkat pada supir yang mengantarnya malam ini sehingga dia tidak perlu menunggu untuk menaruh belanjaan itu ke bagasi. Sebuah mobil lalu berhenti di hadapannya. Seorang pria keluar dari kursi kemudi lalu membantu. Saat itulah, satu tangan mengulur pada Amarta yang akan memasukkan seplastik buah.

Amarta menoleh lalu mendongak. Kelopak matanya mengerjap terkejut.

"Apakah kau selalu belanja sebanyak ini?" Suara berat laki-laki bertubuh besar itu tertuju pada Amarta. Senyumnya mengulas simpul. "Kita pernah bertemu sebelumnya. Dua kali."

Ya, dan sosok laki-laki seperti Logan terlalu mencolok untuk dilupakan begitu saja. Tapi tunggu sebentar. Kalau dia ada di sini, berarti...

"Aku sendirian," kata Logan seolah mengerti apa yang akan dipikirkan Amarta begitu melihatnya. "Sesekali aku akan berkunjung ke sini untuk menjenguk Yanet. Ibu tidak keberatan."

Viola telah menceritakan pada Amarta mengenai Yanet, jadi sedikit banyak dia mengerti perasaan Logan. Mungkin Amarta akan mengajak Viola untuk menjenguk sosok gadis berambut merah itu kapan-kapan. Biar bagaimana pun Yanet punya hubungan yang dekat baik dengan Ratimeria dan Tiara.

"Kebetulan sekali," kata Amarta. "Bagaimana kalau mampir ke rumah? Aku bisa membuatkan sesuatu untukmu."

Logan menatap gadis itu lekat-lekat.

"Ini bukan kebetulan. Aku sengaja mengikutimu." Logan diam sesaat melihat Amarta memandangnya penuh tanya. "Bagaimana kalau kita pergi ke suatu tempat dan mengobrol? Ada sesuatu yang harus kau tahu."

***

Satu-satunya asal suara yang menguasai tempat itu sekarang berasal dari seorang pria yang menunjuk-nunjuk papan tulis menggunakan tongkat kayu. Dia menjelaskan begitu detail angka-angka dan tanda yang dia tulis sembari menoleh ke belakang. Hanya ada dua orang yang berada di sana. Vrtnica menempati posisi sebagai penyimak.

Gadis itu hampir tidak pernah menjadi bagian dari sekolah formal. Serpihan ingatan yang tertinggal di saat-saat dia mengenakan seragam adalah sewaktu Senduro Ester masih hidup. Setelah wanita itu meninggal, Ernest membawanya pergi ke tempat yang amat jauh. Vrtnica hanya sendirian saat menemani Ernest ke mana-mana, menyeberangi samudra lalu singgah ke negara-negara yang berbeda dengan bahasa yang asing. Sejauh yang Vrtnica ingat, dia tidak pernah terbiasa.

Raut wajah Vrtnica selalu kelihatan sendu dan lelah. Dia nyaris tidak mengatakan apa pun pada orang asing—termasuk pengajar yang tengah berkicau di hadapannya saat ini. Pria berumur empat puluhan itu menerangkan sesuai kemampuannya dalam mengajar, tapi tidak pernah sekalipun dia bertanya. Pertama kali dia mengajar, dia pernah melakukannya, namun Vrtnica hanya diam bagai manekin yang membuatnya mati kutu. Setelahnya, pria itu pun tahu kalau dia sama sekali tidak bisa mengharapkan umpan balik dari Vrtnica jika gadis itu tidak menginginkannya.

Sama seperti remaja berkebutuhan khusus lainnya, Vrtnica selalu diperlakukan berbeda. Di satu sisi dia masih seorang remaja yang menginginkan hal-hal yang sederhana. Namun di baliknya, semua orang yang juga berdiam dalam manor tersebut punya ketakutan tersendiri pada keberadaan Vrtnica.

GlasshouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang