#27 : Embusan Napas

355K 17.7K 1.4K
                                    

Ada sebuah kisah yang paling romantis melebihi keromatisan cerita Romeo dan Juliet, yakni Kisah cinta Rasullullah dengan istrinya, Aisyah Ra.

Suatu ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wasalam pernah pulang terlambat ke rumah Aisyahkarena menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan oleh para sahabat. Rasullulahpun berjalan dengan cepat ke rumah, beliau tak tega jika istrinya terlalu lamacemas menunggu kedatangannya. Namun niatnya untuk mengetuk pintu hilang saatberada di depan rumah karena tak ingin membangunkan istri yang dicintainya

Akhirnya Beliau memutuskan untuk menggelar sorban dan tidur di depan pintu. Dinginnya malam lebih dipilihnya daripada harus membangunkan Aisyah. Padahal sebenarnya di balik pintu itu, Aisyah pun tertidur karena khawatir tak mendengar suara ketukan pintu dari suaminya.

Sungguh kisah cinta yang didasari ketaatan kepada Allah, luar biasa, bukan?

Lain kisah, antara Naira dan Wildan, keduanya sudah menyimpan perasaan sejak kali pertama bertemu di pesantren kilat. Karena terpisah jarak dan waktu, Wildan yang belum yakin dengan perasaannya itu berpaling hati kepada seorang gadis yang dia kagumi karena kecantikannya.

Nyatanya Allah malah menyatukan Naira dan Wildan di dalam ikatan pernikahan karena Allah tahu Wildan mengagumi Zulfa karena paras duniawinya bukan saat dia mengagumi Naira karena ketaatannya. Dan, laki-laki itu kini paham bahwa cinta sucinya adalah cinta yang berdasarkan ketaatan kepada Allah, yakni cinta untuk Naira.

***

Aku menggigil kedinginan di dalam mobil, padahal punggungku sudah terselimuti jas dokter Mas Wildan. Mungkin saat ini Mas Wildan jauh kedinginan daripada aku. Kalau mengingat Mas Wildan ikut hujan-hujanan tadi siang di halaman kantor polisi ikut serta membela Riska. Kami merapatkan barisan di depan kantor polisi, aku benar-benar tidak menyangka bahwa perawat Indonesia sangat berjiwa solidaritas yang tinggi, mengingatnya saja aku merinding.

Setelah Ashar tadi, hujan turun lebat. Kami masih stay di depan kantor polisi menunggu keluarnya Roy, anak dari Haris Multiyo dari kantor polisi. Hujan tidak menjadi masalah bagi kami. Ketika Roy dan keluarganya keluar, kami kompak menyuarakan keadilan atas kasus Riska. Banyak polisi yang mencoba mendorong kami agar tidak berbuat kerusuhan, kami stay calm tidak ingin mengotori seragam kecintaan kami untuk berbuat kerusuhan. Kami hanya diam di tempat sembari merapatkan barisan, menyuarakan keadilan, meminta Roy jujur atas tindakannya terhadap Riska. Entah apa nanti hasilnya, kami serahkan kepada Allah. Kami sudah melaksanakan kewajiban kami membela sesama profesi, untuk hasilnya biar Allah yang memperlihatkan keadilan-Nya untuk makhluk-Nya yang tengah terdzolimi.

Hachim! "Alhamdulillah!"

"Yarhammakillah," suara Mas Wildan akhirnya terdengar selama perjalanan ini. Sedari tadi kami hanya diselimuti keheningan.

Aku menekan hidungku karena tergelitik ingin bersin lagi dan lagi. Sepertinya aku terserang flu karena kedinginan.

Mas Wildan menepikan mobilnya di depan supermarket tidak lama dari itu.

"Tunggu ya, aku mau cari sesuatu yang hangat," katanya.

Aku mengangguk sambil terus menggigil kedinginan.

Ingatanku kemudian tertarik ke beberapa waktu lalu saat Mas Wildan membisikan kata-kata yang membuatku yakin atas kuasa Allah yang telah membolak-balikkan hati Mas Wildan yang membuatku terkesima. Bisikan rasa khawatir Mas Wildan masih berdengung di telingaku. Rasanya jantungku bergetar saat mengingat itu. Pipiku tiba-tiba memanas. Apakah benar jika Mas Wildan kini mempunyai rasa lain padaku? Mungkinkah itu?

Suara tarikan pintu mobil terdengar dan membuyarkan lamunanku, aku mengusap pipiku agar tidak kentara meronanya, aku malu.

"Nih, minumlah," Mas Wildan menyodoriku satu gelas kemasan yang diracik langsung oleh pegawai supermarket.

[DSS 1] Dear Allah [NOVEL VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang